Sunday, March 17, 2013

Mencintai

0 comments


Tuhan kenapa kau bangun cinta yang begitu besar jika nantinya Kau takdirkan aku tak bersamanya? Kata-kata ini terlontar dari tokoh pewayangan yang di mainkan sudjiwo tedjo. Takdir seseorang memang begitu beragam, semua orang agaknya memang miliki takdir yang berbeda-beda. Dalam masalah cinta pun manusia memang di ciptakan dengan segitu sempurnyanya. Manusia di ciptakan dengan di beri hak dicinta dan mencinta.
Pilihan mencinta juga berisiko, di cintai juga berisiko. Lah memang di dunia ini tiada yang tanpa resiko bukan? Hidup ini sejak kita lahir sudah berisiko. Saat kita baru lahir kita di wanti-wanti (dikhawatirkan) oleh orang tua. Kita berlatih berjalan resikonya kepala kita sering kebentur tembok, jatuh lecet-lecet dan sebagainya. Kita gedhe sedikit, kita bermain di nakali anak-anak kita berantem dengan anak tetangga juga resiko. Tapi buktinya sampai sekarang kita masih bisa hidup kan? Begitupun dengan mencintai dan di cintai semua bersiko sakit kata sebagian orang. Cintakah yang salah? Jelas tidak bukan cinta yang salah kitalah yang lemah kitalah yang mudah menyerah begitu kata Candra Malik dalam ma’rifat cintanya.
Mencintai hak semua manusia tiada terkecuali semua mahluk yang ada di muka bumi. Di cintai juga semestinya menjadi hak manusia juga. Namun bagi saya mencintai itu adalah kewajiban. Bukan lagi hak, dengan kita menganggap mencintai itu kewajiban kita akan berusaha mendamaikan diri untuk mencintai sehingga yang kita dapati adalah kedamaian.
Mencintai tak harus memiliki? Mencintai memang tak harus memiliki karena kita telah merasa memilki. Dengan merasa saja kita bisa bahagia kenapa kita mesti ngoyo untuk memiliki, memiliki itu ada tangan takdir yang bermain di situ. Kita hanya di perintahkan untuk saling mengenal kehidupan yang bhineka ini. Untuk bisa menebar cinta ke semua mahluk yang ada di muka bumi ini.
Mencintai yang lebih tua itu secara norma malu-maluin? Bisa jadi malu-maluin, bisa jadi juga gak. Tergantung dari sisi mananya kita mau menilai, tergantung dari sisi manaya kita mau mempresepsikan nya bukan? Seorang gadis belasan tahun nikah sama kakek yang berumur 60 tahun ya malu-maluinlah, meskipun seorang laki-laki itu sampai mati masih bisa kuat secara biologis. Tapi apa ya mau dengan kulit keriput? Sebaliknya seorang jejaka menikahi nenek-nenek usia 60 tahun, ya sudah mens pause di tambah tidak subur secra biologis. Kita mau Cuma ngurus seperti baby sister saja? Kalau jawabanya iya saya acungin jempol ketulusan anda sudah sangat tinggi.
Akh sebenarnya saya sendiri juga bingung dengan tema tentang cinta, karena bagi saya anda sendiri sudah punya pengalaman cinta yang lebih dari pada saya. Barang kali cinta anda juga sudah mampu termanifestasi sebagai cinta yang tulus, bukan lagi ke hamba tapi juga ke sang Maha Cinta bukan? Semoga iya amiin.
Banyak sekali manusia menyalah artikan cinta mereka tiada menyadari dan tiada mampu membedakan antara cinta dan nafsu. Lah gimana mau menyadari cinta orang cintanya juga di balut dengan nafsu iya kan? Kalau ada orang yang hamil duluan itu kalau bilang kita sama-sama cinta kepret saja yang bilang seperti itu. itu sama-sama nafsu bukan sama-sama cinta.
Kenapa lagu-lagu di dunia banyak bertemakan cinta? Bagi saya ya biarin saja hak mereka mau mencipta lagu cinta. Dari pada menciptakan lagu-lagu yang mengandung kebencian? Hayoo. Cinta memang tak pernah bisa lepas dari kehidupan manusia. Penciptaan manusia juga tak lepas dari yang namanya cinta. Dari cinta kasih ayah dan ibu kemudiana atas izin dan ridho Tuhan kita tercipta. Algu-lagu yang bertemakan cinta juga agaknya lebih laku, karena jumlah pemuda dan pemudi lebih banyak. Coba kalau yang banyak lansia nya pasti lagu-lagunya bertemakan akhirat, bertemakan religiusitas dan itu lebih laku dipasaran.
Cinta identic dengan pemuda benarkah? Gak juga kali, cinta itu tak memandang usia, ruang dan waktu. Datang dengan tiba-tiba, lewat obrolan pertama, atau pandangan pertama atau apa-apalah yang pertama terserah anda saja maunya mana yang pertama. Yang terpenting itu justru yang terakhir sebenarnya. Kita harusnya lebih memilih jadi yang terakhir kalau konteks cinta kita relashionship, buat apa kita jadi yang pertama kalau ujungnya tak jadi yang terakhir? Tidak apa-apa jadi yang ke sepuluh atau yang ke seratus asalkan kita itu yang terakhir sebagai tempat berlbuhan cinta dari pasangan kita.
Lalu cinta itu apa? Kenapa aku bisa cinta kenapa dia bisa cinta? Nah ini jawabanya. Sebanarnya cinta itu tanpa kenapa? Cinta yang berlandaskan kenapa itu hanya merujuk ke sebab akibat. Sebab kau cantik, sebab kau ganteng, sebab kau kaya, sebab kau pintar, sebab kau terkenal dan lain sebagainya. Kemudian akibatnya aku suka, aku cinta. Cinta itu benar-benar bukan masalah sebab akibat. Cinta itu hadir dengan perantara tangan takdir, itulah cinta yang tulus. Tak perlu memaksakan kehendak itulah cinta yang tanpa kenapa. Cinta yang tanpa kenapa tidak akan memandang seseorang dari persepsi sudut yang sempit. Jika ada 1000 pasangan batu bata, cinta yang tanpa kenapa akan memandang 999 batu bata yang terpasang rapi, sedang merekan yang mencinta dengan kenapa akan hanya memandang satu batu bata yang di pasang agak kurang rapi.
Cinta itu mestinya tidak hanya memfocuskan pada titik namun lebih ke kertasnya. Cinta itulah yang akan saling menguatkan kehendak satu sama lainya. Kalau dia kelak tak bersama ku bagaimana? Itu bukan ranah kita membahas hal semacam itu, itu sudah menjadi kehendak dan jalan Tuhan, barang kali dengan orang lain dia akan jauh lebih baik jika di bandingkan dengan diri kita.
Marilah mencintai dan di cintai dengan tanpa alasan. Mencintailah hanya karena memang kita memang sudah seharusnya mencitai. Marilah tetap arungi samudra hidup, dan berlabuhlah dipulau yang tepat bukan sekedar pulau indah di penampakan indrawi. Berlabuhlah di pulau yang akan menghidupi kita, hingga kita tak bisa merangkai kata menjelaskan pujian kepada-Nya atas kenikmatan di berikan pulau yang memberi manfaat kepada kita.



0 comments:

Post a Comment