Friday, May 10, 2013

Adakah Rindu lagi

1 comments


Luka baru selalu saja tertumpuk di duka lama
Tak pernah kering kubangan air mata ini
Sayatan demi sayatan tergores di relung hati yang terdalam
Pejamkan mata sudah tak lagi menutup beban
Pejaman mata hanya mengingatkan betapa bodoh dan tololnya mengarungi samudra ini
Tak kuat dikuatkan, tak tegar di tegarkan sampai kapan?
Rindu sudah tak lagi menggebu
Cinta sudah tak lagi terasa manisnya
Derita dan airmata memang sudah begitu bersahabat
Kekeliruan demi kekeliruan menghiasi warna menjadikanya pelangi
Apakah alif akan tetap berdiri atau kelak akan runtuh termakan rasa
Akankah hancur tergerus oleh putusnya asa di tengah samudra ini?
Jika masih rindu lagi kembalikan kami di beranda itu
Jika rindu lagi dekaplah dan bawalah ke sana
Tempat dimana angin, air, api dan tanah sudah menyatu
Tempat dimana berakhirnya rindu
Tempat dimana ku melihat secangkir kopi di menja menikmati senja di sore hari

Thursday, May 9, 2013

Kasih sayang yang kau salah artikan.

0 comments

Bicara masalah salah arti sebenarnya sudah sangat famikier kita itu dengan budaya salah arti. Faktor utamanya jelas karena kita terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan dalam menanggapi setiap jengkal permasalahan. Kemudian kita terburu-buru mengambil langkah penyelesaian. Yang jelas endingnya sudah bisa di tebak bukan? Kita tersiksa dengan persepsi kita yang keliru itu. Bagaimana tidak ternyata yang kita persepsikan 180 derajat berbalik dengan pandangan kita. Nah loh kalau sudah begini mau apa? Menyesali yang sudah terjadi dikira akan mengembalikan semua yang telah berlalu? Jelas tidak.
Berbicara masalah cinta dan kasih sayang saya sendiri sebenarnya juga masih ragu-ragu dan agak canggung menulis tentang topik tersebut. Bukan karena apa, saya sendiri menyadari betapa diri saya ini masih jauh dari rasa peka terhdap rasa kasih sayang yang barang kali di berikan oleh orang lain. Disamping itu juga yang namanya perasaan itu bersifat sangat subjektive. Kita bisa sangat lihai dan pandai dalam bermain-main memakai kedok kita dalam menutupi apa yang kita rasakan. Itu sebabnya membahas perasaan memang tiada habisnya dan akan selalu menjadi pembahasan yang menarik.
Kasih sayang dan cinta yang di berikan oleh orang lain memang kerap kali berbeda-beda. Itu sebabnya kenapa manusia sering kali terjebak dalam miss perception. Orang yang dengan tampang galak bisa jadi dia justru memiliki rasa kasih sayang yang luar biasa terhadap kita. Atau mungkin sebaliknya. Jadi semua memang tidak serta merta kita tarik kesimpulan dengan pengetahuan kita apalagi hanya dari maujud seseorang. Kemudian kita simpulkan baik dan buruk. Hati-hati pandangan semacam ini juga jangan sampai membuat kita juga terjebak untuk menilai kasih sayang Tuhan. Waah bahaya sekali kalau seperti itu.
Pandangan yang keliru dalam menanggapi suatu hal memang terkadang begitu menyesatkan apa lagi kalau telah menjadi habit. Saya mencoba menjabarkan beberapa analogi cerita. Seorang ayah sedang bercanda dengan anaknya di ruang beranda. Tiba-tiba anaknya menjerit nangis. Sontak seisi rumah kaget dan lari ke beranda apa yang terjadi pada anak tersebut.? Ternyata di beranda hanya ada si anak dengan ayahnya yang malah justru sedang tertawa. Dan di tanya kenapa ade nangis kencang seperti itu? Tanya si ibu. Ayah mencubit pantatku bu. Anak laki-laki yang gendut dan gemesi itu menjawab dengan tersendu-sendu. Apakah ayah ini penjahat anak? Apakah ayah ini tidak sayang kepada anaknya? Tentu saja jawabanya ayah ini sayang banget dengan anaknya. Tetapi kenapa dia buat nangis anaknya itu? Anda tidak perlu nanya sebanyak itu, lihat dulu permasalahan dan konteksnya. Ayah ini bisa jadi dia gemes sama anaknya dan ingin bercanda dengan anaknya. Mungkin maksudnya meledek anak agar humor dan komunikasi terbangun dengan erat. Apakah sang anak kemudian tidak mau lagi deket dengan ayahnya setelah di cubit? Iya tidak mungkinlah semuanya kan kembali ke sedia kala. Anak akan main lagi sama ayahnya, dan mau kembali lagi di gendong. Itu lah kasih sayang kalau kita tidak hati-hati menyimpulkan hal semacam ini kita bisa jadi menghakimi ayah tersebut dengan sebutan ayah brutal atau apa? Dan kemudian kita ngopor-opori anak untuk tidak mau lagi bermain dengan ayahnya nanti di cubit lagi. Ini pandangan keliru tadi.
Lalu bagaimana jika kekeliruan itu kita maksudkan untuk Tuhan Sang Maha pencipta kita. Dia yang menggengam hati kita. Jiwa kita serta semesta dan seluruh isinya ini. Barangkali anda dan saya sering salah kaprah mengartikan kasih dan sayang Tuhan. Karena kita tak pernah menyadari betapa dekatnya Tuhan dengan kita ciptaan-Nya. Kita agaknya cenderung menutup rapat kesadaran kita. Setiap Tuhan mencoba bergurau dan gemes dengan kita, kita malah mikirnya Tuhan sedang menguji. Di kira semua yang terjadi di kehidupan kita berupa derita mungkin, duka mungkin, kita sudah menyimpulkan bahwa Tuhan sedang menguji kita. Kenapa kita itu suka mendadak sok alim, sok hebat. Kenapa saya bilang sok? Jelas lah orang yang di uji itu orang yang sudah siap naik tingkatan, orang yang sudah tahu/paham. Sedangakn kalau menilik ke dalam apa kita telah seperti itu belum? Kalau belum ya sudah jangan bilang itu ujian atau cobaan. Pikirkan saja Tuhan memang sedang bergurau dengan kita atau lebih ekstrem nya dosa masa lalu kita sedang kita nikmati sekarang.
Tuhan itu memiliki sifat Maha Cemburu, kalau hamba terus berpaling apa ya Tuhan gak cemburu? Kalau kita mendapatkan sesuatu entah itu menyedihkan atau membahagiakan jangan terburu-buru bilang cobaan, siapa tahu Tuhan sedang meanjakan kita.
Jadi salah persepsi dalam melihat setiap jengkal permasalahan akan juga berdampak bukan hanya ke diri sendiri bahkan bisa ke orang lain lebih parahnya ke Tuhan. Saran saya mari kita mau berbuka-bukan dalam memandang suatu hal. Jangan hanya terfocus dari depan, belakang, atas atau bawah, tapi semuanya harus kita pakai. Semuanya harus kita lehat dengan seksama. Selamat malam bahagia selalu malam ini apapun kondisi kita Tuhan sedang memberi kita waktu di Manja.

