Saturday, December 10, 2011

Cintaku

0 comments

Ya Allah izin ku menjaga dia dengan segala kekurangan ku. agar aku dapat melihatnya dalam kebahagiaan dengan ikatan Mu yang sah dalam dekapan kebahagiaan ku. Harapan terbesarku adalah mampu mjga dan melindunginya hingga aku benar-benar tak mampu merangkai kata-kata pujian untuk dia. Beri aku jalan yang tepat agar ku dapat menjemput jalan Rezeki -Mu Ya Allah agar ku dapat menimanganya di indah waktunya. Sungguh ku mencintai nya karena Mu..:-)

عن أنس بن مالك ـ رضي الله عنه ـ قال : قال النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” لا يجد أحد حلاوة الإيمان ، حتى يحب المرء لا يحبه إلا لله ، وحتى أن يقذف في النار أحب إليه من أن يرجع إلى الكفر بعد إذ أنقذه الله ، وحتى يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ” .رواه البخاري .

Dari Anas bin Malik ra berkata: Nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang tidak akan pernah mendapatkan manisnya iman sehingga ia mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; sehingga ia dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan darinya; dan sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya.” Imam Al Bukhari...
1 comments

Dendam nyaris selalu disertai sakit hati. Dan itu sering menjadi dasar untuk melakukan sebuah pembalasan. Saat orang lain melakukan sesuatu yang tidak kita sukai, tiba-tiba saja kita merasa mendapatkan ijin khusus dari Tuhan untuk melakukan pembalasan. Bahkan, tidak jarang kita memberikan `bonus’ nya sekalian. Jika anda menampar saya perlahan, maka sebagai bonusnya, tamparan balasan dari saya bisa...Lanjutkan Membaca

Thursday, October 20, 2011

EDI SUMIARJO/6095111021

2 comments

Nama : Edi Sumiarjo
TTL : Brebes /16 Agustus 1991
Jenis kelamin : Laki-laki
Nim : 6095111021
Fak : Psikologi UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

Saturday, September 17, 2011

SURYA MATARAM..

0 comments
FILSAFAT RASA HIDUP
Ki Ageng Suryomentaram

Filsafat Rasa Hidup

Filsafat ialah pengetahuan tentang segala apa yang ada. Filsafat memberi jawaban atas pertanyaan "Apakah hakikatnya segala yang ada di atas bumi dan di kolong langit?"

Segala apa yang ada ini dapat dibagi dua bagian, yaitu benda hidup dan benda tidak hidup. Benda tidak hidup berupa cangkir, piring, meja, kursi, batu dan sebagainya. Benda hidup berupa tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia. Jadi segala apa yang ada hanya terdiri dari benda hidup dan benda tidak hidup, selain itu tidak ada.

Benda tidak hidup tidak bergerak, kecuali bila digerakkan oleh benda lain. Sedangkan benda hidup bergerak walaupun tidak digerakkan oleh benda lain. Dengan demikian maka hidup itu bersifat gerak pribadi (dapat bergerak sendiri).

Gerak dan diam ialah sifat laku (bhs. Jawa: lelampahan). Diam ialah tetap pada tempatnya, dan bergerak ialah berpindah tempat, walaupun yang bergerak hanya bagian benda itu. Jadi hidup itu bersifat gerak. Yang bergerak ialah satu persatu benda jadi. Wujud satuan benda jadi ialah hewan, manusia, meja, kursi dan sebagainya. Wujud manusia sebagai benda disebut badan (raga). Raga manusia senantiasa dapat bergerak sendiri. Kalau raga itu tidak dapat lagi bergerak sendiri, maka raga itu disebut mati. Jadi mati ialah tidak lagi dapat bergerak sendiri.

Kalau kita mengerti bahwa hidup ialah laku, maka orang bebas dari anggapan bahwa hidup ialah benda. Anggapan bahwa hidup itu benda, menimbulkan persoalan yang berupa pertanyaan sebagai berikut, "Bila orang telah meninggal, maka akan ke manakah hidupnya?". Teranglah pertanyaan ini menanyakan tempat benda, yaitu si hidup yang dianggapnya benda.

Yang memerlukan tempat ialah benda, tetapi gerak tidak memerlukan tempat. Misalnya duduk ialah suatu gerak, dan oleh karena itu tidak memerlukan tempat. Yang membutuhkan tempat ialah raga yang duduk; seperti halnya si Dadap duduk di kursi. Jadi yang memerlukan tempat di kursi ialah raga si Dadap.

Laku dapat dibagi-bagi menurut artinya. Bagian-bagian laku merupakan rentetan kejadian yang saling kait-mengait dalam hubungan sebab dan akibat, yang berlangsung di dalam waktu (jaman). Maka laku memakan waktu.

Benda hidup dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Benda hidup yang dinamakan manusia, ia merasa hidup. Jadi manusia mempunyai rasa hidup. Rasa hidup inilah yang mendorong manusia bergerak.

Di sini perlu diselingi keterangan, bahwa tindakan manusia itu terdorong oleh perasaannya. Orang mencari minum karena terdorong oleh rasa haus, dan orang ingin tidur karena terdorong oleh rasa kantuk.

Bahkan bukan saja gerak manusia, tetapi gerak semua benda hidup, tumbuh-tumbuhan atau hewan, juga didorong oleh rasa hidup. Karena gerak benda hidup terdorong oleh rasa hidup, maka maksud gerak semua benda hidup ialah supaya hidupnya berlangsung terus. Maka rasa hidup menolak kematian.

Sebagai contoh, misalnya pohon mangga itu bergerak, dan akar-akarnya masuk ke dalam tanah mencari makanan, tentu dengan maksud agar hidupnya berlangsung walaupun tidak disadari. Setelah besar (dewasa) pohon mangga itu tidak berhenti di situ saja, tetapi tentu akan berbunga, dan bunga ini menjadi putik yang kemudian menjadi buah. Buah mangga itu setelah masak akan jatuh di tanah, yang kemudian tumbuh menjadi pohon mangga lain lagi. Maka bila pohon yang tua mati, yang muda akan menggantikan hidupnya.

Keadaan seperti di atas yang melangsungkan jenis pohon mangga, karena pohon muda itu pun bila sudah dewasa akan berbuah, dan demikian seterusnya. Jadi selain melangsungkan hidupnya, gerakan pohon mangga itu pun melangsungkan jenisnya.

Di sini jelaslah bahwa gerak pohon mempunyai dua macam maksud, yakni agar dapat melangsungkan hidupnya dan melangsungkan jenisnya. Demikian juga maksud gerak hewan dan manusia. Maka maksud gerak bagi pohon, hewan dan manusia ialah sama, yaitu supaya dapat melangsungkan hidup dan jenisnya.

Gerak manusia yang ditujukan untuk melangsungkan hidupnya seperti makan, berpakaian, bertempat tinggal (bhs. Jawa: pangan, sandang, papan) disebut memenuhi kebutuhan hidup (bhs. Jawa: pangupa jiwa). Bila tidak makan, manusia akan menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka makan ialah kebutuhan hidup. Kegunaan pakaian ialah untuk melindungi badan dari hawa panas atau dingin. Karena bila terserang panas atau dingin yang hebat, badan menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka pakaian merupakan kebutuhan hidup. Kegunaan tempat tinggal ialah untuk beristirahat atau tidur. Bila tidak tidur orang menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka tempat tinggal atau perumahan merupakan kebutuhan hidup.

Gerak manusia yang ditujukan untuk melangsungkan jenisnya berupa perkawinan. Bila tidak kawin, orang tidak dapat beranak-cucu, hingga habislah jenis manusia. Maka perkawinan merupakan kebutuhan hidup.

Demikianlah, "pangupa jiwa" dan perkawinan menjadi kebutuhan hidup. Bila kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi maka orang akan mati atau tidak akan berketurunan. Oleh karena itu, bila kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi, orang merasa senang dan bila tidak, orang merasa susah. Maka rasa hidup ini menimbulkan takut mati dan takut tidak berketurunan, dan mendorongnya untuk menghindari apa yang dapat menyebabkan ia mati atau tidak mempunyai keturunan.

Penyakit, kelaparan, ketelanjangan, tidak bertempat tinggal dan sebagainya, merupakan sebab kematian. Yang menyebabkan tidak berketurunan, ialah tidak dapat jodoh, perceraian, mandul, dan sebagainya. Jadi takut mati dan takut tidak mempunyai keturunan, menurut rasa hidup ialah wajar.

Bila jiwa mengalami kelainan, sering orang melakukan pantang makan, pantang tidur, pantang istri/suami dan sebagainya. Kelainan jiwa ini disebabkan karena keinginan memperoleh keunggulan dalam suatu hal (bhs. Jawa: linangkung) atau karunia dari Yang Mahakuasa. Menolak kebutuhan hidup demikian itu tidak wajar.

Menolak kebutuhan hidup menimbulkan perang batin. Padahal perang batin mengakibatkan penderitaan. Maka menolak kebutuhan hidup berarti mengalami penderitaan jiwa (bhs. Jawa: cilaka).
Bagaimanakah perang batin itu timbul? Seseorang yang pantang makan tentu akan merasa lapar. Di situ rasa ingin makan bertentangan dengan rasa pantang makan, maka terjadilah perang batin. Dalam perang batin kadang-kadang diri sendiri menjadi "yang ingin makan", dan kadang-kadang menjadi "yang pantang makan". Ketika menjadi "yang ingin makan", rasanya "aku ingin makan". Ketika menjadi "yang pantang makan", rasanya "aku pantang makan". Akulah yang menguasai nafsuku, dan yang ingin makan ialah godaan. Seolah-olah dirinya sendiri pecah menjadi dua. Demikian kebingungan seorang bila timbul perang batin, sehingga sangat sukar untuk mengatakan yang manakah dirinya sendiri.

Apabila orang menyadari kelainan dalam jiwanya, yang berupa keinginannya memperoleh keunggulan atau karunia, perang batin itu sirna. Lenyapnya perang batin, membangunkan rasa tenteram.



Kebudayaan

Semua gerak tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, didorong oleh rasa hidup dengan maksud yang sama, yakni supaya berlangsung hidupnya dan jenisnya. Tetapi cara manusia bergerak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Cara bergerak tumbuh-tumbuhan dan hewan berlangsung tanpa pengertian, karena mereka tidak memiliki pikiran. Sedangkan cara bergerak manusia berlandaskan pengertian, sebab manusia memiliki pikiran. Jadi perbedaan antara manusia dan benda hidup yang bukan manusia, hanya terletak pada kenyataan, bahwa yang satu mempunyai pikiran, sedang yang lain tidak mempunyainya.

Jika seseorang memakai pikirannya untuk berpikir, maka ia akan mendapat pengertian. Jumlah pelbagai pengertiannya ini merupakan ilmu. Maka tindakan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya perlu berlandaskan ilmu, karena tanpa ilmu ia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Benda hidup lain, kecuali manusia, dapat bertindak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa ilmu. Misalnya telur itik yang menetas langsung menjadi anak itik. Anak itik itu walaupun baru sehari umurnya, bila terjun ke air sudah pandai berenang. Sedang manusia yang belajar berenang dalam tiga bulan lamanya, masih kalah pandainya dari anak itik. Dalam usahanya mencari makanan, anak itik tidak pernah mendapat didikan dari induknya, namun ia tidak pernah salah menelan pecahan kaca.

Demikianlah tindakan hewan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dapat terlaksana tanpa pengertian. Sebaliknya bayi berusia satu tahun, bila tidak dijaga oleh pengasuhnya sering menelan batu kerikil, karena ia tidak mengerti. Tetapi karena bayi itu anak manusia, seharusnyalah ia mengerti. Maka supaya tidak bertindak keliru bayi itu perlu diawasi oleh pengasuhnya. Karena itu manusia memerlukan pendidikan.

Jadi tindakan hewan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tidak bisa keliru. Seekor kucing tidak pernah keliru menerkam ketimun, sedang manusia bisa salah menelan asap tembakau. Kambing tidak pernah menggantung diri, tetapi manusia acapkali menggantung diri. Hewan tidak pernah menyimpang dari maksud tujuan gerak hidup, tetapi manusia bisa menyimpang dari maksud tujuan gerak hidup.

Dari itu bila manusia bertindak tanpa ilmu pengetahuan, maksud tujuan tindakannya tidak akan tercapai. Umpamanya orang menanak nasi, bila tanpa pengetahuan, berasnya tidak bisa menjadi nasi. Bagi manusia, ilmu pengetahuan ialah syarat mutlak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Dalam masyarakat terdapat banyak ilmu pengetahuan guna mencukupi kebutuhan masyarakat dan perorangan. Macam-macam ilmu itu ialah ilmu pertanian, peternakan, pertukangan, sosial, ekonomi, perkawinan, politik, filsafat, ilmu jiwa dan sebagainya. Jumlah semua ilmu yang ada di masyarakat itu dinamakan kebudayaan.

Dengan semua ilmu itu, lahirlah barang-barang buatan manusia, sebagai alat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena pikiran bila diolah bisa mengalami kemajuan, maka cara manusia untuk mewujudkan barang-barang bisa mengalami kemajuan juga.

Dalam usaha memenuhi kebutuhan makan, manusia mula-mula mengambil hasil hutan dan memburu hewan, kemudian maju dengan bercocok tanam dan memelihara ternak. Demikian pula dalam hal pakaian, dari hanya memakai kulit kayu atau kulit hewan yang diikatkan pada badannya, kemudian maju memintal benang dan menenun kain. Dalam hal tempat tinggal, dari hanya berdiam di gua, kemudian maju membuat rumah bambu, rumah kayu, rumah gedung dan seterusnya.

Sebaliknya karena hewan tidak mempunyai pikiran, maka alat-alatnya tidak mengalami kemajuan. Misalnya pembuatan sarang burung tempua (manyar). Walaupun sarang itu indah mungil, tetapi seratus tahun yang lampau dan seratus tahun yang akan datang, sarang itu tetap serupa. Ada sejenis hewan yang dianggap lebih maju dari jenis lainnya, tetapi karena alat-alat jenis hewan ini pun tidak mengalami kemajuan, maka apa yang dihasilkan oleh hewan ini tiada pula mengalami kemajuan.

