Monday, November 25, 2013

Aku Malu sama Angin, Cahaya Matahari dan Apa yang tak pernah ku Mohonkan ke Tuhan

0 comments
 (Herman-Ranjet pic)

                Sore itu tanggal 23 November 2013 pukul 16.00 WIB. Langit berpesta warna di kecerahan musim penghujan. Angin berhembus pelan dari selatan ke utara. Termangu kami dalam kebisuan tanpa komunikasi. Bahasa mata menandakan ada sesuatu yang ingin di ceritakan seorang teman yang datang menghampiriku. Akh entahlah rasanya dunia ku dipenuhi dengan tebak-menebak. Suara riuh tangis anak-anak tak kami gubris lagi. Biarlah mungkin itu nada-nada cinta Tuhan yang tak pernah kami minta tapi ternyata menghibur juga.
                Dalam berkomunikasi hal yang paling sulit adalah mendengarkan. Dan bagi orang secerewet saya ini sangat sulit. Bagaimana tidak rasa ingin mendominasi pembicaraan selalu ada. Namun mau tidak mau didikan dari psikologi memang sering kali memaksa saya untuk diam dan mau mendengarkan orang lain ngobrol bercerita kesana-kemari yang ujung-ujungnya minta solusi dan parahnya solusi itu justru di temukan oleh dirinya sendiri. Tetapi tak apalah itu lah kehidupan memang sudah didesain semacam itu dan kita hanya perli kesabaran dan ikhtiar mengarungi kehidupan ini.
                Putus asa mungkin setiap orang pernah mengalaminya meskipun dalam bentuk paling sederhana. Semisal males bangun pagi atau yang lainya. Tono adalah sesok pemuda yang datang ke tempat saya dengan wajah yang bergembira. Tak pernah menyangka kalau  dia ternyata orang yang sukses bangkit dari hal yang bisa di namai negatif habbit.
                Dia menceritakan masa lalunya yang begitu panjang dan lebar. Nah loh jadi luas hehe.. iya dia menceritakan awal kenapa dia terpuruk dan sampai pada akhirnya dia harus berubah. Ya solusi atas senua permasalahan dalam hidup memang berubah. Berubah dari hal yang di rasa negatif ke arah yang lebih baik. Namun saya tidak akan menuliskan apa isi obrolan kami. Karena itu adalah rahasia dan komitmen kami menjaga kerahasiaan identitas atau isi curhatan beliau.
                Yang akan saya bahas pastinya akan sesuai dengan judul yang telah saya tulis diatas. Kenapa si saya malu sama angin, matahari dan sejenisnya yang tak pernah saya memohon ke Tuhan? Ini memang berawal dari pembahsan kami tentang kehidupan nya ini (TONO). Dari awal dia berbicara dia mengeluarkan mungkin lebih terlihat seerti khadist atau penggalan ayat “Tuhan mengasih apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan”. Dari pengulangan kata-kata itu saya memang sambil mendengarkan sembari sesekali memikirkan kata-kata itu.
                Ternyata kata itu justru sangat keliru dan saya juga ternyata selamaini menggunakan kata itu untuk menasehati orang lain. Semoga Tuhan mengampuni kedunguan saya ini. Ternyata tidak sama sekali. Tuhan justru memberi apa yang kita inginkan, apa yang kita butuhkan dan apa yang tak pernah kita inginkan (pinta dalam doa). Ini yang membuat saya begitu malu dengan matahari, dengan angin.
                Angin dan mentari selalu ada untuk kehidupan kita. Kita tak pernah memohon ke Tuhan minta sinar matahari atau minta angin. Angin, matahari dan lain sebagainya selalu saja di berikan oleh Tuhan tanpa kita meminta. Saat pagi hari kita tak pernah meminta di bukakan mata tapi Tuhan memberikan kekuatan untuk kita buka mata kita. Bagaimana? Masih malu? Masih tidak yakin dengan rencana Tuhan? Mohon dan teruslah memohon masing-masing.
                Semoga sedikit ini memberikan pencerahan kita, memberikan pemahaman kita akan sesuatu hal. Jangan mudah terkecoh, jangan sombong dan lain sebagainya sikap negatif.

0 comments:

Post a Comment