Thursday, December 26, 2019

Angkringan dan Kenangan yang tak pernah usai

0 comments
Angkringan dan Kenangan yang tak pernah usai.

Konon ada dua hal yang tak pernah lekang dari ingatan kita. Yang pertama kenangan akan ke indahan suatu hal. Dan yang kedua kenangan yang kurang mengenakan tentang suatu hal. Kedua hal itu memang secara tidak sadar tersimpan di longterm memory kita. Yang pastinya bisa kita kembalikan kenangan tersebut setiap saat atau ketika kita melihat hal yang ada hubunganya dengan kedua hal tersebut.


Jogjakarta barang kali menjadi salah satu kota favorite saya yang di dalamnya tentu memiliki kenangan-kenangan indah. Yang tidak akan pernah hilang dan berlalu begitu saja. Dan satu hal yang tak pernah lekang itu salah satunya kenangan di angkringan. Di samping banyak hal yang membekas di pikiran saya.


Sepuluh tahun yang lalu kenangan itu bermula. Dimana saya sebagai pemuda desa yang baru lulus sma, mencoba menginjakan kaki di kota besar bernama Yogyakarta. Di benak saya hidup jauh dari orang tua adalah momok yang sangat menakutkan. Bagiamana nanti saya makan dan lain lain. Bagaimana kalau tiba-tiba jatah uang bulanan saya yang mepet ini habis dan lain-lain. Meskipun sebelumnya saya sudah terlebih dahulu dengar kalau biaya hidup di Yogyakarta itu murah. Tapi tetap saja yang namanya makan beli itu tetap saja mengkhawatir kan hahahha. Iya murah tapi bagimana kalau porsinya cuma se sendok dan cuma nyangkol di usus besar saya. Padahal sebagai orang desa saya sudah terbiasa makan dengan porsi yang banyak. Karena bagi masyarakat desa kalau anaknya makan banyak orang tuanya senang. Dan berbagai hal tersebut terus membayangi pikiran saya. Aneh memang karena anak yang lain sibuk memilih perguruan tinggi yang bagus saya justru lebih memilih mikir cara hidup di sana dengan modal pas-pasan. Karena sudah pasti bagi saya kuliah dimana saja asal yang biaya nya murah. Itu yang ada di benak saya waktu itu.


Sesampai di Yogyakarta betapa kagetnya saya. Apa yang saya bayangkan tentang hiruk pikuk kota Yogyakarta saat itu luntur. Yogyakarta tak se extream pikiran saya. Hahahaha.. Hal pertama kali yang saya lakukan saat pertama kali turun dari bis adalah mencari tempat makan. Dan jengjeng tengah malam mau makan apa coba? Yogyakarta 2009 masih lumayan sepi di banding sekarang.

Setelah muter mencari pintu keluar terminal yang besar itu, ya terminal giwangan. Batinku menggrutu "Jancuk, terminal sak mene gedene kok pintu keluarnya angel di goleki" hahah maklum di kota saya terminal nya kecil turun dari bis bisa langsung ngojek. Sampai nya di gerbang keluar saya melihat terpal orange rame. Karena penasaran saya mampir ke tenda orange tersebut ternyata tenda jualan makanan dengan modal lampu minyak tanah. "Edan esih ono warung lampune anggo lampu minyak tanah tak pikir desaku paling ndeso jebul nang Yogyakarta esih ono" . Karena lapar saya tak pikir panjang saya pesen teh panas dan makan 4 nasi bungkus kecil (setelah berapa hari di Yogyakarta tau kalau nasi itu namanya nasi kucing) dan lauk gorengan. Mau ambil sate takut harganya mahal. Setelah selesai menanyakan harga twrnyata tidak sampai sepuluh ribu. Nasi 4 empat ribu, gorengan 3 seribu limaratus teh seribu. Edyan bener murah.
Dari situ lah awal saya memiliki kenangan indah bersama angkringan.


Dan sampai sekarang angkringan rasanya memiliki tempat tersendiri di hati saya. Lamban taun setiap kali saya duduk untuk sekedar minum kopi di angkringan saya bisa mendengarkan bapak-bapak ngobrolin berbagi hal meski mereka tidak saling kenal. Di angkringan memang memiliki ke unikan tersendiri ternyata selain tempat makan murah di sini juga tempat mengasah dan belajar berbagi hal. Di angkringan orang bisa ngobrol dari hal remeh temeh sampai geopolitik. Interaksi di angkringan ini memang samgat bagus. Rasanya tidak nyaman kalau duduk di angkringan cuma diam dan membisu. Mau tidak mau terbawa jadi ikutan ngobrol, meskipun sekedar nimpali nggah nggih nggah nggih.


Begitulah Yogyakarta dan angkringanya yang tersebar hampir di setiap sudut kota Yogyakarta, yang sekarang sudah sangat ramai dan macet. Angkringan tetap melegenda dengan tenda orange nya eh sekarang ada yang biru juga dan ada yang di branding tendanya oleh perusahaan besar .


Semoga angkringan tidak pernah punah di makan oleh zaman yang kian sadis ini. Karena sekaramg amgkrimgan model caffe sudah mulai menjamur di Yogyakarta. Namun percayalah di angkringan yamg model tenda kita akan menemukan apa yang tak pernah di temukan di tempat makan lainya. Dia bernama keramah tamahan dan kesederhanaan. Dan dari hal itu lah kenangan dan kecintaan saya ke angkringan takan pernah usai.