Ada lagi perbedaan antara manusia dan hewan, yakni dalam bidang kesenian. Manusia membutuhkan keindahan yang dirasakan melalui pancainderanya. Kebutuhan tadi diwujudkan dalam bentuk barang yang dapat memenuhi kebutuhan jiwa melalui pancaindera. Barang itu berwujud pelbagai macam seni rupa, seni bangunan, seni gerak dan seni tari yang indah, seni suara, dan macam-macam seni lainnya yang dapat dinikmati melalui hidung, lidah dan alat peraba.

Ada lagi perbedaan antara manusia dan hewan dalam hal rasa, yang disebabkan ada dan tidak adanya pikiran. Hewan hanya mempunyai rasa senang dan susah, tetapi tidak mempunyai rasa bahagia dan derita. Sedang manusia, selain mempunyai senang dan susah, juga mempunyai rasa bahagia dan derita. Karena manusia mempunyai pikiran, maka ia mempunyai cita-cita. Bahagia bila cita-citanya tercapai dan derita bila cita-citanya tidak tercapai.

Cita-cita inilah yang dapat menyelewengkan tindakannya dari tujuan hidup, yaitu kelangsungan hidup pribadinya dan jenisnya. Bila cita-citanya gagal, orang sering bersikap nekad, bahkan bersedia untuk bunuh diri, Ini jelas bertentangan dengan tujuan hidup. Jadi cita-cita itu menyebabkan orang tergelincir dari rel tujuan hidup.

Apabila orang mencita-citakan sesuatu, tetapi tidak mengerti cara bagaimana mencapainya, sering ia berpantang tidur atau berpantang hubungan istri/suami. Padahal semua yang dipantangnya merupakan kebutuhan hidup. Maka pantangan tadi ialah tindakan menyimpang dari jalan tujuan hidup.

Dalam masyarakat terdapat banyak macam ilmu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Jumlah ilmu itu dinamakan kebudayaan. Jadi dalam masyarakat terdapat kebudayaan.

Masyarakat dunia terdiri dari bangsa-bangsa. Bangsa-bangsa itu mendiami tanah yang berbeda-beda keadaannya, ada tanah datar dan ada tanah pegunungan; ada yang hawanya dingin dan ada yang panas. Karena itu, alat-alat untuk mencukupi kebutuhan hidup pun berbeda bagi masing-masing bangsa. Perbedaan alat-alat itulah yang menyebabkan corak kebudayaan masing-masing bangsa berbeda-beda pula.

Perbedaan corak kebudayaan ini sering dipakai sebagai senjata untuk saling mengejek. Ejek-mengejek ini kerap kali menimbulkan peperangan.
Jadi tiap-tiap bangsa, masing-masing mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Ada yang terbelakang dan ada yang maju. Pada umumnya, terbelakang atau majunya kebudayaan suatu bangsa, digunakan sebagai ukuran bagi rendah atau tingginya derajat bangsa itu.

Maka bangsa yang tinggi kebudayaannya, dianggap tinggi derajatnya.

Bagian-bagian kebudayaan suatu bangsa, ada yang terbelakang dan ada yang sudah maju. Suatu bangsa, yang cara menggarap sawahnya dengan bajak ditarik hewan, dianggap lebih rendah daripada bangsa lain yang cara menggarap sawahnya dengan mesin. Jadi bajak ditarik hewan, dianggap lebih rendah dari mesin, dalam arti kebudayaan.

Bangsa yang bagian kebudayaannya rendah, dapat belajar dari bangsa lain. Sedang bangsa yang bagian kebudayaannya tinggi, dapat menyumbang pada bangsa lain. Demikianlah bangsa-bangsa dapat saling memperoleh faedah dalam kebudayaan, dan ini memungkinkan terwujudnya kesejahteraan bersama lahir dan batin.

Masyarakat

Ada dua cara hidup hewan, yang satu menyendiri seperti tokek, gangsir (semacam cengkerik), dan yang lain berkelompok seperti lebah dan sebagainya. Cara hidup demikian sesuai dengan hukum alam, karenanya tidak dapat diubah. Lebah jika dipisahkan pasti mati. Sebaliknya gangsir, jika dikelompokkan pasti mati. Sebab dalam kelompok, gangsir selalu berkelahi. Maka bila diubah cara hidupnya, hewan tersebut tidak dapat melangsungkan hidup pribadinya dan jenisnya.

Manusia termasuk jenis yang cara hidupnya berkelompok, jadi serupa dengan jenis lebah. Dalam kelompok, orang saling memberi dan mengambil kefaedahan masing-masing. Tindakan tersebut dinamakan gotong royong atau kemasyarakatan. Adapun cara bertindak untuk saling memberi dan mengambil faedah masing-masing ialah sebagai berikut: Misalnya tukang besi, pekerjaannya tidak lain hanya memukuli besi. Namun ia makan nasi walaupun tidak menanam padi. Ini hanya mungkin karena adanya saling memberi dan mengambil faedah masing-masing, antara pak tani dan si tukang besi. Tukang besi memperoleh padi dari pak tani dan pak tani memperoleh pacul dari tukang besi. Saling memperoleh kefaedahan di atas, memungkinkan masing-masing pihak merasa cukup dan enak.

Ada contoh lain yang lebih jelas lagi. Misalnya ada nasi sepiring, orang bertanya, "Siapakah yang mengadakannya?" Bila dijawab bahwa pak tanilah yang mengadakannya karena ia yang menanam padi, maka jawaban itu kurang tepat; karena pak tani tidak dapat menanam padi tanpa pacul, garu dan bajak. Bajak dibuat oleh tukang kayu. Karena itu tukang kayu pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Bajak tanpa mata-bajak tidak dapat dipakai. Karena mata-bajak dari besi itu dibuat oleh tukang besi, maka tukang besi pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Apabila pembagian aliran air untuk sawah tidak teratur, maka padi tidak akan tumbuh. Karena itu, pengatur (bhs. Jawa: ulu-ulu) aliran air pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Apabila di antara petani timbul perselisihan dan tidak ada yang mendamaikan, maka mereka tidak sempat menanam padi. Dalam perselisihan itu jaksalah yang mendamaikan mereka. Ini berarti, jaksa pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Apabila tidak diatur pamong praja, pak tani akan saling berebut batas dan pematang (bhs. Jawa: galengan), sehingga pak tani tidak sempat menanam padi. Jadi pamong-praja pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Demikian pula halnya dengan polisi dan tentara yang menjaga keamanan dan pertahanan, mereka pun turut mengadakan sepiring nasi itu. Dengan demikian maka pekerjaan masing-masing orang itu saling berhubungan sehingga setiap orang berhubungan dengan semua orang. Hubungan semacam itu disebut masyarakat.

Agar hidup manusia dapat berlangsung, caranya ialah dengan jalan bermasyarakat. Bila hidup menyendiri, yakni tanpa berhubungan dengan orang lain, orang tentu mati, karena tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Jadi hidup ialah berhubungan.

Apabila menyendiri, orang ingin memakai celana saja tidak mungkin, karena ia harus menanam kapas sendiri, memberantas hama kapas sendiri, memintal dan membuat alat pintal sendiri, membuat paku, menenun dan membuat alat tenun sendiri, yang kesemuanya itu tentu tidak mungkin.

Jadi, nilai pekerjaan setiap orang bagi masyarakat ialah sama. Pekerjaan memotong rumput dan membikin arang, pekerjaan sebagai polisi, tentara atau pamong praja, sama nilainya bagi masyarakat. Karena bila salah satu macam pekerjaan tidak lagi berhubungan dengan masyarakat, maka roda masyarakat tidak dapat berputar secara beres. Andaikata tidak ada orang membuat arang, tukang besi tidak akan dapat membuat pacul, pak tani tidak dapat menanam padi, dan semua orang kelaparan. Demikian halnya dengan lokomotif, yang tidak akan dapat berjalan bila dicabut sebuah sekrupnya. Demikianlah ketergantungan satu orang dengan yang lain.

Apabila seseorang mengerti bahwa kelangsungan hidupnya tergantung pada masyarakat, maka orang akan mengerti bahwa apabila ia mengganggu orang lain, ia akan mengganggu masyarakat. Mengganggu masyarakat berarti pula mengganggu diri sendiri. Jadi mengganggu orang lain sama dengan mengganggu diri sendiri.

Jadi jelaslah bahwa masyarakat ialah diri sendiri. Karena itu, membangun masyarakat ialah membangun diri sendiri, dan membangun diri sendiri ialah membangun masyarakat. Kesadaran akan inilah yang disebut rasa bersatu dengan masyarakat.



Pergaulan

Cara hidup berkelompok ini mengharuskan orang bergaul dengan orang lain. Selain bergaul dengan orang lain, orang pun bergaul dengan benda-benda. Maka dalam pergaulan itu orang bergaul dengan orang lain dan dengan benda-benda.

Karena orang memiliki pikiran, ia akan merasa enak dalam pergaulan bila ia mengerti sifat dari pihak yang diajak bergaul. Bila ia mengerti sifat-sifat dari sesuatu yang dihubunginya, ia akan merasa enak, karena tindakannya benar. Tetapi bila ia tidak mengerti sifat tersebut, ia akan merasa tidak enak karena tindakannya yang salah. Jadi rasa enak atau tidak enak, dalam hubungan ini hanyalah berpangkal pada persoalan mengerti atau tidak mengerti.

Misalnya, bila orang mengerti sifat api, ia akan merasa enak dan bebas berhubungan dengan api, karena ia dapat bertindak benar. Bila tidak disengaja, ia tiba-tiba memegang api sehingga terbakar tangannya, orang pun merasa enak. Rasa enak di sini tidak berarti enak terbakar. Rasa terbakar tentu saja sakit. Tetapi enak di sini berarti rasa tidak menyalahkan api. Jadi mengerti itu menimbulkan rasa merdeka.
Manusia hanya dapat menguasai benda-benda yang ia ketahui dan mengerti sifat-sifatnya. Dengan mengerti angin berikut sifat-sifatnya, orang dapat mempergunakannya untuk menjalankan perahu layarnya, dan sebagainya. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa jenis manusia itu merajai dunia.

Begitu juga dalam hubungan dengan orang lain, orang akan merasa enak bila ia mengerti sifat orang lain itu. Untuk mengerti orang lain, lebih dulu. ia harus dapat menjawab pertanyaan, "Manusia itu apa?" Manusia ialah benda hidup yang mempunyai rasa. Rasa ini penting sekali bagi manusia, dan benda-benda hanyalah untuk mengenakkan rasanya. Maka rasa itu ialah hakikat manusia. Bila ada sesosok tubuh dengan kepala, badan, tangan, kaki, telinga, hidung, dan lain-lain, tetapi tanpa rasa, maka itu bukan manusia lagi melainkan mayat.

Walaupun manusia memiliki banyak macam rasa, namun pada umumnya rasa itu dapat dibagi atas dua macam yang pokok, yakni rasa enak dan tidak enak. Supaya enak dalam hubungan dengan orang lain, orang perlu mengetahui rasa orang lain. Karena manusia selain berhubungan dengan benda juga berhubungan dengan rasa, maka bila ia tidak mengerti rasa orang lain, ia tidak akan merasa enak dalam pergaulan hidup.

Hubungan yang tidak enak ini berupa perselisihan. Perselisihan secara berkelompok akan menyebabkan perang. Jadi tidak mengerti rasa orang lain ini menyebabkan perang. Cara perang itu bermacam-macam, tembak-menembak, maki-memaki, ejek mengejek, saling membusukkan dan saling berprasangka buruk. Maka perang itu tidak hanya tembak-menembak. Sebelum pecah perang, terlebih dulu orang saling memaki, saling mengejek, saling membusukkan dan saling berprasangka buruk. Jadi perang ialah perkembangan prasangka buruk. Dalam hal rasa, tembak-menembak dan saling berprasangka buruk itu sama. Jadi saling berprasangka buruk sama dengan tembak-menembak. Demikian macam-macam peperangan atau perselisihan. Perang itu mutlak keliru dan jahat. Menang atau kalah, perang tetap keliru dan jahat, karena manusia perlu melangsungkan hidupnya, sedangkan perang yang berwujud tembak-menembak berarti bunuh-membunuh. Maka perang bertentangan dan berdosa terhadap rasa hidup.

Bila diselidiki dalam rasa kita sendiri, dapat ditemukan bahwa orang hidup tidak menginginkan perang. Meskipun demikian, toh terjadi juga perang. Maka perang itu timbul dari kebodohan, yang menyebabkan tidak terlaksananya tujuan hidup.

Kecuali berdosa terhadap rasa hidup, perang juga berdosa terhadap pergaulan. Tujuan pergaulan ialah untuk dapat merasakan enak bersama, tetapi perang menimbulkan rasa tidak enak bersama. Maka perang berdosa pada rasa hidup dan pergaulan.

Perang atau perselisihan itu disebabkan karena orang tidak mengerti rasa orang lain dalam pergaulan. Bila orang mengerti rasa orang lain, perselisihan atau perang akan lenyap. Jadi memberantas perang atau perselisihan harus dengan mengetahui atau mengerti rasa orang lain.
Untuk mengetahui dan mengerti rasa orang lain, rasa diri sendirilah yang menghalang-halangi. Bila rasa diri sendiri yang menghalang-halangi itu tidak diketahui, orang tidak mungkin mengetahui rasa orang lain. Jadi supaya bisa mengetahui rasa orang lain, terlebih dulu orang harus mengetahui rasa diri sendiri yang menghalanginya untuk mengetahui rasa orang lain.

