Kata itu
muncul pada saat saya membaca sebuah status mas Prie GS. Iya mas prie merupakan
sosok yang saya kagumi dari bahasa tulisannya yang ringan tapi menggelitik. Tulisan
itu berasa mak jleb (mengena), bagi sebagian orang membaca hal tersirat dalam
tulisan orang yang dalam bentuk kata-kata mungkin sulit. Alhamdulillah saya
suka dengan kengawuran saya suka mengada-ada hal yang terisrat dalam sebuah
tulisan atau hanya kata-kata kecil dari seseorang.
Dalam sendi
kehidupan social menag tidak jarang orang yang dengan sengaja metubah
penampilannya agar terlihat atau terkesan seperti ini atau seperti itu. Tahukan
itu kadang Cuma bikin seseorang tersebut tampak begitu konyol dan tak
berkarakter sama sekali, apalagi kalau yang di tiru itu sosok yang notabene
agaknya dipandang kurang sreg atau negative. Merubah atau berubah memang seatu
keharusan yang harus dijalanai sebagai rangkaian perjalanan hidup seorang
manusia. Berubah itu baik dan sangat dianjurkan ketika perubahan itu berdampak
pada suatu yang lebih positif. Tapi kalau yang dilakukan sebagai suatu tindakan
sok, ya perlu di pertanyaakan dan penampakannyapun kurang sedap dipandang.
Merubah karakter
seseorang bukanlah perkara yang mudah. Agaknya inilah yang sedang ditekankan
oleh bangsa ini yakni berupa pendidikan karakter. Iya pendidikan yang begitu
mendasar kepada genarasi saat ini. Karena rasa-rasanya pemuda di era sekarang
tiada memiliki karakter yang kuat sebagai identitasnya sebagai seorang yang
memiliki kebudayaan yang luhur dan baik. Kita sebenarnya sadar bahwasanya
budaya ketimuran adalah budaya yang begitu indah dan memilki nilai moral yang
begitu tinggi dari budaya-budaya yang ada diseluruh dunia. Namun kenapa untuk
mengaplikasikan budaya semacam ini kita agaknya stress dan kurang greget dan
memilih hidup dengan cara yang sok kebaratan, cuek dan idividualisme?
Budaya menunduk,
menyapa kepada orang lain saat melintas di depan orang yang lagi duduk bisa
kita hitung sendiri berapa yang masih menarapkan kebiasaan menghormati ini. Menyapa,
menyalami dan tebar senyuman sapa, ini juga menjadi sangat langka. Kita cenderung
sok sibuk dan seakan-akan punya kepentingan yang begitu padat sehingga untuk
menyapa saja malas.
Beruntungnya kita
dikota ini terselamatkan oleh beberapa minimarket yang ketika kita masuk selalu
menyapa dan menebarkan senyum sapa. Meskipun ini sebagai suatu standar
operasional bekerja namun saya akui saya merasa budaya Indonesia masih ada di
negeri ini. Budaya ketimuran masih bisa dan indah di terapkan di modernisasi
zaman. Disamping beberapa minimarket tesrsebut ada juga yang melakukan hal yang
sama sebagai SOP suatu perusahaan yakni SBBU, iya hampir semua sppbu di
Indonesia melakukan hal yang sama, senyum, sapa.
Namun terkadang
memang janggal suatu hal yang dipaksakan bukan di tanamkan. Meskipun agaknya
nampak seperti sudah memenuhi standard tetapi jika kita mau menilik lebih
lanjut terkesan penuh dengan terpaksa. Terutama bagi mereka yang memang mungkin
sejak dari dulu pendidikan karakternya masih kurang. Semisalnya pejabat, mereka
itu di training untuk tidak korupsi dan secara SOP sangat dilarang. Bahkan semboyan
partaipun meneriakna janagn korupsi namun dimana-mana yang namanya karate itu
tidak bisa di rubah dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan bahkan tahun.
Tetapi memang butuh waktu yang bertahap untuk merubahnya. Jadi memang sudah menjadi
habbit bukan suatu pressing dari pihak manapun. Ketika suatu perilaku telah
menjadi habbit yang terjadi adalah keselarasan sikap dan manifestasi perilaku
yang di timbulkan.
Beberapa bulan
ini saya memperhatikan seorang gadis karyawan di sebuah sppbu di Jl. Kusuma
Negara. Alasan utmanya bukan karena dia cantik, atau apalah. Namun lebih karena
karakternya yang membuat saya ketika hendak membeli bensin di situ selalu
mencatat setiap perubahan yang terjadi. Namun ternyata agaknya sulit menilainya
karena perubahan yang saya harapkan tiada pernah kunjung. Gadis itu selalu
dengan karakternya, yang bagi saya itu merupakan bentuk pemaksaan atas dasar
SOP. Keterpaksaan inilah yang menjadi seni tersendiri ketika si gadis menyapa
konsumennya. Rona wajah yang terpaksa begitu terlihat jelas. Entah itu
karaternya dia atau memang tiada dia mau berusaha untuk menjadikan sop itu
sebagai suatu habbit yang tentunya akan menguntungkan perusahaan dan pelangan
juga bukan?
Si gadis
berjilbab itu kalau menyapa konsumennya dengan nada agak sinis, memberikan
senyuman juga sebatas senyuman yang sama sekali tidak tulus. Mengapa saya sok
bisa menilai itu senyum tulus atau tidak? Itu sebenarnya begitu mudah dari
bahasa wajahnya. Dalam buku Paul Ekman, di situ dijabarkan bagaimana seni
membaca emosi seseorang. Jika saya perhatikan gadis ini senyum hanya di bibir
sebagai basa-basi. Karena senyum yang tulus itu kerutan dimata akan terlihat
dan bibir terlihat simetris. Namun yang dilakukan gadi ini tampak begitu berbeda
dengan teman-temannya. Standar Operasional yang ditetapkan agak nya tidak
memberikan suatu dampak positif bagi si gadis ini. Idealnya suatu hal yang
dilakukan secara terus-menerus akan secara tidak sadar membangun suatu
kepribadian baru bagi seseorang. Iya jika kita mau menilik pada dasar-dasar
beheviorisme namun nyatanya ini kurang berdampak pada si gadis. Ini cukup
mematahkan teori Skinner, Bandura dkk juga sebenarnya yang menyebutkan kebiasaan dalam suatu
hal dapat menjadikan seseorang atau individu bisa berubah. Tapi sah sah saja
siapapun boleh berteori tapi terkadang teori tidak bisa digeneralisasikan
secara mentah ke semua aspek budaya manusia.
Jadi inilah
betapa pendidikan karate itu merupakan suatu cikal bakal yang mau tidak mau
harus diterapkan pada generasi muda negeri ini. Tujuan utamanya yakni
mengembalikan nilai-nilai kebudayaan yang memiliki nilai moral yang tinggi. Kita
sah-sah saja menjadi atau memproklamirkan diri kita sebagai manusia modern. Namun
apa untungnya jika kita menjdai manusia modern yang tak memilki nilai-nilai
hidup? Modernisasi jangan menjadika kita tidak melek unggah-ungguh, modernisasi
jangan menjadikan kita manusia yang sok modern kemudian melupakan penanaman
nilai-nilai moral. Sehingga kerukunan hidup dapat kita capai, kehidupan social jadi
lebih harmonis dan hidup berdampingan dalam perbedaan itu adalah harapan semua
manusia. Mari kita wujudkan dari diri kita sendiri sebagai kaum yang memiliki
jiwa muda, semangat muda, semangat membangun kea rah yang lebih baik.
0 comments:
Post a Comment