Wednesday, May 8, 2013

Carut Marut Negeriku

0 comments

Menikmati perjalan agaknya hal yang begitu special di negeri ini. Bagaimana tidak jalanan di negeri ini bisa di bilang masih jauh dari harapan bagus. Terutama jalanan yang berada di sekitar perkampungan. Dan jalanan yang ada di kecamatan-kecamatan yang nota bene berada di kota yang kecil. Jalanan yang nampaknya halus ternyata bergelombang. Jalanan berlubang adalah hal yang wajar bagi sebagian warga negeri ini. Itu masih mending dari pada jalan-jalan di pedesaan yang masih menggunakan batu dan rusaknya parah. Dimana peran pemerintah? Jenuh sebenarnya bertanya ke pemerintah dalam mnegatasi infrastruktur di negeri ini. Perubahan memang harus di mulai dari sendiri tapi kalau masalah ini kita sebagai rakyat kecil ya jelas tidak punya cukup uang untuk membangun jalanan. Kita di beri kewajiban bayar pajak bagi saya itu sebagai upaya perubahan, sebagai langkah perubahan tinggal bagaimana yang mengelola negeri ini mau tidaknya memanejemen dengan baik. Jelas di kembalikan ke masyarakat sebagai pondasi utamanya. Jelas bukan partai, ingat jelas bukan partai.