Mengetahui rasa diri sendiri ini dinamakan pengetahuan atau pengertian pribadi (bhs. Jawa: pangawikan pribadi). Pribadi atau diri sendiri di sini, dimaksud bukan pribadi yang muluk-muluk, tetapi pribadi/diri sendiri yang merasa apa-apa, menginginkan apa-apa, dan berpikir apa-apa. Jadi memberantas perang atau perselisihan harus dengan pengetahuan/pengertian diri sendiri.
Logged
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek
________________________________________
sobat-dharma
• KalyanaMitta

• Thank You
• -Given: 112
• -Receive: 113

• Posts: 1.004
• Reputasi: 40
• Gender:

Re: FILSAFAT RASA HIDUP, Oleh Ki Ageng Suryomentaram
« Reply #2 on: 16 January 2009, 06:45:27 PM »
Pengetahuan Diri Sendiri

Orang baru dapat mengenal diri sendiri setelah berhubungan dengan benda-benda, orang lain dan gagasannya, atau dengan rasanya sendiri. Orang hidup tentu berhubungan dengan sesuatu, karena dalam hubungan itu ia baru merasa bahwa ia ada. Rasa ada ini senantiasa merasakan segala apa yang ada. Maka rasa ada itu boleh dikatakan sama dengan hubungan atau bergaul.
Pergaulan itu pasti mencakup diri sendiri dan apa yang bukan diri sendiri. Setiap tindakan, setiap kata dan setiap keinginan, tentu berhubungan dengan sesuatu; yang mencakup diri sendiri dan apa yang bukan diri sendiri. Dalam tindakan, ucapan dan keinginan sendiri inilah orang dapat mengetahui diri sendiri.

Mengenal diri sendiri itu sulit, karena orang tidak biasa berusaha mengenal diri sendiri. Orang hanya biasa merasakan diri orang lain. Bila orang bertengkar dengan istrinya, biasanya ia hanya menyalahkan istrinya, dan tidak berusaha untuk mawas diri. Dalam hatinya ia berkata, "Wah, istriku ini sebentar-sebentar berlaku begini, begitu, begini, begitu, sehingga malanglah nasibku." Tetapi bila orang itu ditanya kembali, "Memanglah istrimu itu begini, begitu, begini, begitu, tetapi bagaimanakah dengan kamu sendiri?" Orang tadi akan terperanjat dan mengaku bahwa dirinya sendiri tidak ditelitinya. Demikian pula dalam hubungan dengan anak dan tetangganya, orang itu tidak memeriksa atau meneliti dirinya sendiri. Ini menunjukkan bahwa orang tidak biasa meneliti diri sendiri.

Kedudukan diri sendiri dalam hubungan itu ialah, sebagai pihak yang menyambut atau menanggapi. Bila berhubungan dengan benda-benda, diri sendiri itu menanggapi benda-benda. Sedangkan kalau berhubungan dengan orang lain, gagasan, atau rasa sendiri, ia pun menanggapi orang lain, gagasan atau rasa sendiri itu. Tegasnya, diri sendiri merasa sesuatu dalam hubungan itu. Bila melihat atau mendengar sesuatu, diri sendiri tentu ikut merasakan sesuatu. Jadi yang merasakan sesuatu, ialah dirinya sendiri dalam menyambut sesuatu yang dilihatnya atau didengarnya.

Demikian pula apabila kita berjumpa dengan orang lain, maka dirinya sendirilah yang merasakan sesuatu. Yang merasakan sesuatu inilah diri sendiri dalam menanggapi orang lain. Demikianlah, diri sendiri dalam menanggapi dunia luar.

Yang lebih sukar, ialah untuk mengetahui rasa diri sendiri dalam menanggapi gagasan atau rasanya sendiri. Karena gagasan atau rasa hati itu tidak terlihat oleh mata dan tidak tertangkap oleh pancaindera. Maka gagasan atau rasa hati dianggap seolah-olah diri sendiri. Yang seharusnya dilihat, dianggap sebagai yang melihat atau yang berkuasa. Pada umumnya gagasan atau rasa hati sendiri itu dianggap sebagai yang berkuasa, sehingga sukar untuk dikuasai.

Agar mudah dipahami, di sini perlu diberi contoh secara terperinci, bagaimana orang menanggapi sesuatu yang dihadapinya. Yang menanggapi sesuatu itu, menanggapinya dengan rasa suka dan benci. Misalnya pada waktu orang hendak membaca buku, ia akan menanggapi lampu terang dengan rasa senang, karena lampu itu memenuhi kebutuhannya. Karena itu, lampu terang dianggap baik. Sebaliknya, pada waktu ia hendak tidur, ia menanggapi lampu terang itu dengan rasa benci. Karena lampu terang menyilaukan matanya dan tidak memenuhi kebutuhannya. Orang yang hendak tidur, tidak membutuhkan lampu yang terang. Demikianlah, orang dapat menanggapi sebuah lampu terang dengan rasa senang atau benci, sesuai dengan kebutuhannya sesaat.

Kita menanggapi orang lain juga dengan rasa senang atau benci. Kalau ia seorang sahabat, kita akan menanggapinya dengan rasa senang. Tetapi kalau ia seorang musuh, kita menanggapinya dengan rasa benci. Bahkan orang yang sama, sering kita tanggapi, dengan senang dan benci, sesuai dengan kebutuhan kita sesaat. Hal inilah yang menyebabkan orang cekcok dengan suami atau istrinya. Terhadap suami atau istri, orang terkadang merasa senang, terkadang benci. Maka suami-istri itu selain menjadi kawan dalam hal-hal tertentu, juga dapat menjadi kawan bercekcok.

Lebih sukar lagi untuk mengetahui rasa senang dan benci, yang menanggapi gagasan atau rasa sendiri, karena gagasan atau rasa itu sering menjadi satu dengan senang dan benci. Sehingga sukar memisahkan gagasan dengan rasa suka dan benci.

Misalnya gagasan tentang permainan "jaelangkung", yakni sebuah keranjang yang dimasuki sukma orang mati. Rasa senang atau benci yang menanggapi "jaelangkung" itu berubah rupa menjadi percaya atau tidak percaya. Bila perubahan itu tidak disadari, orang tidak mengerti bahwa percaya atau tidak percaya itu berasal dari rasa senang atau bencinya.

Demikian pula kesukaran untuk mengetahui rasa senang atau benci yang menanggapi rasanya sendiri. Misalnya dalam menanggapi rasa marahnya sendiri; rasa senang atau benci itu akan berganti rupa, menjadi rasa membela marah atau menahan marah.

Jadi mengetahui dirinya sendiri dalam pergaulan, berarti mengetahui rasanya sendiri yang senang atau benci dalam menanggapi sesuatu yang digauli. Tetapi kalau hal ini tidak disadari, maka kita akan menemui kesukaran berupa perselisihan dalam hubungan kita dengan orang lain.

Misalnya kita mendengar gamelan, kemudian mendengar musik. Kalau kita mendengarkan gamelan dengan rasa senang, dan mendengarkan musik dengan rasa benci, dan tanggapan kita ini tidak kita ketahui, berarti kita tidak menikmati lagu gamelan dan musik, melainkan menikmati hafalan dari lagunya. Kenikmatan semacam itu ialah kenikmatan seorang pemain gamelan atau musik, dan bukan kenikmatan seorang seniman yang dapat menyatukan dirinya dengan lagu.

Kalau hal ini tidak disadari maka ia akan hanyut dalam rasa senang atau bencinya, sehingga yang senang gamelan berselisih dengan yang senang musik. Bahkan ada kalanya, ia mengajak orang-orang lain untuk berselisih beramai-ramai.

Untuk mengetahui rasa senang kita terhadap gamelan, maka kita harus menelitinya sebagai berikut, "Aku ingin menikmati lagu, akan tetapi mengapa aku senang gamelan, sehingga tidak dapat menikmati lagu?" Bila diketahui demikian, rasa senang itu akan lenyap, yang berarti rasa senang itu tidak lagi menghalangi untuk menikmati lagu. Orang akan mengerti bahwa kenikmatan lagu tidak terbatas oleh gamelan atau musik.

Demikian pula untuk mengetahui rasa benci kita, kita dapat menelitinya sebagai berikut, "Aku benci akan musik itu, hanyalah karena aku tidak hafal sehingga tidak dapat mengikuti lagunya." Jadi sebenarnya aku tidak hendak menikmati lagu, tetapi hanya ingin mengikuti lagu. Bila diketahui demikian, benci itu sirna, yang berarti rasa benci itu tidak menghalangi keinginan menikmati lagu. Jadi senang atau benci terhadap musik atau gamelan, bergantung pada kegemaran kita.

Dalam bergaul dengan orang, tanggapan kita pun berupa rasa senang atau benci. Rasa ini bila tidak diketahui dapat menimbulkan perselisihan. Misalnya kalau kita mendengar kabar ada seorang laki-laki berpoligami. Kalau yang menanggapi kabar itu rasa benci kita, maka kita akan mencelanya, "Laki-laki yang kawin dengan lebih dari satu perempuan, tidak memberi kesempatan kepada orang lain." Tetapi bila rasa senang kita yang menanggapi kabar itu, maka kita membelanya, "Sedang yang memadu itu senang dan yang dimadu pun tidak berkeberatan, mengapa mereka dipersoalkan." Bila hal ini tidak kita pahami, maka kita akan mengajak orang lain untuk membenci atau menyetujui bersama, yang akhirnya akan menjadi kelompok-kelompok pembela dan penentang poligami yang saling bermusuhan. Perkembangan permusuhan semacam ini bisa berkembang menjadi saling tembak-menembak.

Bila tanggapan kita yang berupa rasa suka atau benci yang menghalangi itu diketahui, maka kita akan dapat mengetahui atau mengerti rasa orang berpoligami, yang serupa benar dengan rasa kita sendiri. Cara untuk mengetahuinya sebagai berikut, "Aku ingin mengetahui rasa orang berpoligami, tetapi karena senang atau benci poligami, maka aku tidak dapat mengetahuinya. Sebab dua macam rasa itu menghalangiku." Bila diketahui demikian, rasa senang atau benci akan lenyap. Artinya tidak lagi mengalaminya. Barulah kita mengetahui rasa orang berpoligami, yang serupa benar dengan rasa kita sendiri.

Adapun tindakan seseorang, tentu terdorong oleh rasanya. Mencari minuman terdorong oleh rasa haus, ingin tidur terdorong oleh rasa kantuk. Tindakan orang berpoligami ialah terdorong oleh rasanya, yang menghendaki wanita yang bukan istrinya. Setelah rasa orang berpoligami itu diketahui, maka kita dapat meneliti diri kita sendiri dengan pertanyaan berikut, "Apakah aku juga menginginkan wanita yang bukan istriku?" Untuk menjawab pertanyaan di atas, sering kita merasa malu. Sebab keinginan semacam itu kita anggap jelek, karena kita mengira bahwa yang memiliki keinginan semacam itu hanya kita sendiri atau beberapa orang saja. Maka penelitian terhadap diri sendiri dapat dimulai dengan berpikir seperti di bawah ini.

Laki-laki walaupun sudah amat tua, bila melihat wanita cantik tentu merasa senang. Rasa senang ini jika dikupas berisikan keinginan. Padahal wanita cantik itu bukan istrinya. Jadi orang tua itu pun menginginkan wanita yang bukan istrinya. Demikian pula wanita, walaupun sudah amat tua, bila melihat laki-laki yang tampan, tentu merasa senang. Rasa senang ini bila diteliti berisikan keinginan. Padahal laki-laki itu bukan suaminya. Jadi wanita itu pun menginginkan laki-laki yang bukan suaminya.
Teranglah bahwa diri sendiri dan semua orang, mempunyai rasa mengingini orang yang bukan suami atau istrinya. Jika keinginan itu tidak sampai terlaksana, hal itu disebabkan hanya karena keadaan, kemiskinan atau kekhawatiran terhadap anak-anaknya, dan sebagainya. Jadi rasa ingin berpoligami bagi semua orang sama.

Bila kita mengetahui bahwa rasa orang berpoligami ialah serupa benar dengan rasa kita sendiri, maka kita akan damai dengan orang lain tadi. Rasa damai ini berarti tidak menyetujui atau membenci, tidak memuji atau mencela, yaitu berselisihan. Rasa damai itu sama dengan damai terhadap kenyataan, bahwa matahari terbit di sebelah timur.

Orang menanggapi rasanya sendiri, juga dengan rasa senang atau bencinya. Misalnya, bila ia menanggapi amarahnya dengan rasa benci, maka rasa marah itu ditekannya, sehingga ia tidak mengerti makna amarahnya. Menahan amarah itu rasanya sebagai berikut, "Kalau amarahku ini menjadi perbuatan, maka tidak enaklah akibatnya." Menahan marah berarti mendambakan kesabaran. Kalau rasa benci ini tidak diketahui, ia akan menimbulkan perang batin, yaitu perang antara amarahnya dan angan-angannya untuk kesabaran.
Apabila yang menanggapi amarahnya sendiri itu rasa senangnya, ia akan membela amarahnya demikian, "Kalau saya tidak marah, maka saya akan senantiasa dihina." Dengan demikian ia tidak akan mengetahui arti amarahnya. Kalau tanggapan rasa senang atau benci itu diketahui, maka orang akan mengetahui arti amarahnya sendiri.

Adapun penelitian rasa senang dan benci dapat dilakukan sebagai berikut,"Aku ingin tahu arti amarahku, tetapi karena aku benci atau senang akan amarah itu, maka aku tidak dapat mengetahui arti amarahku." Kalau hal ini disadari, maka rasa senang atau benci itu segera lenyap, yaitu tidak menutupi lagi. Barulah orang mengetahui arti amarahnya.

