Tuesday, February 12, 2013

Kamu itu jangan sok Cool deh kalau pada hakekatnya kamu itu hot

0 comments


Kata itu muncul pada saat saya membaca sebuah status mas Prie GS. Iya mas prie merupakan sosok yang saya kagumi dari bahasa tulisannya yang ringan tapi menggelitik. Tulisan itu berasa mak jleb (mengena), bagi sebagian orang membaca hal tersirat dalam tulisan orang yang dalam bentuk kata-kata mungkin sulit. Alhamdulillah saya suka dengan kengawuran saya suka mengada-ada hal yang terisrat dalam sebuah tulisan atau hanya kata-kata kecil dari seseorang.
Dalam sendi kehidupan social menag tidak jarang orang yang dengan sengaja metubah penampilannya agar terlihat atau terkesan seperti ini atau seperti itu. Tahukan itu kadang Cuma bikin seseorang tersebut tampak begitu konyol dan tak berkarakter sama sekali, apalagi kalau yang di tiru itu sosok yang notabene agaknya dipandang kurang sreg atau negative. Merubah atau berubah memang seatu keharusan yang harus dijalanai sebagai rangkaian perjalanan hidup seorang manusia. Berubah itu baik dan sangat dianjurkan ketika perubahan itu berdampak pada suatu yang lebih positif. Tapi kalau yang dilakukan sebagai suatu tindakan sok, ya perlu di pertanyaakan dan penampakannyapun kurang sedap dipandang.
Merubah karakter seseorang bukanlah perkara yang mudah. Agaknya inilah yang sedang ditekankan oleh bangsa ini yakni berupa pendidikan karakter. Iya pendidikan yang begitu mendasar kepada genarasi saat ini. Karena rasa-rasanya pemuda di era sekarang tiada memiliki karakter yang kuat sebagai identitasnya sebagai seorang yang memiliki kebudayaan yang luhur dan baik. Kita sebenarnya sadar bahwasanya budaya ketimuran adalah budaya yang begitu indah dan memilki nilai moral yang begitu tinggi dari budaya-budaya yang ada diseluruh dunia. Namun kenapa untuk mengaplikasikan budaya semacam ini kita agaknya stress dan kurang greget dan memilih hidup dengan cara yang sok kebaratan, cuek dan idividualisme?
Budaya menunduk, menyapa kepada orang lain saat melintas di depan orang yang lagi duduk bisa kita hitung sendiri berapa yang masih menarapkan kebiasaan menghormati ini. Menyapa, menyalami dan tebar senyuman sapa, ini juga menjadi sangat langka. Kita cenderung sok sibuk dan seakan-akan punya kepentingan yang begitu padat sehingga untuk menyapa saja malas.
Beruntungnya kita dikota ini terselamatkan oleh beberapa minimarket yang ketika kita masuk selalu menyapa dan menebarkan senyum sapa. Meskipun ini sebagai suatu standar operasional bekerja namun saya akui saya merasa budaya Indonesia masih ada di negeri ini. Budaya ketimuran masih bisa dan indah di terapkan di modernisasi zaman. Disamping beberapa minimarket tesrsebut ada juga yang melakukan hal yang sama sebagai SOP suatu perusahaan yakni SBBU, iya hampir semua sppbu di Indonesia melakukan hal yang sama, senyum, sapa.
Namun terkadang memang janggal suatu hal yang dipaksakan bukan di tanamkan. Meskipun agaknya nampak seperti sudah memenuhi standard tetapi jika kita mau menilik lebih lanjut terkesan penuh dengan terpaksa. Terutama bagi mereka yang memang mungkin sejak dari dulu pendidikan karakternya masih kurang. Semisalnya pejabat, mereka itu di training untuk tidak korupsi dan secara SOP sangat dilarang. Bahkan semboyan partaipun meneriakna janagn korupsi namun dimana-mana yang namanya karate itu tidak bisa di rubah dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan bahkan tahun. Tetapi memang butuh waktu yang bertahap untuk merubahnya. Jadi memang sudah menjadi habbit bukan suatu pressing dari pihak manapun. Ketika suatu perilaku telah menjadi habbit yang terjadi adalah keselarasan sikap dan manifestasi perilaku yang di timbulkan.
Beberapa bulan ini saya memperhatikan seorang gadis karyawan di sebuah sppbu di Jl. Kusuma Negara. Alasan utmanya bukan karena dia cantik, atau apalah. Namun lebih karena karakternya yang membuat saya ketika hendak membeli bensin di situ selalu mencatat setiap perubahan yang terjadi. Namun ternyata agaknya sulit menilainya karena perubahan yang saya harapkan tiada pernah kunjung. Gadis itu selalu dengan karakternya, yang bagi saya itu merupakan bentuk pemaksaan atas dasar SOP. Keterpaksaan inilah yang menjadi seni tersendiri ketika si gadis menyapa konsumennya. Rona wajah yang terpaksa begitu terlihat jelas. Entah itu karaternya dia atau memang tiada dia mau berusaha untuk menjadikan sop itu sebagai suatu habbit yang tentunya akan menguntungkan perusahaan dan pelangan juga bukan?
Si gadis berjilbab itu kalau menyapa konsumennya dengan nada agak sinis, memberikan senyuman juga sebatas senyuman yang sama sekali tidak tulus. Mengapa saya sok bisa menilai itu senyum tulus atau tidak? Itu sebenarnya begitu mudah dari bahasa wajahnya. Dalam buku Paul Ekman, di situ dijabarkan bagaimana seni membaca emosi seseorang. Jika saya perhatikan gadis ini senyum hanya di bibir sebagai basa-basi. Karena senyum yang tulus itu kerutan dimata akan terlihat dan bibir terlihat simetris. Namun yang dilakukan gadi ini tampak begitu berbeda dengan teman-temannya. Standar Operasional yang ditetapkan agak nya tidak memberikan suatu dampak positif bagi si gadis ini. Idealnya suatu hal yang dilakukan secara terus-menerus akan secara tidak sadar membangun suatu kepribadian baru bagi seseorang. Iya jika kita mau menilik pada dasar-dasar beheviorisme namun nyatanya ini kurang berdampak pada si gadis. Ini cukup mematahkan teori Skinner, Bandura dkk juga sebenarnya yang menyebutkan kebiasaan dalam suatu hal dapat menjadikan seseorang atau individu bisa berubah. Tapi sah sah saja siapapun boleh berteori tapi terkadang teori tidak bisa digeneralisasikan secara mentah ke semua aspek budaya manusia.
Jadi inilah betapa pendidikan karate itu merupakan suatu cikal bakal yang mau tidak mau harus diterapkan pada generasi muda negeri ini. Tujuan utamanya yakni mengembalikan nilai-nilai kebudayaan yang memiliki nilai moral yang tinggi. Kita sah-sah saja menjadi atau memproklamirkan diri kita sebagai manusia modern. Namun apa untungnya jika kita menjdai manusia modern yang tak memilki nilai-nilai hidup? Modernisasi jangan menjadika kita tidak melek unggah-ungguh, modernisasi jangan menjadikan kita manusia yang sok modern kemudian melupakan penanaman nilai-nilai moral. Sehingga kerukunan hidup dapat kita capai, kehidupan social jadi lebih harmonis dan hidup berdampingan dalam perbedaan itu adalah harapan semua manusia. Mari kita wujudkan dari diri kita sendiri sebagai kaum yang memiliki jiwa muda, semangat muda, semangat membangun kea rah yang lebih baik. 

0 comments:

Post a Comment