Keberalihan fungsi di negeri ini memang sudah begitu parahnya. Mohon maaf saja kalau kita sering melintasi penyebrangan di jalan. Mohon maaf bukanya polisi lalu lintas yang kerap kali menyebrangkan masyarakat, anak-anak, atau orang tua. Tapi tukang parkir, dan orang-orang yang dengan suka rela berdiri di tengah jalan menyebrangkan mobil atau orang-orang yang hendak melintasi jalan. Saya rasa mereka melakukan bukan karena kebutuhan mereka semata yakni mencari uang yang jumlahnya jelas tak seberapa. Tapi lebih karena hati mereka terketuk untuk menyelamatkan nyawa-nyawa yang hendak menyebrang jalan yang sekarang sudah makin amburadul karena ugal-ugalannya para pengendara. Jangan khawatir toh presiden juga sering ugal-ugalan dijalan loh. Buktinya kalau mau melintasi jalan harus di iringi dengan mobil-mobil dan motor yang mohon maaf tidak mungkin laju mereka 20 km/jam pasti tuit-tuitt dengan kencangnya.

Kemaren tanggal 5 mei 2013 saya melakukan perjalan pulang dari Jogjakarta ke Paguyangan Kabupaten Brebes. Gosipnya si brebes masuk kabupaten termiskin Jawa Tengah ironis sekali.  Di tengah melimpahnya sumber daya alam brebes masuk dalam daftar kabupaten termiskin jawa tengah. Bukanya apa-apa selama perjalanan dengan motor saya mengamati betul betapa memang jawa tengah terkenal dengan rusaknya infrastruktur terutama jalananya. Bisa anda coba sendirilah, tanpa membading-bandingkan ketika sehabis DIY anda memsasuki Jawa Tengah akan sangat terasa betapa jalanan itu sudah terasa rusaknya. Suntikan dan tambalan agaknya lebih di pilih ketimbang membangun dan memperbaiki. Padahal jalan adalah bagian yang begitu penting dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Kembali lagi ke daerah brebes, bisa jadi daftar kebupaten termiskin jawa tengah menyeret brebes karena alasan infrastuktur brebes yang memang begitu kacau. Jalanan di brebes terkesan tidak pernah di urus. Kalau mau investigasi lagi ke plosok-plosok daerah bisa di bayangkan betapa tersiksanya masyarakat negeri ini dengan keadaan jalan ini. Jalanan yang rusak bukan hanya menghambat laju ekonomi tapi juga akan membahayakan masyarakatnya. Ini lah yang agaknya kurang di sadari oleh pemerintah kita. Percuma dan sia-sia kalau kampanye taat lalu lintas itu di gembor-gemborkan toh kalau jalananya rusak tetap membahayakan masyarakat bukan?

Terus apa pokok pembangunan pemerintah yang menyentuh rakyat miskin di pedesaan? Apa program kerja pemerintah untuk kawasan yang sangat jarang di jamah oleh program pemerintah? Saya pernah dengar ada kementrian Daerah Tertinggal tetapi kok hanya ke beberapa daerah saja apa mereka tidak punya staff yang bisa menginvestigasi ke plosok-plosok negeri ini? Stigma bahwasanya jawa tidak termasuk dalam golongan desa atau daerah tertinggal ini hanyalah kedok busuk. Di jawa banyak daerah yang tertinggal. Pemerintah harusnya lebih menggunakan barometer yang tepat untuk mengukur seberapa tertinggalnya suatu daerah kemudian menyiapkan program kerja yang berbeda pula untuk masing-masing daerah. Ada skala target yang mesti pemerintah utamakan dalam setahun dalam sebulan dalam seminggu dalam sehari. Jadi semua bekerja atas dasar target bukan karena awang-awangan/analisis buta.  Orang-orang pemerintah harus mau melihat pedesaan harus mau melihat kondisi pedesaan. Kan ada kelurahan sebagai wakil pemerintah? Kan ada wakil lurah di masing-masing dusun? Kan ada wakil RT di setiap kompleks. Memang semua ada wakilnya tetapi apakah yakin dengan kinerja mereka di lapangan? Masyarakat desa yang jelas tidak tahu menahu mau dana di korupsi mau tidak tidak peduli yang mereka tahu fasilitas yang memperlancar kehidupan di penuhi. Jadi perlu ada perencanaan dalam setiap mengambil langkah dengan terjun langsung melihat permasalahan yang ada.