Marah itu berarti membela hal yang dianggap penting untuk diri sendiri. Jika kepentingannya sendiri diganggu orang, ia lantas marah. Wujud kepentingan manusia itu ada berbagai macam, seperti harta benda, kehormatan, kekuasaan, keluarga, kelompok, kebangsaan, jenis kelamin, ilmu kebatinan, kepandaian, ilmu, dan lain-lain. Setiap orang berbeda-beda dalam menilai kepentingannya sendiri. Salah satu kepentingannya dinilai lebih tinggi dari yang lain. Jadi kepentingan-kepentingan ini ada yang dinilai nomor satu, nomor dua dan seterusnya. Berat ringannya kemarahan tergantung pada tinggi rendahnya penilaian itu. Jika orang diganggu kepentingannya yang nomor satu, ia akan marah sekali.

Bila rasa senang atau benci dalam menanggapi rasa sendiri senantiasa diketahui, maka orang akan dapat mempelajari apa yang menjadi kepentingannya melalui pengetahuan tentang diri sendiri (pangawikan pribadi). Bila pengertian diri sendiri ini makin dalam dan luas, orang akan mengerti bahwa dasar landasan kepentingannya itu keliru. Landasan keliru inilah yang menimbulkan rasa tidak enak dalam pergaulan.
Apabila kepentingan harta benda itu landasannya keliru, maka ia akan merupakan keserakahan. Padahal kegunaan harta benda hanyalah sebagai alat untuk mencukupi kebutuhan hidup. Maka keserakahan berarti mempergunakan harta benda secara salah.

Apabila kepentingan kehormatan itu landasannya keliru, maka ia akan menjadi gila hormat. Padahal rasa hormat itu mengandung kenikmatan, baik bila diri sendiri menghormati orang lain, maupun bila orang lain menghormati dirinya. Jadi gila hormat (minta dihormati) berarti mempergunakan kehormatan secara salah.

Apabila kepentingan kekuasaan itu landasannya salah, maka ia akan merupakan hasrat menguasai orang lain. Padahal orang berkuasa atau dipercaya itu disebabkan karena ia mengenakkan orang lain. Jadi ingin menguasai orang lain tanpa mengenakkan orang lain, berarti mempergunakan kekuasaan secara salah.

Demikianlah seterusnya, untuk mengetahui kepentingan kita yang dipergunakan secara salah. Bila diketahui, maka landasan kepentingan yang salah itu akan menjadi benar. Demikian faedahnya mengetahui rasa senang dan benci kita dalam tanggapan kita terhadap rasa kita sendiri.

Bila rasa senang dan bencinya itu diketahui, orang lantas merasa enak dalam pergaulannya dengan benda-benda, dengan orang lain dan dengan rasanya sendiri.

Pengetahuan tentang senang dan bencinya sendiri ini, dinamakan pengetahuan diri sendiri (pangawikan pribadi). Jadi pengetahuan diri sendiri ialah syarat untuk membangkitkan rasa enak dalam pergaulan.
Logged
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

kehidupanku

0 comments
Sungguh aku merasa begitu dilema dengan jalan yang ku lalui
Entah di persinggahan mana ku terhenti
Seluk- beluk dan celah tujuan sedikitpun blum tampak
Kaki terasa begitu berat untuku melangkah lagi
Bekal perjalananpun makin menipis
Kini hanya tersisa seteguk air penghilang dahaga
Berharap hanya ibarat mimpi di siang bolong
Meratapun terasa percuma dan hanya membuang energi saja
Ku paksakan untuk merangkak dan masih menggantungkan asa
Di balik cercaan terik mentari dan hinaan jalan berbatuan

Tuesday, May 3, 2011

Ahmadiyah dari ahmadiyah.org

0 comments
GERAKAN AHMADIYAH INDONESIA

Penegak Akidah Khatamun-Nabiyyin







Allah SWT bersabda:

Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan berbuat baik, bahwa Ia pasti akan membuat mereka penguasa (khalifah) di bumi sebagaimana Ia telah membuat orang-orang sebelum mereka menjadi penguasa (khalifah), dan bahwa Ia akan menegakkan bagi mereka agama mereka yang telah Ia pilih, dan bahwa Ia akan memberi keamanan sebagai pengganti setelah mereka menderita ketakutan. Mereka akan mengabdi kepada-Ku, dan tak akan menyekutukan Aku dengan apapun. Dan barang siapa sesudah itu tidak bersyukur, mereka adalah orang-orang durhaka

(QS 24:55)



Nabi Suci Muhammad saw bersabda:

”Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini pada permulaan tiap-tiap abad orang yang akan memperbaharui baginya agamanya”

(HR Abi Daud)





Ahmadiyah: Gerakan Pembaharuan Islam

Menurut ayat suci di atas Allah berjanji akan menjadikan umat Islam sebagai penguasa (khalifah) dimuka bumi, yang pemenuhan janji itu pasca Nabi Suci dibangkitkannya Khalifah ruhani atau Mujaddid pada permulaan tiap-tiap abad Mujaddid adalah orang yang memperbaharui agama Islam. Pembaharuan (tajdid) adalah dinamisasi (iman) purifikasi (akidah dan ibadah) dan reinterpretasi Quran Suci sesuai dengan tuntutan zaman. Berkat tajdid Islam selaras dengan fitrah manusia sebagaimana diajarkan oleh Quran Suci dan Sunnah Nabi. Pembaharuan para mujaddid itulah yang disebut Gerakan Pembaharuan Dalam Islam. Pada akhir zaman ini Gerakan itu bernama Ahmadiyah. Jadi Ahmadiyah adalah Gerakan Pembaharuan Dalam Islam.

Ahmadiyah didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alqadiani, Mujaddid abad ke-14 Hijriyah yang bergelar Almasih dan Mahdi, berdasarkan ilham dari Allah SWT. Yang beliau terima pada tanggal 1 Desember 1888 sekarang Ahmadiyah telah tersebar di seluruh dunia.

Ahmadiyah berjuang hanya untuk membela dan menyiarkan Islam diakhir zaman ini melalui lima cabang kegiatan dakwah Islam yang telah digariskan oleh Mujaddid dalam kitab Fathi Islam (1893), yaitu: (1) Menyusun karangan-karangan atau buku-buku dan menerbitkannya. (2) Menyiarkan brosur-brosur dan maklumat-maklumat yang dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi, (3) Komunikasi langsung dengan kunjung-mengunjung, mengadakan ceramah-ceramah dan majelis taklim, (4) Korespondensi dengan mereka yang mencari atau menolak kebenaran Islam, dan (5) Beat.



Dua Golongan Ahmadiyah

Setelah pendiri Gerakan Ahmadiyah wafat (26 Mei 1908), Gerakan Ahmadiyah dipimpin oleh Shadr Anjuman Ahmadiyah yang diketuai oleh Maulvi Hakim Nuruddin. Setelah beliau wafat pada tanggal 13 Maret 1914, Shadr Anjuman Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, putera pendiri Gerakan Ahmadiyah. Beberapa saat setelah ia terpilih, timbullah perbedaan pendapat yang penting dan mendasar. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad berpendapat bahwa : (1) Masih Mau’ud itu betul-betul Nabi, (2) beliau itu ialah Ahmad yang diramalkan dalam Qur’an Suci 61:6, dan (3) semua orang Islam yang tidak berbeat kepadanya, sekalipun tidak mendengar nama beliau, hukumnya tetap kafir dan keluar dari Islam (Ainai Sadaqat, hal. 35). Jadi menurut Basyruddin Mahmud Ahmad, Nabi Suci Muhammad saw. bukanlah Nabi terakhir, padahal H.M. Ghulam Ahmad mengajarkan bahwa Nabi Suci Muhammad saw adalah Nabi terakhir, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru (Ayyamus-Shulh, hlm.74).

Pendapat Basyuruddin Mahmud Ahmad yang bertentangan dengan ajaran Imam Zaman tersebut yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam Ahmadiyah. Mereka yang setuju terhadap pendapat yang menyimpang dari ajaran Pendiri Ahmadiyah tersebut tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah, yang dikenal sebagai Ahmadiyah Qadian, karena pusatnya di Qadian, India, tetapi setelah Pakistan dan India merdeka pindah ke Rabwah, Pakistan yang kemudian pasca 1984 Khalifahnya berada di Inggris. Pemimpin jemaat Ahmadiyah disebut Khalifah. Lengkapnya Khalifatul-Masih.

Sedangkan mereka yang tak setuju terhadap pendapat tersebut alias yang mempertahankan akidah Pendiri Ahmadiyah, tergabung dalam Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam yang berpusat di Lahore dan dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore yang pada saat itu dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., sekretaris Almarhum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Pemimpinnya disebut Amir (Presiden). Menurut Ahmadiyah Lahore, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bukanlah Nabi, dia adalah seorang Mujaddid. Ahmad, dalam Alquran 61:6 adalah Nabi Suci Muhammad saw. dan kaum Muslimin yang tidak beat kepada beliau tidaklah kafir.


Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI)

Faham Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam atau Ahmadiyah Lahore masuk ke Indonesia pada tahun 1924 dengan perantaraan dua mubaligh, Mirza Wali Ahmad Baig dalam Maulana Ahmad. Berkat rahmat Allah, pada tanggal 10 Desember 1928 Gerakan Ahmadiyah Indonesia (sentrum Lahore) didirikan oleh Bapak R.Ng.H. Minhajurrahman Djajasugita dkk, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930.

GAI adalah Gerakan yang mandiri tak ada hubungan organisatoris dengan organisasi manapun di dunia ini, termasuk dengan Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam (Ahmadiyah Gerakan Penyiaran Islam) Lahore. Hubungannya hanyalah secara spiritual saja.

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, yang mewajibkan organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila, maka GAI juga berasaskan Pancasila. Anggaran Dasar GAI telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35. Dan pula telah termasuk dalam Daftar Organisasi Kemasyarakatan Lingkup Nasional yang terdaftar di Depdagri (lihat: SUARA KARYA Tanggal 9 Agustus 1994), Hal. VIII, pada : D. AGAMA, 10).

Dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya, GAI telah menerbitkan seratusan judul buku-buku agama dalam bahasa Belanda, Jawa dan Indonesia serta lembaga pendidikan formal bernama Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI) di Yogyakarta dan di berbagai daerah, yang menyelenggarakan pendidikan (sekolah) mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.



Akidah Ahmadiyah Indonesia (GAI)

Sebagai Gerakan Pembaharuan Dalam Islam, Ahmadiyah (Lahore) tidak menyimpang dari Quran Suci dan Sunnah Nabi, baik dibidang akidah maupun syariah. Secara rinci Akidah Ahmadiyah telah dirumuskan oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., dalam bukunya Albayanu fir-ruju’ilal-qur’an (1930:33-35) sebagai berikut:

1.

Kita percaya dengan yakin akan Keesaan Allah dan Kenabian Nabi Suci Muhammad saw.
2.

Kita percaya dengan yakin bahwa Nabi Muhammad saw. adalah Nabi terakhir dan yang terbesar diantara sekalian Nabi. Dengan datangnya beliau, agama telah disempurnakan oleh Allah. Oleh sebab itu sepeninggal beliau tak akan ada Nabi lagi yang diutus, akan tetapi pada tiap-tiap permulaan abad akan diutus Mujaddid (Pembaharu), untuk melayani dan menegakkan Islam.
3.

Kita percaya dengan yakin bahwa Quran Suci adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Suci Muhammad saw. Tak ada satu pun ayat yang harus dihapus (mansukh) dan ayat-ayatnya tetap murni untuk selama-lamanya. Sampai hari Qiyamat Quran menjadi pedoman petunjuk bagi kaum Muslimin.
4.

Kita mengakui bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad 14 Hijriyah. Beliau bukan Nabi dan tak pernah mengaku Nabi.
5.

Kita percaya bahwa Allah kerap kali mewahyukan sabda-Nya kepada orang-orang suci yang dipilih oleh Allah di antara kaum Muslimin, meskipun mereka bukan Nabi. Orang-orang semacam ini disebut Mujaddid atau Muhaddats, artinya orang yang diberi sabda Allah. Anugerah semacam itu acapkali disebut Zillun-Nubuwah, artinya bayang-bayang kenabian. Sebagaimana kata Zilullah, demikian pula kata Zillun-Nabi atau bayang-bayang Nabi, ini bukan berarti Nabi yang sungguh-sungguh.
6.

Barang siapa mengucapkan kalimah syahdat, Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadarrasulullah, dan percaya akan arti dan maksudnya, maka ia adalah orang Islam, bukan orang kafir.
7.

Kita menghormati dan memuliakan para sahabat, para Wali dan para Ulama besar Islam. Kita tak membeda-bedakan penghormatan kita terhadap para sahabat, para Wali, para Muhaddats dan para Mujaddid.
8.

Bagi kita, menyebut kafir kepada orang Islam adalah perbuatan yang amat keji. Oleh sebab itu, tak akan bersalat makmum di belakang siapa saja yang menyebut kafir kepada orang Islam; hal ini untuk menunjukkan betapa tak suka kita terhadap perbuatan semacam itu; sikap demikian kita lakukan terhadap siapa saja, baik itu orang Ahmadi atau pun bukan. Sebaliknya, kita mau bersalat makmum di belakang siapa saja yang tak mengafirkan Islam.
9.

Kita mengakui akan benarnya Hadis Nuzulul-Masih atau turunnya al-Masih. Akan tetapi oleh Quran Suci sendiri dengan kata-kata yang terang telah berfirman bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat, maka kita percaya bahwa Masih yang akan turun pada akhir zaman bukanlah Nabi Isa bangsa Israel, melainkan seorang Mujaddid yang sifat-sifatnya ada persamaannya dengan Nabi Isa a.s.
10.

Kita percaya bahwa tak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, dan kita percaya pula bahwa tak ada Imam Mahdi yang datang menyiarkan Islam dengan pedang. Adapun Imam Mahdi yang sesungguhnya ialah seorang Mujaddid dan dianugerahi petunjuk dan sabda Allah untuk menegakkan, menjaga dan menghayati agama Islam yang sejati.



