Desember
adalah bulan penuh dengan kebahagian. Di Bulan desember cairnya gaji ke tiga belas. Bulan desember
penuh dengan target atau yang sering di sebut resolusi awal tahun. Bulan di
akhir perhitungan masehi ini memang di rasa begitu spesial bagi sebagian besar
orang di dunia ini.
Namun
bulan desember agaknya tidak begitu indah bagi si Atun. Gadis pekerja sebagai
cleaning service di salah satu pabrik di kota jakarta. Sebagai seorang cleaning
service Atun bisa dibilang cantik. Temen-temennya di tempat kerja sering
menggodainya dengan sebutan cleaning service berparas pramugari. Tubuhnya yang
tinggi dengan rambut panjang dan gigi yang tertata rapi, memang membuat atun
lebih pantas bekerja sebagai pramugari. Namun apa daya pendidikan atun hanyalah
seorang gadis tamatan SMP. Bisa bekerja di pabrik saja sudah bersyukur. Temen-temenya
di pabrik sesama Cleaning Service memang lebih banyak berpendidikan tamatan
SMA. Entah kenapa Atun bisa di terima bekerja di perusahaan tersebut. Atun datang
dari sebuah desa di kecamatan paguyangan dengan bermodalkan tekat ingin merubah
keadaan ekonomi keluarga.
Di
desanya atun termasuk lulusan sekolah yang cukup tinggi. Pasalnya temen-temen
sebaya atun tamatan SD bahkan kebanyakan tidak lulus SD. Atun di besarkan di
keluarga yang bisa di bilang kental dengan agamis. Pada saat sekolah dasar
paginya atun sekolah formal dan siangnya sekolah di madrasah diniyah. Sekolah diniyah
merupakan sekolah untuk memperdalam ilmu agama. Jarak yang harus di tempuh pun
untuk sampai di sekolah diniyah cukup jauh. 30 menitan dengan jalan kaki cepat.
Melewati sungai dengan arus yang deras. Atun kecil memang penuh dengan semangat
yang tinggi bersama teman-temanya dalam mencari ilmu pengetahuan.
Atun
semasa sekolah dari SD, Madrasah Diniyah hingga SMP selalu mendapatkan ranking
pertama. Atun memang gadis yang penuh tata krama dalam menjalankan
aktivitasnya. Setiap kali berbicara dengan orang yang lebih tua dari dirinya
selalu menggunakan bahasa kromo inggil. Bahsa yang dalam suku jawa menunjukan
ketata kramaan. Di zaman sekarang agaknya bahasa semacam ini sudah hilang dari
jiwa anak muda. Namun karena pendidikan dari orang tuanya atun mampu
berkomunikasi dengan bahsa kromo ingil dengan fasih dan menunjukan betapa gadis
ini penuh dengan sopan santun.
Juni
2009 Atun telah tamat dari SMP swasta di kecematan Paguyangan. Sabtu pagi saat
itu orang tua Atun dengan memakai batik serasi seakan bangga menunjukan bahwa
telah berhasil menyekolahkan anaknya lebih tinggi. Mereka bertiga bergegas
menuju sekolah Atun yang jaraknya cukup jauh bisa di tempuh 1 jam jalan kaki. Karena
memang tidak ada kendaran umum jadi jalan kaki menjadi pilihan paling tepat
menuju sekolah Atun. Selain itu jalan yang harus di laluinya juga cukup terjal
melalui bukit dan lembah yang kalau hujan bisa sangat licin dan becek. Namun pagi
yang cerah saat itu seakan melengkapi kebahagian orang tua Atun.
Pak
Sutrisno dan Ibu Saliem iya itulah nama orang tua Atun. Nama yang santer jadi
pembicaraan warga desa karena meski hidup serba kekurangan namun masih bisa menyekolahkan
anaknya hingga tamat SMP. Hampir semua warga dusun membicarakan Pak Sutrisno
yang dengan gigih menyekolahkan Atun. Pak Sutrisno dan Ibu Saliem hanyalah
seorang petani. Mereka berdua hidup hanya dengan bergantung pada tanah hutan. Tanah
yang hanya bisa ditanami 2 kali dalam setahun dengan tanaman jagung. Dan di
selingi dengan tanaman ubi dan pisang. Memang bukan hanya Pak Sutrisno saja
yang menggantungkan hidup di hutan hampir semua warga menggantungkan hidupnya
dari hasil hutan.
Pukul
13.00 WIB Pak Sutrisno, Ibu Saliem dan Atun kelihatan dengan muka bahagia meski
terik mentari saat juni itu sedang musim kemarau. Dengan wajah merah-merah ciri
khas orang gunung kalau terkena sinar mentari langsung merah. Belum sampai di
rumah warga yang ada di jalan bertanya-tanya. “lulus gak tun? Lulus gak tun?,
Ranking berapa tun?” dengan bangga meski keringat masih berkucurang Pak
Sutrisno menjawab dengan latang “Alhamdulillah lulus Ranking 2”.
Rasa
bangga Pak Sutrisno berlanjut malamnya dengan mengadakan syukuran
kecil-kecilan. Mengumpulkan warga dan memanjatkan doa di rumahnya. Menaruh harapan
agar Atun bisa bermanfaat dan ilmunya bisa di gunakan dengan semestinya. Malam itu
atun tampak begitu ceria serasa bebanya telah selesai. Mungkin Atun juga
menyadari bahwa selesai dari SMP ini dia tidak akan melanjutkan ke SMA. Sekolah
yang mungkin jadi dambaannya namun dia kubur dalam-dalam mimpinya untuk sekolah
di SMA. Malam itu begitu khidmat dan penuh haru.
