Ada Apa dengan Angka?
Dalam
kehidupan manusia angka di gunakan sebagai tolak ukur penghitungan. Kadang
angka juga yang membuat orang bahagia atau frustasi. Angka juga yang menjadikan
deret harta makin kelihtan banyak. Angka juga yang akan membutakan manusia untu
korupsi. Bayangkan saja ketika di hadapkan angka 1.000 dan ketika di hadapkan
dengan angka 1.000.000.000? jawab sendiri saja dalam nurani anda masing-masing.
Namun
yang menjadi perhatian saya ketika melihat angka yakni ketika orang salah
kaprah menyimpulkan bedasarkan angka. Barang kali manusia saat ini terlalu over
mengangkakan semua aspek kehidupan. Semua yang diangkakan kemudian menghasilkan
hasil yang disimpulkan sendiri berupa bahagia dan kecewa. Hal semacam ini yang
sering terjadi di sekitar kita. Kita cenderung memiliki gagasan hitung-hitungan
yang rendah terhadap kualitas hidup kita.
Bayangkan
saja angka 4 dan 9 dalam penilaian ini bisa jadi momok yang menakutkan bagi
seorang siswa. Ketika kita mencoba mengkomparasikan angka tersebut di tataran
kesimpulan hasil. Nilai 4 bagi yang orentasinya pada hasil itu hal yang
memalukan dan buruk. Nilai 9 itu hal luar biasa dan hebat. Namun bagi mereka
yang berorentasi pada proses belum tentu siswa yang emiliki nilai 4 itu buruk,
belum tentu juga yang nilai 9 itu hebat.
Banyak
sekali hal sepele yang ada di sekitar yang kita simpulakan dengan angka-angka
sebagai patokan akhir. Angka yang mimiliki nilai tertinggi dianggap sebagai hal
yang luar biasa. Dalam cakupan harta misalnya orang yang memiliki nilai harta
yang tinggi dianggap memiliki kebahagiaan yang tinggi pula. Sedangkan yang
miskin tidak hidup bahagia. Pemahaman yang keliru seperti ini yang membuat
jarak antara yang miskin dan yang kaya makin terasa. Ataupun yang pintar dan
yang dianggap bodoh makin nampak jelas. Ini tentu akan menjadi masalah dalam kehidupan
bermasyarakat.
Masyarakat yang sudah memandang segala hal
dengan cakupan dan ukuran angka cenderung mengkebiri kwalitas. Padahal kwalitas
seseorang dalam menjalani kehidupan tidak hanya angka yang menjadi tolak ukur
dalam menilai. Kita mesti mau membuka cara pandang kita ketika mau menilai
seseorang dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sehingga tidak asal
menyimpulkan dari hitungan angka-angka belaka.
Seorang
karuptor dengan harta melimpah secara angka, apa dia juga memiliki kebahagiaan
yang tinggi juga? Si pemulung dengan hidup pas-pasan apa tidak memiliki
kebahagian yang tinggi juga? Belum tentu. Maka dari itu kita perlu lebih
hati-hati lagi dalam menyimpulkan suatu hal berdasarkan nilai atau angka. Jangan
sampai kita sebagai orang yang melek pendidikan tampak bloon di hadapan orang yang
memiliki kualitas hidup yang tinggi.
0 comments:
Post a Comment