Penegak Akidah Khatamun-Nabiyyin

Dengan demikian jelaslah bahwa Ahmadiyah Lahore adalah penjaga akidah yang ditegakkan oleh H.M. Ghulam Ahmad, bahwa Nabi Suci Muhammad saw. Sebagai Khatamun Nabiyyin dalam arti segel (penutup) para Nabi, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru. Akidah yang menjadi landasan persatuan kesatuan umat manusia setelah Keesaan Ilahi ini yang dipegang teguh oleh kaum Ahmadi (Lahore). Sejarah menjadi saksi, tatkala akidah yang dirumuskan oleh H.M. Ghulam Ahmad itu mulai tergoyang dan miring pada tahun 1914, ditegakkan kembali oleh Maulana Muhammad Ali M.A. LL.B. dengan berdirinya Ahmadiyah Anjuman Isha’ati Islam, Lahore.

Friday, March 25, 2011

Narkoba dan Remaja

0 comments
TUGAS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II
“PENYALAHGUNAAN NAPZA DI LINGKUNGAN REMAJA”















DISUSUN OLEH :
1. Kintan Ambarrani 6095111002
2. Finna Widya Kusuma 6095111009
3. Sari Utaminingsih 6095111015
4. Mitra Sari Raya 6095111030
5. Mutiara Ika Afrilia 6095111032




FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2011
PENYALAHGUNAAN NAPZA DI LINGKUNGAN REMAJA DAN CARA PENANGGULANGANNYA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan
Dalam waktu yang relatif singkat beberapa tahun belakangan ini penyalahgunaan NAPZA ( Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya ) telah menjadi momok yang begitu mengerikan. Hal ini dikarenakan NAPZA dapat masuk kesemua usia dan lapisan masyarakat. Para pengguna NAPZA sebenarnya sangat memerlukan perhatian semua pihak baik dari orang tua, masyarakat, maupun pemerintah, karena menyangkut masa depan setiap orang, dampak penyalahgunaan NAPZA pada setiap orang berbeda-beda tergantung jenis yang digunakan (Hawari, 2009).
Walaupun mayoritas remaja tidak menyalahgunakan napza, sebagian kecil dalam jumlah signifikan melakukannya. Penyalahgunaan zat (substance abuse) adalah penggunaan alkohol atau narkoba jenis lain yang berbahaya. Ini adalah pola perilaku yang kurang adaptif dengan jangka waktu lebih dari sebulan dan pelakunya terus menggunakan zat tersebut walaupun tahu bahwa dirinya terancam bahaya karenanya atau menggunakannya berulang kali dalam situasi yang berbahaya seperti saat mengemudi (APA, 1994). Penyalahgunaan dapat menjadi ketergantungan zat (substance dependece) atau kecanduan, baik secara fisiologis, psikologis, atau keduanya, dan terus berlangsung sampai masa dewasa. NAPZA yang membuat kecanduan terutama berbahaya bagi remaja karena merangsang bagian-bagian dari otak yang sedang berubah di masa remaja (Chamber et al., 2003).

B. Fakta-Fakta atau Data-Data Empiris
Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas mengapa seseorang menyalahgunakan NAPZA dan ketergantungan. Artinya, mengapa seseorang akhirnya terjebak dalam perilaku ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak dapat disamakan begitu saja dengan kasus lainnya. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang berperan pada penyalahgunaan NAPZA.

a. Faktor Keluarga
Dalam percakapan sehari-hari, keluarga paling sering menjadi tertuduh timbulnya penyalahgunaan NAPZA pada anaknya. Tuduhan ini tampaknya bukan tidak beralasan, karena hasil penelitian dan pengalaman para konselor di lapangan menunjukkan peranan penting dari keluarga dalam kasus-kasus penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya (terutama anaknya yang remaja) terlibat penyalahgunaan NAPZA.
• Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan NAPZA.
• Keluarga dengan manajemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
• Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
• Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Di sini peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
• Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
• Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

b. Faktor Kepribadian
Kepribadian penyalahguna NAPZA juga turut berperan dalam perilaku ini. Pada remaja, biasanya penyalahguna NAPZA memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.
Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara tidak langsung berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kepribadian yang dependen dan tidak mandiri memainkan peranan penting dalam memandang NAPZA sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang dihadapi.
Sangat wajar bila dalam usianya remaja membutuhkan pengakuan dari lingkungan sebagai bagian pencarian identitas dirinya. Namun bila ia memiliki kepribadian yang tidak mandiri dan menganggap segala sesuatunya harus diperoleh dari lingkungan, akan sangat memudahkan kelompok teman sebaya untuk mempengaruhinya menyalahgunakan NAPZA. Di sinilah sebenarnya peran keluarga dalam meningkatkan harga diri dan kemandirian pada anak remajanya.

c. Faktor Kelompok Teman Sebaya (peer group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan hanya remaja, karena pada kenyataannya semua orang ingin disukai dan tidak ada yang mau dikucilkan.
Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olah raga, sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustrasi dan mencari kelompok lain yang dapat menerimanya. Sebaliknya, keberhasilan dari kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan NAPZA dapat muncul.

d. Faktor Kesempatan
Ketersediaan NAPZA dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkotika internasional, menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melansir bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk sampai di SD. Penegakan hukum yang belum sepenuhnya berhasil tentunya dengan berbagai kendalanya juga turut menyuburkan usaha penjualan NAPZA di Indonesia.
Akhirnya, dari beberapa faktor yang sudah diuraikan, tidak ada faktor yang satu-satu berperan dalam setiap kasus penyalahgunaan NAPZA. Ada faktor yang memberikan kesempatan, dan ada faktor pemicu. Biasanya, semua faktor itu berperan. Karena itu, penanganannya pun harus melibatkan berbagai pihak, termasuk keterlibatan aktif orang tua.

Setiap tahunnya penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) semakin meningkat, sementara fenomena narkoba itu sendiri seperti gunung es (ice berg) yang artinya tampak di permukaan lebih kecil di bandingkan dengan yang tidak tampak. Penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat hampir seluruh penduduk dunia dengan mudah mendapatkan narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab (Hawari, 2009).
Pada akhir tahun 2003 diperkirakan terdapat 13,2 juta pengguna narkoba suntikan di dunia. Sekitar 22% di antaranya hidup di negara maju, sedangkan sisanya berada di negara yang sedang berkembang atau sedang mengalami transisi. Di Eropa Barat terdapat sekitar 1 juta sampai 1,4 juta pengguna narkoba suntikan (9,41%), sedangkan di Eropa Timur dan Asia Tengah mencapai 2,3 sampai 4,1 juta (24,18%). Di Asia Selatan dan Asia Tenggara jumlahnya jauh lebih banyak lagi yaitu mencapai 5,3 juta (25,36%). Sementara di Asia Timur dan Pasifik 4 juta orang (17,66%), Afrika Utara dan Timur Tengah 0,6 juta orang, Amerika Latin 1,3 juta, Amerika Utara 1,4 juta, Australia dan Selandia Baru hanya sekitar 298.000 orang (Djauzi, 2007).
Jumlah pengguna narkoba suntikan di Indonesia cenderung meningkat. Sejak 3 tahun terakhir mengalami peningkatan, dari 22,2% pada tahun 2001 mengalami peningkatan menjadi 46,9% pada tahun 2002, dan meningkat kembali menjadi 61,8% pada 2003. Indonesia ternyata telah merupakan salah satu negara di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara dengan jumlah pengguna narkoba suntikan yang cukup tinggi melampaui 100.000 orang selain Bangladesh, India, Iran, Pakistan, Malaysia, Myanmar, dan Vietnam. Pengguna narkoba suntikan di Indonesia pada mulanya tidak banyak hal ini karena kebanyakan dari pengguna narkoba suntik hanya terdapat di kota-kota besar saja, tetapi saat ini sudah didapati pengguna narkoba suntikan di kota-kota kecil di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini lebih dari 50% pengidap HIV adalah juga pengguna narkoba. Setiap bulannya ada 30-50 pengidap HIV baru datang untuk konsultasi atau mengecek kesehatan mereka dan sebagian besar dari mereka adalah pengguna narkoba dan berusia remaja 12-25 tahun baik laki- laki maupun perempuan, dari 1.200 orang yang menggunakan narkoba terdapat 200 orang yang menjalani test HIV didapatkan hasil test yang mengejutkan, sebanyak 93% atau 163 orang positif terkena HIV (Dewi, 2006).
Sampai saat ini narkoba masih mengancam masyarakat Indonesia meski Indonesia telah berkomitmen bebas narkoba dan HIV AIDS pada tahun 2015. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah pengguna narkoba yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 1970 diperkirakan hanya 130.000 orang yang menggunakan narkoba dan pada tahun 2009 terdeteksi 2% penduduk pernah bersentuhan dengan narkoba atau meningkat 0,5% dibandingkan tahun sebelumnya, 2% tersebut terdiri dari 60% usia produktif dan 40% pelajar (Hapsari, 2007).

Data kasus pengguna narkoba di Indonesia tahun 2004-2008

No. Usia dalam tahun Tahun
2004 2005 2006 2007
2008
1 < 16 71 127 175 110 133
2 16-19 763 1.668 2.447 2.617 2.001
3 20-24 2.879 5.503 8.383 8.275 6.441
4 25-29 2.888 6.442 8.105 9.278 10.126
5 >29 4.722 9.040 12.525 15.889 25.993
Jumlah 11.323 22.780 31.635 36.169 44.694
Sumber : BNN(Badan Narkotika Nasional), Pimansu dan Divisi litbang GAN Indonesia, Januari 2009.

Berdasarkan informasi dari World Book 2004 jenis-jenis narkoba yang dilarang secara hukum untuk diperdagangkan dan diedarkan ke masyarakat adalah sebagai berikut.
1. Marijuana
2. Cocaine
3. Methamphetamine
4. Heroin
5. Club Drugs ( ecstacy, rohypnol, GHB/Gammahydroxybutyrate, ketamine )