Dua
minggu setelah Atun lulus, Atun memutuskan untuk pergi merantau ikut
tetangganya yang bekerja di Jakarta. Jakarta memang bagi orang desa selalu
menjanjikan. Segala impian mereka untuk menjadi kaya agaknya memang terukir di
Jakarta. Dengan berpikiran semacam itu orang tua Atun pun merelakan dan
mengizinkan anak Putri yang di sayanginya pergi ke ibu kota.
Malam
senin tepatnya Atun meninggalkan desa dan merantau ke ibu kota. Hanya dengan
mengantongi uang RP.400.000 hasil menjual kambing Atun nekat mengadu nasib di
ibu kota. Dasarnya Atun memang baik, sesampainya di Jakarta tanpa menunggu lama
dia di terima di sebuah Pabrik sepatu kulit. Menjadi karyawan cleaning service
pabrik tak membuatnya minder atau surut semangat. Gadis yang masih di bawah
umur harus di pekerjakan di pabrik. Aturan pemerintah saat itu masih
membolehkan karyawan di bawah umur. Andai saja sekarang mungkin Atun tidak bisa
bekerja. Karena untuk bekerja seorang harus memenuhi umur.
Hari
terus berlalu sebulan sudah Atun bekerja sebagai Cleaning Servie. Saat tiba
gaji pertama Atun cair. 1.000.000, uang yang nampaknya begitu besar bagi gadis
desa seperti atun. Atun memang anak yang berbakti kepada orang tua. Hasil kerjanya
setiap bulan dia kirimkan ke orang tuanya tentunya setelah di potong untuk
kebutuhan di ibu kota yang memang begitu mencekik. Setiap bulan sembari kirim
surat lewat pos Atun mengirimkan uangnya lewat wesel. Meskipun orang tuanya
tidak dapat membaca dan menulis namun ada tentangga mas Abik yang biasanya
membacakan surat untuk warga dusun. Mas Abik adalah guru ngaji Atun dan
anak-anak dusun.
September
akhir adalah lebaran. Momen yang begitu sakral dan hampir semua anak rantau
pada kembali ke kampung halamanya. Semua seakan menunjukan keglamoran betapa
kerja di Jakarta memang menjanjikan. Tak terkecuali Atun, sekarang Atun nampak
bersih dan sudah bisa dandan. Meskipun masih berumur belasan badan Atun bisa di
bilang bongsor (cepet tumbuhnya). Atun yang biasanya pake rok dari
tambalan-tambalan kain kini sudah memakai jeans dan dengan kaos yang serasi. Paras
Atun yang cantik memang membuat mata terpana melihatnya. Dan tak banyak mengira
kalau gadis itu baru kemaren lulus SMP.
Sepekan
sudah Atun berada di kampung halamanya. Sudah saatnya dia harus kembali menuju
ibu kota tentunya untuk kembali mengadu nasib. Sembari berpelukan dengan ibu
bapaknya Atun berpamitan.
Sesampai
tiba di jakarta Atun di datangi temen-temen kontrakanya. Menanyakan oleh-oleh
seperti biasanya orang yang baru pulang dari kampung. Atun mengeluarkan jajanan
khas kampungnya dan dimakan bersama teman-temanya.
Bulan
terus berlalu hingga akhirnya bulan desember. Iya bulan dimana cerita ini
bermula. Cerita ini di hadirkan dalam goresan luka dan air mata. Atun gadis
berparas cantik, klinik service dengan penampilan pramugari.
Menjelang
malam pergantian tahun tanggal 31 Desember 2009. Atun pergi bersama
teman-temanya untuk berlibur akhir tahun dan merayakan tahun baru 2010. Pabrik dan
kantor libur dengan cuti bersama hingga 4 hari. Puncak menjadi pilihan Atun dan
tema-temanya. Puncak memang selalu menjadi tempat favorit warga ibu kota ketika
libur panjang. Puncak menghadirkan panorama yang begitu indah dan elok yang
tentunya tidak akan di temui di kota metro politan seperti Jakarta.
Sesampainya
di vila atun dan teman-temanya bergegas ke kamar dan membersihkan diri. Siap-siap
untuk malam tahun baru dengan pesta kembang api. Bakaran dan jagung muda sudah
siap. Tinggal di bakar saja. Minuman dari coca-cola hingga vodka tersaji di
meja.
Semua
bernyanyi dan begitu larut dalam pesta kecil-kecilan akhir tahun. Tibalah pukul
23.45, semua siap-siap untuk menyalakan kembang api dari berbagai ukuran dan
bentuk. Semua akan teriak Happy new year. Dan apa yang menjadi petaka itu tiba.
Pukul 23.55 tepatnya. 5 menit menjelang pergantian tahun baru. Kembang api
telah menghiasi langit puncak malam itu. Dari berbagai vila dari berbagai
sudut. Dengan warna warni menghiasi langit yang saat itu begitu cerah. Tiba-tiba
tabung 3 KG lpj produk pemerintah meledak. Tabung LPG yang di gunakan untuk
menggoreng naget. Yang sengaja di bawa ke taman. Harus meledak entah karena
apa? Mungkin produk yang menjadi banggaan pemerintah pegganti minyak tanah ini
penuh dengan permsalahan. Tabung itu mengenai muka dan sisa belahanya harus
menghujam menusuk Atun dan seketika itu Atun menghembuskan nafas terakhir
akibat terkena ledakan Gas LPG 3 Kg.
Gadis
tulang punggung keluarga. Gadis cerdas yang harus terhenti sekolah karena biaya
sekolah yang mahal yang tak bisa di jamah oleh kalangan ekonomi bawah. Gadis desa
cerdas yang harus mati sia-sia karena ledakan Gas LPG 3 Kg.