Jangan biarkan masyarakat negeri ini merasa tersiksa di negeri sendiri. Merasa terjajah di negeri sendiri merasa jadi budak di negeri sendiri. Jangan biarkan masyarakat kecil mengorbankan jiwa raganya demi para koruptor. Mayrakat sejatinya sudah jenuh dengan carut marut negeri ini. Cuma presiden dan ajajaranya yang terlalu tuli terlalu enggan untuk membaur dengan mayarakat. Akun twitter presiden yang semestinya jadi bahan curhat mayarakat ke pimpinanya di pegang stafnya. Lah masyarakat ini sudah tidak bodoh lagi. Apa kah jawaban staff akan sama dengan presiden? Jelas bedalah lah wong beda kepala kok. Ini lah betapa mirisnya hidup di tengah kemunafikan yang terorganisir. Sekali ada yang baik pasti di bilang pencitraan, jelas lah lah masyarakat sudah sering di kibulin sih. Jadi jangan salah kalau pandangan masyarakat seperti ini. Jangan sakit hati juga kalau di bilang pencitraan.

kembali lagi ke masalah jalan sebagai poko utama bahasan saya. Entah kenapa saya sering terkagum-kagum dengan orang yang sering di jalanan meminta uang ala kadarnya. Mohon maaf bukan menjelek-jelekan peranan mereka, bukan. Justru saya malah bangga dengan mereka yang mau mengatur lalu lintas kala jembatan atau jalanan rusak. Mereka dengan papan putih bertuliskan “hati-hatai ada pembangunan jalan atau jalanan rusak” dengan warna merah dan semacam ember atau kotak sejenisnya meminta pungutan uang. Jelas uang ala kadarnya untuk menganjal perut mereka yang mengatur lalu intas. Yang ajdi pertanyaan saya kenapa kembali lagi masyarakat yang jadi korban? Kenapa pengatur lalu lintas bukan mereka yang sudah menempati jabatan dengan diskripsi pekerjaan ngatur lalu lintas?  Sopir-sopir jelas tidak keberatan memberikan uang 500 samapai 1000 perak. Namun keahlian mengatur lalu lintas juga perlu di pertanyakan. Kalau asal ngatur bukan saja membahayakan si pengatur namun juga yang melintasi jalanan tersebut. Ini kembali menjadi potret suram betapa kita saat ini masih terjajah di negeri sendiri.

Semoga siapapun yang membaca tulisan saya yang setengah emosi ini mampu menyerap yang baik dan mampu membuang yang kotor. Generasi muda harus tetap menajdi observer dan perubahan bagi lingkungan negeri ini. Semata karena kewajiban kita. Luangkan lah waktu untuk memikirkan negeri ini meskipun negeri ini kurang menganggap adanya kita.



Jemput Aku

0 comments
Jemput aku

Bersama rindumu
Bersama deritamu
Bersama tangismu
Bersama bahagiamu
Jemputlah aku di kesunyian malam
Jemputlah aku di pojokan ini yang pekat tanpa cahaya
Aku terlampau takut tersesat dan hilang arah tanpa genggaman tanganmu

Sajak Pencundang

0 comments
Hujan di Terik Mentari
Kenyataan kadang membingungkan
Atau impian juga jauh lebih membingukan
Di terik panas mentaripun bagi pemimpi masih akan datang hujan
Namun kenyataanya panas terik menyengat itu tak akan menghasilkan butiran air hujan
Bau tanah ini hanyalah liarnya imajinasi
Harum tanah usai hujan ini hanyalah mimpi bolong
Aku bingung
Kata-kata ku inipun sudah tak lagi dengan rasa hati penuh cinta
Kata-kata ini kata-kata kebimbangan dan kebingungan
Kau tak perlu mengartikannya cukup tersenyum dan tertawa membaca
Seraya hujatlah aku sebagai pecundang
Hujatlah aku sebagai pemimpi tanpa aksi
Hujat lah aku agar akupun dapat mendekapmu dipanas ini 

Tuesday, May 7, 2013

Setetes Madu yang kau teguk kemaren sore

0 comments
Setetes Madu yang kau teguk kemaren sore
Manis itu masih terasa katamu sambil tersenyum
Di diding bibirmu yang belum sempat kau usap bekas madu sore itu
Madu alami yang kau panen dari hutan di dekat rumah mu itu
Kini kau tiba-tiba ceritakan kisah mu di depanku dengan tetesan air mata
Kau bilang hendak membuang kotak sederhana berisi madu itu
Kau bilang hendak melupakan manis madu yang memberimu energi
Kau bilang dan akan memilih pahitnya brantawali yang baru kau tanam seminggu itu
Kaupun dengan berkeyakinan akan lebih sehat mengkonsumsi brantalawali
Kau bilang semakin cepat malupakan madu semakin cepat pula kau akan bebas peryakit
Kau tau setetes madu sore itu bukankah madu terakhir yang lebah hasilkan
Duka mu tak berarti duka mu hanya mengkuliti luka baru diatas duka lama
Pergilah dan jangan pernah kembali bercerita tentang madu di hadapku



Thursday, May 2, 2013

HARDIKNAS?