Disamping penyalahgunaan narkoba secara ilegal , ada lagi yang bersifat legal, yaitu yang dapat dibeli dengan resmi dan mudah. Yang termasuk dalam hal ini yaitu :
1. Minuman beralkohol dapat ditemui di berbagai toko, restoran dan klub malam.
2. Produk-produk tembakau seperti rokok , cerutu , dan sugi pada wanita-wanita tua di desa-desa tertentu di seluruh Indonesia.
3. Gas narkoba misalnya lem yang dihisap/dihirup melalui hidung (inhalant) yang populer pada pecandu di Amerika Serikat dan negara-negara lain seperti Indonesia.
4. Resep-resep obat dari dokter-dokter tertentu yang mungkin berkolusi dengan pecandu narkoba.
II. TINJAUAN TEORI
A. Dasar Teori
Karen Horney
Menurut Karen Horney kecemasan dasar yang dirumuskan sebagai perasaan yang terdapat pada anak karena terisolasi dan tidak berdaya, hal tersebut menyebabkan anak tersebut tidak nyaman, yaitu masa bodo, kurang menghargai kebutuhan-kebutuhan anak, sikap yang meremehkan anak, terlalu kurang membanggakan anak, kurang adanya kehangatan, ketidak adilan terhadap anak, diskriminasi, janji-janji yang tidak ditepati, suasana bermusuhan dll. beberapa penyebab seseorang khususnya remaja terjerumus dalam hal-hal yang tidak baik salah satunya penyalahgunaan NAPZA, kerena tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis remaja tersebut, dan kebutuhan-kebutuhan tersebut familiarnya disebut dengan Ten Needs of Humans.
Tentang odipus kompleks, Horney berpendapat bahwa kompleks bukan suatu konflik seksual dan dorongan agresi yang terjadi antara anak dengan orangtuanya. Odipus kompleks merupakan kecemasan yang timbul dari gangguan-gangguan dasar yang terjadi dalam hubungan antara anak dengan orangtuanya (misal: karena penolakan, perlindungan yang berlebihan, dll.). Konsep utama Horney adalah kecemasan dasar, yaitu perasaan yang terdapat pada anak, yang disebabkan oleh rasa terisolasi dan tidak berdaya dalam menghadapi hal-hal yang ada di lingkungan dan membuat anak merasa tidak aman. Hal-hal yang menumbuhkan rasa tidak aman adalah dominasi (langsung/tidak langsung), sikap masa bodoh, kurang adanya penghargaan terhadap kebutuhan-kebutuhan anak, kurang kesungguhan dalam membimbing, sikap meremehkan anak, kurang adanya kehangatan, suasana permusuhan, dsb. Segala sesuatu yang mengganggu keamanan anak dalam hubungan dengan orangtuanya akan menimbulkan kecemasan dasar. Anak yang tidak aman dan cemas akan menempuh berbagai siasat untuk mengatasi perasaan-perasaan terisolasi dan rasa tak berdaya, salah satunya dengan mengonsumsi NAPZA.
Kebutuhan-kebutuhan yang termasuk Ten Needs of Humans yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA adalah :
1. Kebutuhan akan kasih sayang
Salah satu faktor penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja adalah kebutuhan akan kasih sayang dari keluarga yang tidak terpenuhi. Sehingga remaja mencari kasih sayang dan kebahagiaan di luar lingkungan keluarganya,bisa kearah yang positif maupun negatif, namun kebanyakan para remaja yang kurang akan kasih sayang dilingkungan keluarganya akan mencari sosok yang membuat ia nyaman dan terlindungi, seperti pergaulan dengan teman sebaya (peer group), kekasih, bahkan bisa terjerumus kearah yang tidak baik, seperti penyalahgunaan NAPZA, sexs bebas dan lain-lain.
2. Kebenciaan pada diri sendiri (self hatred)
Remaja dengan pencarian neurotik terhadap keagungan tidak pernah bisa menjadi bahagia dengan dirinya sendiri, karena ketika mereka menyadari bahwa jati diri mereka yang nyata tidak cocok dengan tuntutan-tuntutan sinting gambaran-diri mereka yang diidealkan, mereka akan mulai membenci dan menolak diri mereka sendiri (Horney, 1950, hlm. 110) : Diri yang diagung-agungkan menjadi bukan hanya bayangan yang harus dikejar; dia juga menjadi tali pengukur bagi keberadaan aktualnya. Dan keberadaan aktual ini menjadi pemandangan yang memalukan saat dilihatnya dari perspektifnya yang “setara-Tuhan” tentang kesempurnaan, sehingga tidak bisa tidak, dia harus menolak keberadaan aktual ini.
Horney (1950) melihat enam cara utama sebuah pribadi mengekspresikan kebencian-pada-diri-sendiri. Pertama, kebencian-pada-diri-sendiri mengahasilkan tuntutan tanpa-akhir atas dirinya sendiri, diperkuat oleh “tirani mengenai semestinya”. Contohnya, beberapa orang melontarkan tuntutan pada diri sendiri yang tidak akan berhenti meskipun mereka sudah mencapai ukuran kesuksesan tertentu. Orang-orang ini trus mendorong diri mereka menuju ke kesempurnaan karena percaya mereka mestinya menjadi sempurna.
Model kedua, pengekspresian kebencian-diri adalah penuduhan-diri yang tidak kenal belas kasihan (mercilles self-accusation). Para penderita neurotik secara konstan menghakimi diri mereka sendiri. “Jika sampai ada yang tahu diriku yang sesungguhnya, maka mereka akan tahu kalau aku hanya berpura-pura untuk mengenal, kompeten, dan tulus. Aku sebenarnya berdusta namun, tidak ada yang boleh tahu selain diriku sendiri.” Penghakiman-diri bisa mengambil beragam bentuk dari ekspresi yang jelas-jelas agung, seperti mengambil tanggung jawab bagi musibah-musibah alamiah, sampai mempertanyakan dengan gigih kebaikan motivasi-motivasi mereka sendiri.
Ketiga, kebencian-pada-diri-sendiri bisa mengambil bentuk merendahkan-diri-sendiri (self-contempt), yang bisa diekspresikan sebagai peremehan, pengejekan, peraguan, pendiskreditan, dan menertawakan diri sendiri. Merendahkan-diri-sendiri mencegah penderita neurotik dari perbaikan atau pencapaian. Seorang laki-laki muda bisa berkata pada dirinya, “Kamu idiot! Apa yang membuatmu berpikir kamu bisa berkencan dengan perempuan tercantik di kota ini?” Seorang perempuan bisa menanggapi kesuksesan karirnya hanya dengan kata-kata “Cuma beruntung”. Meskipun orang-orang ini menyadari perilakunya, tetapi mereka tidak pernah tahu kalau kebencian-pada-diri-sendiri lah yang memotivasinya.
Ekspresi keempat, kebencian-pada-diri-sendiri adalah membuat-frustasi-diri-sendiri (self-frustating). Horney (1950) membedakan antara mendisiplinkan diri-sendiri (self-diciplining) yang sehat dan membuat frustasi-diri-sendiri yang neurotik. Yang pertama melibatkan penundaan atau pengabaian aktivitas-aktivitas yang menyenangkan dalam rangka meraih tujuan-tujuan yang masuk akal. Yang kedua berasal dari kebencian-pada-diri-sendiri dan dirancang untuk mengaktualisasikan gambaran-diri kanak-kanak. Penderita neurotik sering kali terkungkung oleh tabu-tabu kenikmatan. “Saya tidak layak mendapat mobil baru.” “Saya tidak harus mengenakan pakaian bagus karena banyak orang di seluruh dunia lebih pantas mengenakannya.” “Saya tidak harus memperjuangkan pekerjaan yang lebih baik karena aku tidak cukup baik untuk itu.”
Kelima , kebencian-pada-diri-sendiri bisa memanifestasikan diri sebagai menyakiti-diri-sendiri (self torment) , bahkan menyiksa-diri-sendiri (self-torture). Walaupun menyiksa-diri-sendiri dapat eksis di setiap bentuk kebencian-pada-diri-sendiri yang lain namun, dia menjadi kategori yang terpisah ketika niat utama mereka adalah menyebabkan rasa sakit atau penderitaan pada diri mereka sendiri. Beberapa orang mencapai kepuasan masokhistik dengan memprotes sebuah keputusan, membesar-besarkan rasa sakit di kepala, memotong urat nadi sendiri dengan pisau, memulai sebuah perkelahian yang jelas akan kalah, atau mengundang siksaan fisik lainnya.
Bentuk keenam dan terakhir dari kebencian-pada-diri-sendiri adalah tindakan-tindakan dan impuls-impuls yang menghancurkan-diri-sendiri (self-destructive action and impulses) , yang bisa bersifat fisik atau psikologis, sadar atau tidak sadar, akut atau kronis, dan dilakukan lewat tindakan atau hanya di dalam imajinasi. Makan secara berlebih-lebihan, menenggak alkohol dan obat-obatan terlarang, bekerja terlalu keras, mengemudi ugal-ugalan dan bunuh diri, adalah ekspresi-ekspresi umum penghancuran-diri-sendiri secara fisik. Penderita neurotik juga dapat menyerang diri sendiri secara psikologis, contohnya dengan keluar dari pekerjaan padahal karirnya mulai menanjak, memutuskan sebuah hubungan yang sehat demi mengejar kebutuhan yang neurotik, atau terlibat dalam aktivitas-aktivitas seksual yang cabul.
Horney (1950, halaman 154) menyimpulkan pencarian neurotik terhadap keagungan dan pendukung-pendukung kebencian pada diri sendiri ini sebagai berikut :
Setelah mensurvei kebencian pada diri sendiri dan daya-daya penghancurannya, kita tidak bisa berbuat apa-apa selain melihatnya sebagai tragedi besar, bahkan mungkin tragedi terbesar dari jiwa manusia. Dalam upayanya menjangkau yang tak terbatas dan absolut, manusia menghancurkan dirinya sendiri. Tetapi ketika dia menjalin kesepakatan dengan iblis yang menjanjikannya keagungan, maka dia harus pergi ke neraka yaitu neraka yang ada dalam dirinya sendiri.

B. Analisis
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal barang haram yang dinamakan NAPZA yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif manusia pemakainya. Manusia pemakai NAPZA bisa dari berbagai kalangan , mulai dari level ekonomi tinggi hingga rendah, pekerja, ibu-ibu rumah tangga bahkan sekarang sudah sampai ke sekolah-sekolah yang jelas-jelas terdiri dari para generasi muda, bahkan lebih khusus lagi anak dan remaja.
Seringkali kita mendengar para remaja yang terlibat dalam kasus NAPZA, baik si remaja sebagai pecandu maupun selaku pengedar barang maksiat itu. Namun dalam prakteknya di lapangan, sangatlah sulit untuk mampu mengidentifikasi remaja yang melakukan penyalahgunaan NAPZA maupun seseorang pecandu, sehingga diperlukan suatu teknik/trik khusus agar mampu mengenalinya. Karena itulah perlu diketahui tentang tanda-tanda pada remaja yang kita curigai kemungkinan apakah mereka terlibat penyalahgunaan NAPZA, hal ini disarikan bersumber dari CDCP (Centers For Disease Control And Prevention) :
*Jika Anda menemukan minimal enam (6) tanda dari masing-masing kategori ciri-ciri dibawah ini yang tampak pada remaja Anda dalam suatu periode waktu tertentu, maka segera berbicara kepada remaja tersebut dan mencari bantuan seseorang ahli untuk menghindari remaja yang mencandu tersebut terperosok lebih dalam lagi.

1. Tanda-tanda di rumah :
• Hilangnya minat dalam aktifitas keluarga.
• Tidak patuh terhadap aturan keluarga.
• Hilang/berkurangnya rasa tanggung jawab.
• Bersikap kasar baik secara verbal maupun fisik.
• Menurun/meningkatnya nafsu makan secara tiba-tiba.
• Mengaku sering kehilangan barang atau uang.
• Tidak pernah pulang ke rumah tepat waktu.
• Tidak mengatakan kepada siapapun kemana mereka pergi.
• Terus-menerus meminta maaf terhadap segala perbuatannya.
• Menghabiskan banyak waktunya berdiam diri di dalam kamar bila sedang di rumah.
• Sering berbohong mengenai aktifitas mereka.
• Menemukan benda-benda, seperti kertas pembungkus rokok, pipa hisap, gelas kecil, sisa-sisa serbuk maupun jarum suntik dan lain-lainnya yang mencurigakan.

2. Tanda-tanda di sekolah/tempat kerja :
• Sering tiba-tiba pingsan di sekolah/tempat kerja.
• Acapkali bolos masuk sekolah/kerja .
• Kehilangan minat dalam kegiatan belajar.
• Tertidur di dalam kelas/saat bekerja.
• Buruk dalam penampilan sehari-hari.
• Tidak pernah mengerjakan tugas pekerjaan rumah.
• Tidak mematuhi bahkan menentang aturan sekolah/otoritas.
• Perilaku yang buruk di setiap kegiatan sekolah/pekerjaan.
• Penurunan konsentrasi, perhatian dan memori.
• Tidak pernah memberitahukan orang tua/wali jika ada pemanggilan/pertemuan dengan guru.

3. Tanda-tanda kelainan fisik dan emosional :
• Teman/kelompok sering berganti-ganti.
• Pasangan/pacar yang juga sering berganti-ganti.
• Tercium bau-bauan aneh seperti bau alkohol, mariyuana, dan rokok dari nafas atau badan.
• Perubahan perilaku dan mood yang tidak dapat dijelaskan.
• Sering melawan aturan, bersikap negatif, paranoid (ketakutan dan curiga), destruktif (merusak), tampak cemas.
• Tidak pernah tampak kegembiraan seperti yang seharusnya.
• Selalu tampak lelah/hiperaktif yang berlebihan.
• Penurunan/peningkatan berat badan yang drastis.
• Kadang tampak depresi, mudah sedih dan tertekan.
• Seringkali menipu, berbohong atau kedapatan mencuri.
• Mengaku memerlukan uang/sebaliknya merasa punya uang lebih.
• Umumnya penampilannya kotor dan tidak terurus.

Secara umum NAPZA berdampak pada sosial, psikis, dan fisik. Pada dampak sosial dapat dilihat dari gangguan mental, anti-sosial dan asusila. Pada dampak psikis dapat dilihat dari sikap ceroboh, sering tegang dan gelisah, tidak percaya diri, perasaan tidak aman, sering kesal, apatis, sulit konsentrasi. Sedangkan pada dampak fisiknya, dapat menyababkan gangguan pada jantung, kulit, paru-paru, dan pada sistem reproduksi. Bagi pria dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hormon testosteron, penurunan dorongan sex, disfungsi ereksi, hambatan ejakulasi, pengecilan ukuran penis, pembesaran payudara dan gangguan sperma. Sedangkan pada wanita terjadi penurunan dorongan sex, gangguan pada hormon estrogen dan progesteron, kegagalan orgasme, hambatan menstruasi, pengecilan payudara, gangguan sel telur, hambatan menjadi hamil dan kecacatan pada bayi (Lin, 2007).
Dadang Hawari adalah seorang psikiater yang amat handal dalam masalah narkoba dan berkomentar bahwa orang yang telah bergantung pada NAPZA, maka hidupnya mengalami gangguan jiwa sehingga tidak lagi mampu berfungsi secara wajar di masyarakat ( Republika, Juli 2003 ). Jika putus NAPZA maka si pemakai akan mengalami gejala withdrawal (sakaw). Pada peristiwa ini timbul gejala-gejala seperti air mata berlebihan (lakrimasi), cairan hidung berlebihan (rhinorea), pupil mata melebar (dilatasi pupil), keringat berlebihan, mual, muntah, diare, bulu kuduk berdiri, menguap, tekanan darah naik, jantung berdebar, insomnia (tak bisa tidur), mudah marah, emosional, serta agresif.
Hasil penelitian Dadang Hawari terhadap penyalahgunaan heroin menunjukkan bahwa 53,5% pemakai mengalami kelainan paru, 55,1% mengalami kelainan fungsi hati, 56,6% mengalami infeksi hepatitis C, serta 33,3% mengalami infeksi virus HIV/AIDS dan 17,1% pemakai heroin berakhir dengan kematian.

MENANGGULANGI BAHAYA NAPZA
Banyak panti rehabilitasi didirikan oleh swasta dan pemerintah untuk membantu agar kecanduan NAPZA dapat diatasi. Bukannya mereda akan tetapi makin banyak orang yang kecanduan NAPZA. Kunci persoalan terletak pada ketahanan iman, ketahanan diri, dan kemampuan melawan bahaya NAPZA. Berikut ini ada beberapa cara untuk menanggulangi bahaya NAPZA.
1. Metode-Metode Pemulihan Pecandu
Model pemulihan yang ada saat ini sangat berorientasi medis dan psikologis. Artinya , pada tahap awal pecandu dibawa ke Rumah Sakit Kebergantungan Obat (RSKO). Disana pecandu dipulihkan secara total dengan layanan detoksifikasi, terapi nutrisi/vitamin, dan memberi obat pengendalian emosi pasien. Selain itu pecandu juga disembuhkan melalui pendekatan rehabilitasi psikologis, sosial, intelektual, spiritual, dan fisik.
2. Metode Konseling Terpadu
Metode Konseling Terpadu (MKT) adalah upaya memberikan bantuan kepada klien kecanduan NAPZA dengan menggunakan beragam pendekatan konseling. Syarat utama MKT adalah klien telah selesai dengan program detoxification di RSKO. Ragam pendekatan konseling yang diterapkan pada MKT adalah sebagai berikut.
a. Konseling Individual (KI)
Penerapan KI adalah upaya membantu klien oleh konselor secara individual dengan mengutamakan hubungan konseling antara konselor dengan klien yang bernuansa emosional (dan keagamaan , jika konselor mampu ), sehingga besar kepercayaan klien terhadap konselor dan akhirnya klien akan bicara jujur membuka rahasia batinnya yang selama ini tidak pernah dikemukakan kepada orang lain termasuk keluarga (Ivey & Downing , 1980).
b. Bimbingan Kelompok (BKL)
Bimbingan Kelompok bertujuan memberi kesempatan klien untuk berpartisipasi dalam memberi ceramah dan diskusi dengan berbagai kelompok masyarakat. Melalui interpersonal relation, akan tumbuh kepercayaan diri klien (Yalon , 1985).
c. Konseling Keluarga (KK)
Untuk membantu secepatnya pemulihan (recovery) klien NAPZA , amat diperlukan dukungan keluarga. Nuansa emosional yang akrab harus mampu diciptakan oleh konselor agar terjadi keterbukaan klien terhadap keluarga , sebaliknya anggota keluarga mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pemulihan klien.
d. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan, termasuk pendidikan agama diberikan kepada klien NAPZA dengan tujuan untuk membentuk kepribadian klien yang sehat (healthy personality) sebagaimana dimiliki orang-orang normal. Sedangkan pelatihan yang diperlukan adalah latihan komunikasi yang sopan dan dengan bahasa yang baik, latihan bergaul dengan berbagai kalangan masyarakat, latihan berdiskusi dan latihan ibadah.
e. Kunjungan (Visiting)
Program kunjungan misalnya ke pesantren dan lembaga-lembaga keterampilan. Pada kunjungan ke pesantren beberapa makna akan diperoleh klien terutama makna Ketuhanan, hidup, dan ibadah. Sedangkan kunjungan ke lembaga keterampilan dilakukan bersama konselor dan timnya ke lembaga-lembaga keterampilan untuk menumbuhkan motivasi kerja.
f. Partisipasi Sosial
Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran sosial atau hidup bermasyarakat secara wajar dan produktif. Secara wajar artinya setelah klien terlepas dari kebergantungan NAPZA ia harus kembali ke masyarakatnya dengan memenuhi nilai, norma, dan tuntutan sosial yang demokratis dan bersahabat. Disamping itu ia harus pula menjadi manusia produktif sebagai ciri kepribadian sehat (Jourard & Landsman, 1980).

