Wednesday, December 12, 2012

Di sudut itu Aku tersembunyi

0 comments
Setiap sore adalah saat dimana waktu yang paling tepat melihat keindahan terbenamnya mentari. Aku bercerita dan berbagi tentang sajak kehidupan yang kian lama kian tak beraturan. Aku juga sesekali mengiringinya dengan alunan lagu sumbang. Aku berbagi rasa di kedangkalan pemaknaan hidup yang kian sulit ku uraikan dengan kata-kata singkat tak bermakna. Teriakan anak-anak itu membuatku memejamkan mata untuk menutupi tangisan yang ku tahan. Iya saat seperti mereka itu akupun pernah mengalaminya, sebuah perjalanan hidup. Saat dimana aku dan iwa tegar itu masih bersama menangis karena perut yang masih perih. Ataupun saat hanya kekosongan ketika membuka gunungan harapan.

Hidup kadang perlu sedikit bersedih atau menangis untuk melonggarkan tumpukan sesak karena derita. Menangis memang tiada pernah merubah sedikitpun keadaan yang ada. Aku pun kadang suka di buat bodoh oleh air mata yang kadang menetes tanpa ku suruh. 

Masa lalu itu aku sering bersembunyi di sudut waktu yang bergerak lambat bak simput. Aku dan jiwaku sering di buat kehilangan arah untuk menghitung kuantitas waktu yang kami habiskan bersama. Bukan karena apa di benakku waktu bahagia itu kadang dirasa begitu cepat bagai cahaya menempati ruang gelap, atau angin yang menempati ruang kosong. Adapun derita atau duka dirasa lambat, dan mungkin demensi sengaja di perlambat dan memang di rasa begitu lambat.

Aku sering tertidur dalam persembunyianku di sudut waktu itu, untuk mengeringkan air mata derita dan mengatur kedatangan bahagia, yang entah hanya fiksi di hidupku dulu. Iya hidup bahagia seperti orang pada umumnya, dan hal jauh dari pola pikirku yang memang sangat dangkal akan rasa hidup. Kehidupan saat itu masih ku maknai sebagai hal yang membosankan, iya itu tadi bagai lagu sumbang atau sajak yang mulai tak beraturan. 

Diderita itu kadang ku sampai kan bersama penjaga-penjaga Tuhan, untuk Tuhan agar dimensi ini dapat Dia rubah untuk kami saat itu. Aku berdoa dengan bahsa sederhana, aku berdoa dengan pakaian sederhana, dengan penghambaan sederhana. Iya serba sederhana itu aku hadir untuk bercerita kepada Tuhan akan diriku yang sembunyi di sudut waktu yang kian sempit. 

Sempit itu derita sempit itu hikmah sempit itu motivasi untuk kita mengenal Tuhan dan mampu menjadikan jiwa lemah menjadikan mau bangkit. Aku masih bersembunyi dan aku yakin lebih dari ini aku pen pernah melewatinya.

0 comments:

Post a Comment