0 comments
HARDIKNAS MOMENTUM MEMBAIKAN KULAITAS
Tersadar atau tidak, kualitas pendidikan kita sebagai bangsa yang bisa di bilang sebagai bangsa yang dengan jumlah penduduk terbesar ketiga dunia masih sangat rendah. Gagasan pendidikan gratis yang dijanjikan para calon pemimpin kita di negeri ini hanya menjadi isapan jempol belaka. Bagaimana tidak ketika mereka sudah menempati suatu jabatan yang penting mereka secara otomatis melupakan janjinya. Gagasan pendidikan gratis sampai sekarang hanya mimpi disiang bolong.
Wajib belajar 9 tahun yang di gagas pemerintah sebagai upaya peningkatan mutu SDM bangsa ini juga di kotori oleh berbagai oknum yang mencari untung. Dengan alasan komite sekolah tak segan-segan meminta uang pembangunan kepada siswa baru yang masuk sekolah. Anak pintar dengan kondisi ekonomi kurang hanya akan mendambakan sekolah di sekolah favorit. Karena untuk masuk ke sekolah favorit di butuhkan biaya yang tidak rendah. Alasannya tentu banyak mulai dari peningkatan mutu sekolah, peningkatan fasilitas sekolah dan lain sebagainya. Namun kalau mengkebiri hak anak yang secara kualitas mampu bersaing hanya karena keterbatasan materi tidak bisa masuk ke sekolah favorit itu sungguh di sayangkan.
Hari ini tanggal 2 mei di peringati sebagai hari pendidikan nasional. Iyaa dari namanya saja sudah terlihat jelas nasional pasti produk dalam negeri. Cintai produk dalam negeri istilah kasarnya, anaknya presiden malah sekolahnya di luar negeri. Terus bagaimana rakyatnya bisa percaya dengan kualitas dalam negeri? Miris.  Hari ini mungkin agaknya hanya di peringati sebagai ceremonial belaka. Hari ini bukan menjadi koreksi buat para pejabat yang mengurusi masalah pendidikan. Masalah pendidikan nasional sesungguhnya begitu kompleks dan ada suatu permasalahan yang begitu luar biasa.
Kegagalan pemerintah dalam melaksanakan UN menunjukan persiapan yang sangat minim. Sungguh sangat memalukan untuk mengurusi hal ujian nasional dalam pendistribusian soal saja pemerintah gagal. UN yang dengan niatan di sejajarkan semua kualitas pendidikan semua kota se Indonesia ini merupakan tindakan yang saya bilang keliru. Mohon maaf untuk masalah fasilitas semestinya yang harus di dahulukan di sesajarkan. Kualitas fasilitas sekolah, pendidik dulu yang di setarakan. Pemerintah ini memang hanya lebih suka melihat suatu hal yang sifat di permukaan. Di kira dengan memenuhi target UN kualitas pendidikan meningkat? Tidak. Justru ujian nasional ini menjadi momentum kejahatan terorganisir. Penyebaran dan mafia kunci jawaban bertebaran dimana-mana. Jelas hal ini ada hubunganya dengan para pembuat soal dan orang dalam kementrian pendidikan. Bagaimana mereka bisa tahu jawaban sebelum soal di sebarkan padahal soal dalam keadaan di segel?
Jujur saja kenyataannya memang seperti itu. Saya bukanya under estimate terhadap mereka yang mengaku mengerjakan UN murni saya bilah bohong. Bocoran dalam UN sudah menjadi rahasia umum namun sayang pemerintah kita itu sengaja menutup telinga tak mau mendengar keluhan. Pemerintah itu buta tak mau melihat kenyataan. Bagaimana tidak kalau UN di hapus jelas dana hasil UN itu kan besar tidak mereka dapatkan lagi. Ujung-ujungnya sudah bisa di baca KKN. Kejahatan terorganisir ini menunjukan betapa kapasitas pendidikan kita rendah karena di bentuk peraturan yang tak jelas.