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas mengenai penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perilaku remaja. Selain itu, lingkungan tempat tinggal dan teman sebaya (peer group) juga mempunyai andil dalam pembentukan karakter dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang ada pada remaja. Pada umumnya, remaja lebih intens berhubungan dengan teman sebaya (peer group) dan menjaga jarak dengan orang tuanya. Maka dari itu, peran orang tua sangatlah dibutuhkan dalam pendampingan remaja yang pada masa itu emosi mereka masih labil dan rentan terkena pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan sekitarnya. Sepertinya yang disebutkan dalam teori Karen Horney, yaitu kebutuhan akan kasih sayang. Orang tua wajib memberikan kasih sayang pada anaknya supaya anak tersebut terpenuhi kebutuhan kasih sayangnya. Konsep utama Horney adalah kecemasan dasar, yaitu perasaan yang terdapat pada anak, yang disebabkan oleh rasa terisolasi dan tidak berdaya dalam menghadapi hal-hal yang ada di lingkungan dan membuat anak merasa tidak aman. Hal-hal yang menumbuhkan rasa tidak aman adalah dominasi (langsung/tidak langsung), sikap masa bodoh, kurang adanya penghargaan terhadap kebutuhan-kebutuhan anak, kurang kesungguhan dalam membimbing, sikap meremehkan anak, kurang adanya kehangatan, suasana permusuhan, dsb. Semua itu dapat menjadi pendorong bagi remaja untuk terjerumus ke hal-hal negatif salah satunya penyalahgunaan NAPZA.



B. Saran / Rekomendasi
a. Untuk pihak orang tua:
• Para orang tua diharapkan agar memberi perhatian pada setiap kebutuhan remaja.
• Menerapkan pola pengasuhan demokratis pada remaja.
• Orang tua hendaknya dapat menjadi teman, sehingga remaja dapat terbuka kepada orang tuanya.
• Para orang tua seharusnya mengarahkan anak kearah yang positif termasuk dalam menggunakan fasilitas teknologi.
• Menanamkan dasar agama yang kokoh dan moral pada remaja.
• Membimbing remaja dalam menggapai cita-citanya ( masa depan).
b. Untuk pihak remaja
• Remaja hendaknya lebih selektif dalam memilih teman dalam bergaul.
• Mengontrol dirinya dalam melakukan segala hal yang sekiranya bisa mengarahkan dirinya kearah yang negatif.
• Memperbanyak kegiatan yang positif, misalnya berolahraga atau aktif dalam kegiatan organisasi yang ada di sekolah ( OSIS, Tonti, Pramuka, dan lain-lain ).

















LAMPIRAN









ALKOHOL DAUN GANJA EXTACY









AMPHETAMIN METADON MORFIN










CERUTU COCAINE METHAMPHETAMINE

DAFTAR PUSTAKA

Willis , Sofyan., Remaja dan Masalahnya, Penerbit CV.Alfabeta, Bandung, 2005.
Paris , B.J., Theories of Personality, CT: Yale University Press, New Haven,1994.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19888/5/Chapter%20I.pdf

Saturday, March 19, 2011

Teori-teori perkembangan

0 comments
TEORI-TEORI PERKEMBANGAN (REMAJA)
PERTEMUAN II
TEORI PSIKOANALISIS (FREUD)
Perkembangan cenderung tidak disadari
Pengalaman masa kecil dengan orangtua sangat mempengaruhi perkembangan individu
Struktur Kepribadian : ID, EGO, SUPER EGO  konflik  cemas
Menurut Freud, kehidupan remaja dipenuhi oleh ketegangan dan konflik  Mekanisme Pertahanan diri utk mengurangi ketegangan  Bentuk plg umum dan mjd dasar dari semua mekanisme pertahanan diri adalah REPRESI
Lanjutan…. Freud
Kepribadian masa dewasa ditentukan olh cara penanggulangan konflik antara sumber kenikmatan pd masa kecil dg tuntutan relitas  gagal  fiksasi
Tahap-Tahap Perkembangan:
Oral (0 – 1,5 th); mulut
Anal (1,5 – 3 th); anus
Falik (3 – 6 th); “phallus” – alat kelamin – Oedipus Complex (inses)  tdk teratasi, fiksasi
Lanjutan…. Freud
4. Laten ( 6 th – pubertas) ; intelektual & sosial
5. Genital (sjak pubertas)
Kebangkitan kembali dorongan seksual dg sumber kesenangan seksual adalah orang di luar keluarga  sukses, maka individu mampu mengembangkan cinta yang matang & bfungsi scr mandiri sbg org dewasa.
Revisi dari Ahli2 Psikoanalisis lain
Psikoanalisis kontemporer:
Tdk terlalu menekankan naluri seksual
Lebih menekankan pengalaman kultural sbg penentu perkembangan
Pikiran yg tdk disadari tetap mjd fokus utama, namun mrk meyakini bahwa pikiran yang disadari menjadi bagian yg lebih besar daripada yg digambarkan dlm “gunung es”

Anna Freud :
Mekanisme Pertahanan diri merupakan kunci utk memahami penyesuaian diri remaja
Masalah remaja tdk akan dipecahkan dengan memahami id, tapi dapat ditemukan dlm objek cinta masal lalu remaja (biasanya orangtua)
Teori Perkembangan Psikososial (Erik H Erikson)
Kritik dan Perbedaan dg Teori Freud:
Erikson meyakini bhw individu berkembang dlm tahap2 psikososial, bukan psikoseksual
Erikson meyakini bahwa kepribadian individu terbentuk dari perubahan perkembangan sepanjang siklus kehidupan, tdk sependapat bhw 5 th awal sbg pembentuk kepribadian dasar.
Tiap thp perkembangan tdr dari tugas perkembangan yg menghadapkan individu pd krisis
Tahap-Tahap Perkembangan Psikososial
Percaya/Kepercayaan vs Tidak Percaya (0-1th)
Muncul dr kenyamanan fisik dan rendahnya ketakutan ttg ms depan
2. Otonomi vs Malu & ragu-ragu (1-3 th)
Menunjukkan kemandirian/otonomi, sadar kemauannya, jk terlalu dikekang  ragu2
3. Inisiatif vs Rasa Bersalah (prasekolah)
Mengembangkan rs tanggungjawab akan meningkatkan inisiatif, kompensasi rs bersalah biasanya perasaan berprestasi.
4. Industri vs Rasa Rendah diri (anak sekolah dasar)


Lanjutan……. Psikososial
5. Identitas vs Kekacauan Identitas (REMAJA)
Jika eksplorasi peran berhasil  identitas terbentuk.
Intimasi vs Isolasi (dewasa awal)
membentuk hub dekat dg oranglain.
7. Generativitas vs Stagnasi (dewasa tengah)
membantu generasi yg lbh muda, jk mrasa tdk dpt membantu  stagnasi
8. Integritas vs Putus Asa (dewasa akhir)
evaluasi thd apa yg tlh dilakukan

TEORI KOGNITIF (PIAGET)
Perbedaan dg teori2 Psikoanalisis : teori kognitif menekankan pd pikiran sadar
Meyakini bhw remaja membentuk dunia kognitif mereka sendiri
Remaja menyesuaikan pikiran mrk dg memasukkan gagasan2 baru, shg pemahaman bertambah.
Yg mjd pembeda antar tahap perkembangan adalah “cara” dlm memahami dunia
Tahap-Tahap Perkembangan Kognisi (4 tahap dlm memahami dunia)
Tahap Sensorimotorik (0 – 2 th)
koordinasi pengalaman sensoris dengan tindakan fisik/motorik
2. Tahap praoperasional ( 2 – 7 th)
memahami dunia melalui kata2, dan gambar
3. Tahap Operasioanl Konkrit ( 7 th – 11 th)
melakukan operasi (aktivitas mental internal) dan penalaran logis
4. Tahap Operasional Formal ( 11 sd 15 th)
dapat berpikir lebih abstrak dan logis  mengembangkan gambaran ttg hal2 yg ideal
TEORI PERILAKU DAN BELAJAR SOSIAL
Menekankan pd apa yang dpt diamati dan diukur scr langsung.
Behaviorisme
Ahli behaviorisme meyakini bhw perkembangan dipelajari dan sering berubah tgt dr pengalaman lingkungan  perkembangan dpt diubah dg mengatur pengalaman
TEORI PERILAKU DAN BELAJAR SOSIAL
2. Teori Belajar Sosial
- Menenkankan pd tingkah laku, lingkungan dan kognisi sebagai faktor utama dalam perkembangan.
Albert Bandura: Individu belajar mengamati orang lain (observasi) – merepresentasikan TL orang lain scr kognitif – menirukan TL tsb.
Kelompok teori bljr sosial meyakini bahwa individu memperoleh sbagian bsr TL, pikiran dan perasaan dg mengobservasi TL orang lain  observasi mjd bagian penting dlm perkembangan.

TEORI EKOLOGIS (BRONFENBRENNER)
Merupakan pandangan perkembangan sosio-kultural, yang terdiri dari 5 sistem lingkungan, yaitu:
Mikrosistem
Lingk. dimana individu tinggal; keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingk tempat tinggal – disinilah interaksi langsung dg agen sosial (orangtua,guru,teman) terjadi scr timbal balik.
2. Mesosistem
Hubungan antar konteks/ antar sistem mikro, misalnya hubungan antara pengalaman keluarga dg pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dg pengalaman kerja, pengalaman keluarga dg pengalamana teman sebaya…
TEORI EKOLOGIS (BRONFENBRENNER)
3. Ekosistem
Mencakup lingkungan sosial lain, dimana individu tidak berperan aktif namun mempengaruhi pengalaman individu, misalnya keluarga besar, tetangga, media masa,dll
4. Makrosistem
Merupakan budaya (sikap dan ideologi) dimana individu tinggal
5. Kronosistem
Pola-pola kejadian lingkungan dan transisi sepanjang perjalanan hidup dan kondisi sosial sejarah.

