(Herman-Ranjet pic)
Sore
itu tanggal 23 November 2013 pukul 16.00 WIB. Langit berpesta warna di
kecerahan musim penghujan. Angin berhembus pelan dari selatan ke utara. Termangu
kami dalam kebisuan tanpa komunikasi. Bahasa mata menandakan ada sesuatu yang
ingin di ceritakan seorang teman yang datang menghampiriku. Akh entahlah
rasanya dunia ku dipenuhi dengan tebak-menebak. Suara riuh tangis anak-anak tak
kami gubris lagi. Biarlah mungkin itu nada-nada cinta Tuhan yang tak pernah
kami minta tapi ternyata menghibur juga.
Dalam
berkomunikasi hal yang paling sulit adalah mendengarkan. Dan bagi orang
secerewet saya ini sangat sulit. Bagaimana tidak rasa ingin mendominasi
pembicaraan selalu ada. Namun mau tidak mau didikan dari psikologi memang
sering kali memaksa saya untuk diam dan mau mendengarkan orang lain ngobrol
bercerita kesana-kemari yang ujung-ujungnya minta solusi dan parahnya solusi
itu justru di temukan oleh dirinya sendiri. Tetapi tak apalah itu lah kehidupan
memang sudah didesain semacam itu dan kita hanya perli kesabaran dan ikhtiar
mengarungi kehidupan ini.
Putus
asa mungkin setiap orang pernah mengalaminya meskipun dalam bentuk paling
sederhana. Semisal males bangun pagi atau yang lainya. Tono adalah sesok pemuda
yang datang ke tempat saya dengan wajah yang bergembira. Tak pernah menyangka
kalau dia ternyata orang yang sukses
bangkit dari hal yang bisa di namai negatif habbit.
Dia
menceritakan masa lalunya yang begitu panjang dan lebar. Nah loh jadi luas
hehe.. iya dia menceritakan awal kenapa dia terpuruk dan sampai pada akhirnya
dia harus berubah. Ya solusi atas senua permasalahan dalam hidup memang
berubah. Berubah dari hal yang di rasa negatif ke arah yang lebih baik. Namun saya
tidak akan menuliskan apa isi obrolan kami. Karena itu adalah rahasia dan
komitmen kami menjaga kerahasiaan identitas atau isi curhatan beliau.
Yang
akan saya bahas pastinya akan sesuai dengan judul yang telah saya tulis diatas.
Kenapa si saya malu sama angin, matahari dan sejenisnya yang tak pernah saya memohon
ke Tuhan? Ini memang berawal dari pembahsan kami tentang kehidupan nya ini (TONO).
Dari awal dia berbicara dia mengeluarkan mungkin lebih terlihat seerti khadist
atau penggalan ayat “Tuhan mengasih apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita
inginkan”. Dari pengulangan kata-kata itu saya memang sambil mendengarkan
sembari sesekali memikirkan kata-kata itu.
Ternyata
kata itu justru sangat keliru dan saya juga ternyata selamaini menggunakan kata
itu untuk menasehati orang lain. Semoga Tuhan mengampuni kedunguan saya ini. Ternyata
tidak sama sekali. Tuhan justru memberi apa yang kita inginkan, apa yang kita
butuhkan dan apa yang tak pernah kita inginkan (pinta dalam doa). Ini yang
membuat saya begitu malu dengan matahari, dengan angin.
Angin
dan mentari selalu ada untuk kehidupan kita. Kita tak pernah memohon ke Tuhan
minta sinar matahari atau minta angin. Angin, matahari dan lain sebagainya selalu
saja di berikan oleh Tuhan tanpa kita meminta. Saat pagi hari kita tak pernah
meminta di bukakan mata tapi Tuhan memberikan kekuatan untuk kita buka mata
kita. Bagaimana? Masih malu? Masih tidak yakin dengan rencana Tuhan? Mohon dan
teruslah memohon masing-masing.
Semoga
sedikit ini memberikan pencerahan kita, memberikan pemahaman kita akan sesuatu
hal. Jangan mudah terkecoh, jangan sombong dan lain sebagainya sikap negatif.
0 comments:
Post a Comment