Kita bisa melihat moralitas anak muda zaman sekarang mengalami degradasi moral. Tawuran pemerkosaan yang dilakukan remaja dalam negeri meningkat dari tahun ke tahun. Kasus bully di sekolah marak. Guru mencabuli anak didik juga tidak jarang kita dengar berita tersebut. Pendidikan kita kok makin ke sini makin jauh dari nilai-nilai yang mengajarkan kebaikan? Nilai-nilai yang membuat semau anak didik menjadi sadar mana yang hak dan mana yang bukan hak. Budaya menghargai kita turun drastis. Budaya egois dan iri agaknya sudah menjadi suatu hal yang melekat. Saya tidak terlalu menyalahkan para guru yang mengajar. Guru juga mungkin agaknya bingung dengan segala permainan dia tas sana. Bagaimana tidak kurikulum di bolak-balik di ganti. Ujian sudah mengalami berapa kali perubahan? Cuma ganti nama saja esensinya sama terus buat apa?
Kadang miris juga ketika melihat kondisi sekolahan di pelosok-pelosok negeri ini. Pendidikan bagaikan suatu hal yang begitu suatu yang begitu special. Namun di perkotaan anak sekolah malah demen banget ribut. Anak sekolah kerjaanya pacaran. Anak sekolah kerjaanya main-main yang sedikitpun yang memberikan manfaat. Sementara di pelosok mereka harus menempuh jarak berkilo-kilo untuk sampai di sekolah.
Ketimpangan pendidikan memang sudah sangta lama di rasakan di negeri yang pada sila ke lima menyebutkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nyatanya hal semacam itu hanya menjadi naskah entah kapan akan terealisasikannya keadilan tersebut.
Bangsa ini agaknya tidak belajar pada bangsa-bangsa di luar sana yang sukses dan maju karena pendidikanya yang luar biasa. Kunjungan pemerintah luar negeri hanya menggodok undang-undang yang entah nilai kegunaanya apa buat masyarakat kecil. Semestinya kunjungan mereka ke luar negeri sebagai momentum belajar kemudian di share kan ke masyakat terutama hal pendidikan. Sebagai contoh bangsa jepang adalah bangsa yang bangkit dari pendidikannya. Sehingga sekarang tidak heran kalau jepang menjadi negeara yang maju. Sedangkan kita? Ngurus UN saja gagal total.
Rasa-rasanya kita mesti kembali ke zaman dahulu dimana ilmu di ajarkan dari pendopo-pendopo. Ilmu yang di tekankan adalah ilmu moral ilmu dasar dalam kehidupan. Sekolah agaknya sekarang menjadi momok yang menakutkan yang secara psikis dampaknya begitu luar biasa. Berapa banyak kasus kesurupan sebelum UN? Kasus kriminalitas sehabis UN? Pembunuhan atau bunuh diri sehabis UN? Pesta sex sehabis UN? Moralitas nya diamana? Nilai-nilai pendidikannya dimana?
Sekali lagi saya tegaskan semoga momentum hardiknas ini menjadi momentum perubahan. Menjadi momentum kembalinya negeri ini menjadikan pendidikan sebagai pokok utama yang mesti di perhatikan. Para penjabat tidak lagi hanya memikirkan nasib partainya belaka. Penjabat harus mau buka mata, telingga dan hati nurani untuk menjadikan pendidikan lebih baik lagi. Masyarkat harus bahu-membahu membangun pendidikan yang berkarakter timur yang berpondasikan moralitas dan nilai keluhuran.