Kata-Kata Motivasi

0 comments
KATA-KATA BIJAK KEHIDUPAN | KATA BIJAK PARA TOKOH
Contoh yang baik adalah nasehat terbaik. ~ Fuller
Jika kita melayani, maka hidup akan lebih berarti. ~ John Gardne
Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun. ~ Bung Karno
Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri. ~ Mary McCarthy
Apa yang nampak sebagai suatu kemurahan hati, sering sebenarnya tiada lain daripada ambisi yang terselubung, yang mengabaikan kepentingan-kepentingan kecil untuk mengejar kepentingan- kepentingan yang lebih besar. ~ La Roucefoucauld
Semua yang dimulai dengan rasa marah, akan berakhir dengan rasa malu. ~ Benjamin Franklin
Hati yang penuh syukur, bukan saja merupakan kebajikan yang terbesar, melainkan merupakan pula induk segala kebajikan yang lain. ~ Cicero
Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, dan akan mencoba kembali untuk melakukan dalam suatu cara yang berbeda. ~ Dale Carnegie
Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat. ~ George Downing
Ancaman nyata sebenarnya bukan pada saat komputer mulai bisa berpikir seperti manusia, tetapi ketika manusia mulai berpikir seperti komputer. ~ Sydney Harris
Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu. ~ William Feather
Dalam masalah hati nurani, pikiran pertamalah yang terbaik. Dalam masalah kebijaksanaan, pemikiran terakhirlah yang paling baik. ~ Robert Hall
Belajarlah dari kesalahan orang lain. Anda tak dapat hidup cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri. ~ Martin Vanbee
Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. ~ Ernest Newman
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak. ~ Aldus Huxley
Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai. ~ Schopenhauer
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh. ~ Andrew Jackson
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik. ~ Evelyn Underhill
Perbuatan-perbuatan salah adalah biasa bagi manusia, tetapi perbuatan pura-pura itulah sebenarnya yang menimbulkan permusuhan dan pengkhianatan. ~ Johan Wolfgang Goethe
Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan. ~ Sir Francis Bacon
Karena manusia cinta akan dirinya, tersembunyilah baginya aib dirinya; tidak kelihatan olehnya walaupun nyata. Kecil di pandangnya walaupun bagaimana besarnya. ~ Jalinus At Thabib
Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan amarah ombak dan gelombang itu. ~ Marcus Aurelius
Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain. ~ Thomas Hardy
Kaca, porselen dan nama baik, adalah sesuatu yang gampang sekali pecah, dan tak akan dapat direkatkan kembali tanpa meninggalkan bekas yang nampak. ~ Benjamin Franklin
Keramah-tamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih. ~ Lao Tse
Rahmat sering datang kepada kita dalam bentuk kesakitan, kehilangan dan kekecewaan; tetapi kalau kita sabar, kita segera akan melihat bentuk aslinya. ~ Joseph Addison
Bagian terbaik dari hidup seseorang adalah perbuatan-perbuatan baiknya dan kasihnya yang tidak diketahui orang lain. ~ William Wordsworth
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah. ~ Kahlil Gibran
Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya. ~ Alexander Pope
Teman sejati adalah ia yang meraih tangan anda dan menyentuh hati anda. ~ Heather Pryor
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. ~ Thomas Alva Edison
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan saya percaya pada diri saya sendiri. ~ Muhammad Ali
Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh. ~ Confusius
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. ~ Mahatma Gandhi
Dia yang menciptakan mata nyamuk adalah Dzat yang menciptakan matahari. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Penderitaan jiwa mengarahkan keburukan. Putus asa adalah sumber kesesatan; dan kegelapan hati, pangkal penderitaan jiwa. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan masyarakat itu, sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh kegiatan itu mandeg. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Menghidupkan kembali agama berarti menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama berarti cahaya kehidupan. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseorang yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Pengetahuan tidaklah cukup, maka kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, maka kita harus melakukannya. ~ Johann Wolfgang von Goethe
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. ~ Johann Wolfgang von Goethe
Kearifan ditemukan hanya dalam kebenaran. ~ Johann Wolfgang von Goethe
Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang. ~ Einstein
Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Hal itu hanya dapat diraih dengan pengertian. ~ Einstein
Agama sejati adalah hidup yang sesungguhnya – hidup dengan seluruh jiwa seseorang, dengan seluruh kebaikan dan kebajikan seseorang. ~ Einstein
Dua hal yang membangkitkan ketakjuban saya : langit bertaburkan bintang di atas dan alam semesta yang penuh hikmah di dalamnya. ~ Einstein
Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan rendah hati. ~ Einstein
Sungguh sedikit mereka yang melihat dengan mata mereka sendiri dan merasakan dengan hati mereka sendiri. ~ Einstein

Thursday, March 10, 2011

IBUKU RUMAH BUAT IBU

0 comments
AKU AKAN MENUNGGU SAAT ITU TIBA AKU AKAN MEMBNAGUN RUMAH BUAT IBU...

kedamaianku

0 comments
aku dan kedamainku adalah kesatuan yang abadi.
0 comments

Saturday, January 22, 2011

Tranpersonal

0 comments
PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
Awal mula adanya psikologi transpersonal muncul perdebatan mengenai penyakit jiwa yaitu psikosis (skizoprenia). Pada tahun 60-an, behaviorisme memandang bahwa psikosis itu terjadi karena kesalahan akibat proses belajar yang keliru, jiwa tidak dibicarakan dalam behaviorisme. Tahun 1970-an, psikoanalisis memandang skizophrenia (penyakit psikosis) diakibatkan pengalaman traumatis, terutama pengaruh ibu yang menderita kecemasan. Pengalaman traumatis itu terjadi karena represi ke alam bawah sadar, pengalaman spiritual dianggap sebagai perilaku obsesif dan pemenuhan keinginan dari masa kanak-kanak, jiwa diperhitungkan sebagai motif-motif bawah sadar, terutama seks. Dua puluh tahun berikutnya ada penjelasan neurokimiawi tentang skizophrenia, adalah “biologically-based brain disease”, kelompok ini menggunakan obat-obatan untuk penyembuhan skizoprenia.
Pada tahun yang sama penggunaan obat-obatan ini justru mengantarkan banyak orang pada pengalaman spiritual pada realitas diluar realitas fisik. Sally Ciay adalah satu mantan pasien psikiatris, menulis artikel ”stigma and spirituality”, ia melaporkan pengalamannya selama ia menjadi pasien di Hartford Institute of Living (IOL) ketika ia didiagnosa menderita skizoprenia. Ia berkata bahwa ”not a single aspect of my spiritual experience at the IOL was recognized as legitimate; neither the spiritual difficulties nor the healing that occurred at the end”. Ia membantah bahwa memang ia menderita psikosis pada waktu itu. Tetapi di samping penderitaan karena penyakitnya itu, ia juga mendapat pengalaman spiritual yang dalam. Karena pengalaman ini diabaikan oleh petugas kesehatan, kesembuhannya mengalami hambatan.
Dari kalangan psikiater R.D. Laing dan John Perry mengkritik pandangan profesi mereka yang menganggap kegilaan sebagai penyakit. Menurut Laing, seorang skizoprenia memang gila, tetapi ia tidak sakit. Jiwa secara keseluruhan adalah sebuah lautan luas, yang kebanyakan tidak diketahui ego. Jadi seorang psikosis itu bersentuhan atau bahkan tenggelam didalamnya, ia sedang menempuh perjalanan berbahaya, mengarungi samudera jiwa untuk menemukan makna yang lebih dalam. Laing berkata psikosis bukanlah ”breakdown” tetap ”breakthrough”, bukan kehancuran tetapi terobosan. Laing adalah tokoh utama dari psikologi humanistis-eksistensial.

SEKILAS TENTANG TRANSPERSONAL
Kata transpersonal berasal dari kata trans yang berarti melampaui dan persona berarti topeng. Secara etimologis, transpersonal berarti melampaui gambaran manusia yang kelihatan. Dengan kata lain, transpersonal berarti melampaui macam-macam topeng yang digunakan manusia.
Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal merupakan salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama.
Konsep inti dari psikologi transpersonal adalah nondualitas (nonduality), suatu pengetahuan bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap manusia) adalah bagian dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan kosmis dimana segala-galanya dipandang sebagai satu kesatuan.

MISI DAN KAJIAN PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
Dalam Website-nya, Association for Transpersonal Psychology (www.atpweb.org/mission.html) menjelaskan misi psikologi transpersonal sebagai berikut:
“Misi kami adalah menyediakan forum bagi para sarjana dan praktisi yang meneliti perkembangan spiritual, penyadaran ekologis, dan pertukaran intelektual yang berlangsung lama untuk mengangkat transformasi eko-spiritual melalui penyelidikan dan tindakan transpersonal.
Dengan mengenali hubungan timbal-balik yang inheren antara tindakan kita dan dunia kita, asosiasi ini didedikasikan untuk mendorong dan memacu praktik-praktik dan perspektif-perspektif yang akan mengantar pada ko-evolusi kebudayaan, alam, dan masyarakat yang sadar dan berlangsung terus-menerus.
Keahlian kami adalah memadukan pengetahuan psikologis dengan pengetahuan spiritual yang melaluinya kami mendorong transformasi spritual, baik secara individual maupun secara kolektif. Untuk sampai pada tujuan ini, asosiasi mendorong demokrasi spiritual; pemeriksaan yang cermat kepada beragamnya teknik, disiplin, dan metode untuk mengeksplorasi spiritualitas personal dan praktik-praktik kultural yang tradisional; dan pengenalan akan bagaimana yang sakral diejawantahkan dalam semua pengalaman.
Dari misi ini sudah terlihat bahwa psikologi transpersonal adalah bidang yang sangat luas yang menghubungkan segala perilaku manusia dengan dimensi spiritual. Pemahaman akan dimensi spiritual ini harus diakui sangat beragam menurut agama dan budaya. Semuanya layak untuk ditampung dalam ruang yang bernama psikologi transpersonal.

PERBANDINGAN TRANSPERSONAL DENGAN YAN LAIN
Psikologi secara sederhana sekali bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Sekali lagi, perilaku manusia. Ada resiko yang tidak kecil dalam definisi ini. Apakah perilaku itu? Untuk menjawabnya, kita tidak bisa memberi jawaban tunggal. Definisi perilaku sangat tergantung pada kacamata atau sudut pandang yang kita gunakan.
Kita bisa mengerucutkan berbagai definisi perilaku pada aliran-aliran psikologi yang berkembang sejak Wilhelm Wundt mendirikan Laboratorium psikologi pertama di Universitas Leipzig pada bulan Desember 1879. Tabel berikut akan memberi gambaran tentang orientasi pemikiran dalam aliran-aliran psikologi.

Orientasi pemikiran dalam aliran-aliran psikologi

Strukturalisme
Struktur kesadaran

Fungsionalisme
Fungsi/cara bekerja kesadaran

Behaviorisme
Pola stimulus-repons

Psikoanalisis
Dunia ketidaksadaran

Psikologi Gestalt
Persepsi menyeluruh terhadap objek

Psikologi humanistik
Kesadaran dalam totalitasnya

Psikologi kognitif
Korelasi kesadaran dan fungsi kognitif

Psikologi transpersonal
Struktur dan pergerakan jiwa dari kesadaran sampai pada diri terdalam

Nah setelah kita mengerti bagaimana aliran-aliran itu berbicara tentang perilaku, bisa kita menggarisi sedikit perbedaan yang ada pada mereka, sehingga dapat kita perhatikan bagaimana ketidakpuasan para tokoh pendiri aliran transpersonal pada aliran psikologi yang ada, dan yang notabenenya tidak mampu menjelaskan tentang hal baru yang mereka temukan belum lama ini.
Pendirian psikologi transpersonal seringkali dilekatkan dengan nama Anthony Sutich dan Abraham Maslow yang juga menjadi pendiri Mazhab Ketiga dalam psikologi yang disebut Psikologi Humanistik. Memang mereka berdualah yang berjasa dalam pendirian aliran baru ini. Upaya yang timbul dari ketidakpuasan pada teori yang tidak mampu menjelaskan hal-hal baru yang mereka temukan. Sebut saja ketika Maslow mulai meneliti aspek-aspek kehidupan religius, dan saat itu pemikiran ilmiah Amerika sedang didominasi oleh behaviorisme yang kurang simpati dengan eksplorasi dimensi batiniah. Menghadapi situasi ini, Maslow tidak terburu-buru memperkenalkan pengalaman mistis. Langkah pertama yang ditempuhnya adalah memperkenalkan istilah pengalaman-pengalaman puncak (Ing: peak experiences).
Upaya Maslow memang terkesan lambat, namun ia berhasil membangunkan pemikiran-pemikiran spiritual yang tidur dalam berbagai konteks kultural dalam cara yang lembut, sampai-sampai dalam kurun waktu tiga puluh tahun gerimisnya sudah membasahi sebagian besar tubuh psikologi. Pada tahun 1969, Maslow dan Sutich secara formal mendirikan Journal of Transpersonal Psychology (Jurnal Psikologi Transpersonal). Tiga tahun kemudian, pendirian itu dikokohkan dengan berdirinya Association for Transpersonal Psychology (Asosiasi Psikologi Transpersonal) yang menjadi wadah bagi eksplorasi pengalaman mistis, trans, atau spiritual yang berakar baik dalam tradisi Timur maupun tradisi Barat.
Pendirian itu digagas oleh Sutich yang mengumpulkan para tokoh-tokoh yang mempunyai paham yang sama di rumahnya di California (waktu itu pusat gerakan "kontra budaya''). Mereka membahas secara informal topik-topik yang tidak diperhatikan oleh psikologi humanistik dan gerakan potensi manusia waktu itu. Pertemuan itu dihadiri oleh Abraham Maslow (psikolog humanistik yang berbicara tentang peak experience, pengalaman puncak), Stanislav Grof, dan Victor Frankl, yang kemudian dari diskusi ini menghasilkan istilah transpersonal untuk gerakan psikologi yang mereka rintis.
Diskusi ini dipimpin langsung oleh Sutich meskipun harus menggunakan cermin di atas kepalanya karena ia terbaring lumpuh oleh penyakit kronis. Dalam diskusi ini Wilber (Kenneth Earl Wilber Jr) belum hadir karena pada waktu itu ia masih menjadi pemuda gelisah yang juga mengalami ketidakpuasan terhadap sains dan psikologi modern.
Sebenarnya, jauh sebelum Maslow mengemukakan tentang pengalaman mistisnya, telah muncul seorang tokoh yang telah banyak membicarakan tentang pengalamn yang sama seperti yang diungkapkan Maslow. Adalah seorang psikiater Kanada R.M. Bucke. Pengalamannya terjadi pada kunjungannya ke Inggris pada tahun 1872, yaitu ketika ia merasakan perasaan tenang dan damai, yang kemudian berubah seketika menjadi muram dan seolah-olah seperti terbakar nyala api, kemudian perasaan itu berubah kembali seketika itu pula menjadi perasaan suka ria yang menyelimutinya. Bucke menyebutnya sebagai secercah kesadaran kosmik. Psikologi pada masa Bucke tidak memiliki label-label untuk menentukan tentang hal itu kecuali label-label psikopatologis. Sehingga mulailah ia berpaling pada psikologi timur untuk menemukan hal-hal yang tidak ditemuinya di barat.
Selain itu gagasan tentang transpersonal juga telah dikemukakan oleh C.G. Jung, walaupun memang tidak secara penuh seperti apa yang dilakukan Maslow, namun tulisan-tulisan dan teori-teorinya merupakan jembatan utama menuju psikologi transpersonal. Perkembangan dalam aliran psikologi ini secara mengejutkan memberi angin segar bagi kita bangsa timur, yang selama sekian abad telah dianggap irrasionil, subjektif, dan sangat tidak ilmiah. Pemikiran, dan ajaran-ajaran timur dianggap tidak relevan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan empiris dewasa ini, sehingga bangsa timur dianggap second nation dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, dan perkembangan ini merupakan awal yang baik bagi bangsa timur. Dan ini perlu untuk didukung dan terus dipupuk perkembangannya.