Wednesday, May 1, 2013

Buruh adalah tolak ukur Perekonomian Negara

0 comments

Buruh, terdengar begitu kasar secara konotasi bahasa. Orang yang bekerja dalam suatu jabatan di suatu perusahaan yang entah dengan posisi apapun namun biasanya dengan posisi yang dianggap kurang strategis. Buruh atau karyawan, saya menyebutnya karyawan sajalah agar tedengar lebih halus. Ini juga berarti saya munafik terhadap kata buruh, namun lebih karena menghargai betapa berat menjadi seorang buruh. Sudah bekerja dengan sekuat tenaga hasilnya tak sesuai dengan harapan. Parahnya di potong outsourching yang melalui outsourching. Seperti yang kita ketahui masalah outsourching di negeri ini tak kunjung usai. Permasalahannya sederhana lapangan pekerjaan sempit namun jumlah pencari pekerja membludak nah hal semacam ini yang kerap di manfaatkan oleh segelintir oknum atau pihak yang tak bertanggung jawab untuk memanfaatkan kondisi semacam ini.
Hari ini adalah tanggal 1 mei, tanggal yang oleh orang di seluruh dunia di peringati dengan hari buruh sedunia. Sudah barang tentu kalau hari ini tiba yang dilakukan buruh adalah demostran. Meskipun cara seperti ini kurang efektif pasalnya para petinggi di negeri ini memang agaknya tuli untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Aspirasi mereka hanya menjadi bahan teriakan tanpa tindak lanjut, buktinya dari zaman bahela tuntutan mereka sebenarnya sama namun sampai sekarang tak kunjung selesai bukan? Miris sekali. Mereka hari ini pun akan menuntut dengan tuntutan yang sama seperti 2 tahun atau 4 tahun yang lalu. Ini menunjukan kurang seriusnya para petinggi negeri ini baik pengusaha atau pemerintah dalam meyikapi nasib para buruh.
Saya itu sering membayangkan kalau saja tidak ada buruh terus mau menggunkan apa untuk menggerakan roda ekonomi negeri ini? Agaknya memang para petingi dan pemerintah itu lupa akan esensi. Keuntungan seakan menjadi suatu perioritas yang paling utama dan melupakan bagaimana kesejahteraan para pegawainya. Mau pegawainya bisa memberi makan keluarganya atau tidak yang terpenting bagi perusahaan, perusahaan tetap berjalan. Wuiikh kapitalisme di praktekan di negara yang konon demokratis tapi demokratis adopsi luar. Demokrasi hanya m enjadi sebuah kedok dan penutup, buktinya yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Ini demokrasi? Kalau ada orang DPR yang hidupnya miskin saya mau deh di jitak kepalanya. Mereka itu semua kaya, orang kaya tak akan pernah merasakan rasa pahit atau melilitnya perut saat menahan lapar.
Perundang-undangan yang melindungi buruh juga hanya menjadi aturan baku yang tak di terapkan. Bagaimana mau di terapkan ada kongkalikomg dengan pembuat peraturan denga para pengusaha. Kalau di terapkan perusahaan untungnya kecil, oknum tak dapat uang. Coba kalau sangsi yang tegas bagi perusahaan yang tak menajlankan perundang-undangan tersebut jelas nasib buruh bisa jadi tak separah ini.
Serba tidak enak memang menjadi seorang buruh. Tidak jadi buruh tidak punya penghasilan atau pekerjaan. Jadi buruh seakan di eksploitasi habis-habisan. Di porsir tenaganya dengan upah yang bisa di bilang minim. Saya matematikan sekarang kalau upah buruh sekarang UMR katanlah Jakarta 2.2 Juta. Biaya Kost paling murah katakanlah 300 ribu/bulan. Kemudian makan seadanya 2x makan 30 ribu dikali 30 hari 900 ribu. Loundry pakaian katakanlah minimal 100 ribu /bulan. Kemudian Uang pulsa minimal 100 ribu/ bulan. Itu untuk menghidupi satu orang, sekarang bayangkan buruh punya istri dan katakanlah 2 anaknya. Gaji segitu apa ya cukup untuk sekolah anaknya. Ya wajar saja program pendidikan minimal 9 tahun hanya jadi omong kosong bagi sebagian orang. Loh kan ada BOS? Silahkan cek meskipun ada BOS tetap ada dana komite yang besarnya sama saja mahalnya.
Kemudian untuk mengatasi berbagai kritikan pemerintah mencanangkan program wirausaha. Konon kalau negara ini punya pengusaha 2-5 % dari seluruh penduduk maka akan jadi negara maju. Wah memang ide keren pemerintah ini. Tapi sekali lagi omong kosong. Apa artinya mencanangkan program wirausaha toh pemerintah masih suka mengimpor barang dari luar negeri. Produk dari luar negeri di biarkan mambanjiri pasaran lokal. Para pengusaha di suruh bersaing denga produk impor yang dengan harga yang sangat murah. Jelas pengusaha lokal bangkrut.
Kampanye pengusaha ini bisa di bilang begitu gencar tapi mlompong (kosong). Program peminjaman dana hanya di manfaat kan oleh segelintir orang bukan? Silahkan berkunjung ke plosok desa-desa apakan dana simpan pinjam menyentuh mereka? Kalau iya bagus tapi setahu saya masih banyak desa di plosok negeri ini yang tak tersentuh. Kemudian semua orang beramai-ramai mncari nafkah ke kota jelas sasaranya Jakarta. Kota ini memang sengaja di buat dengan ketimpangan yang tinggi dengan magnet yang tinggi agar semua pusat perekonomian terpusat disini. Wajar dan sangat wajar. Kemudian menjadi buruh adalah solusinya bagi masyarakat kecil.
Memang sungguh menakjubkan sekaligus mengherankan negeri yang begitu subur ini masyarakatnya bisa di bilang hidup di taraf yang rendah. Sudahlah mari kita melek, buka mata kita lebar-lebar, buka mata hati kita. Sudah jangan jadi orang sok agamis. Negeri ini orangnya tak beragamis kok. Buktinya kemiskinan sudah separah ini. Rakyat kecil selelu saja menjadi objek yang begitu terpuruk. Silahkan ngaku agamis kalau di lampu merah sudah tidak lagi ada orang yang minta-minta. Silahkan mengaku agamis kalau pendidikan anak negeri ini tercukupi. Silahkan mengaku agamis kalau semua masyarakat pada jam makan sudah makan dan tak kelaparan. Silahkan ngaku agamis kalau gizi buruk sudah hilang. Silahkan ngaku agamis kalau orang-orang sudah tidak lagi hidup dengan sampah, tidur diatas jalan pinggir trotoar.
Memperingati hari buruh sedunia ini semestinya menajadi momentum bagi pemerintah untuk ngaca. Momentum untuk pemerintah menggampar dirinya sendiri. Sudah seberapa besar mereka melindungi masyarakatnya. Sudah seberapa kuat mereka menerapkan UUD dan Pancasila sebagai tonggak menajalankan negeri ini. Kalau hari ini hanya sebagai momentum ceremonial itu percuma dan sangat percuma. Apa lagi konon presiden menjadikan hari ini sebagai hari libur nasional. Sebuah solusi yang kurang tepat, janganlah menganggap kesengsaraan kaum buruh itu hanya di rasa tanggal 1 mei. Dengan meberikan dan menetapkan hari ini sebagai nasional. Seakan-akan kaum buruh dianggap sebagai anak SD yang senang ketika mendapat libur. Kaum buruh menuntut keadilan bukan menuntut hari ini sebagai hari libur. Buat apa kalau hari ini di tetapkan sebagai hari libur kalau hak buruh tak kunjung di penuhi? Buat apa hari ini di tetapkan sebagai hari libur nasional kalau oknum yang membuat sengsara buruh masih gentayangan menghantui kehidupan buruh.
Tetapi buruh itu menuntut haknya keterlaluan? Biasanya kata ini sebagai kambing hitam dan perlawanan. Itu jelas-jelas sebagai tugas bapak-bapak bagaiamana melindungi rakyatnya. Kalau mau membiarkan rakyatnya terus di jajah di era modern ya silahkan saja terus berlindung di balik kata itu. Buruh itu menuntut hak mereka yang secara logika memang itu hak mereka. Kerja keras ya sudah barang tentu harus di bayar denga sepadan juga. Tapi keinginan seorang itu tidak ada batasnya.? Salah ada diaman mereka sudah sesuai dengan keinginannya. Makanya pemerintah membuat dan menerapkan aturan yang jelas untuk semata-mata melindungi warganya. Semata-mata untuk melindungi rakyatnya. Untuk memenuhi amanahnya sebagai pemimpin negara ini.
Akhirnya selamat hari buruh sedunia. Jadilah pekerja yang sejati. Jadilah pekerja yang berwibawa. Jadilah pekerja yang cerdas yang mau memilah dan memilih pekerjaan. Jangan sampai terjatuh pada jurang kenistaan. Semoga hak dan tuntutan para buruh kunjung terselesaikan. Biar bagaimanapun buruh adalah agent yang akan memabwa negeri ini ke arah yang lebih baik. Buruh juga termasuk pahlawan bagi keluarganya. Bagi para pengusaha atau perusahaan berikanlah hak sesuai dengan pekerjaanya. Berikanlah sebagai upaya membangun negeri ini menjadi lebih baik, sebagai upaya pendekatan terhadap sila Pertama. Marilah kaya sama kaya dan menderita sama menderita. Hilangkan rasa sombong dan tamak yang menutup mata hati dan tak mau melihat bagaimana derita orang lain.