HARDIKNAS
MOMENTUM MEMBAIKAN KULAITAS
Tersadar
atau tidak, kualitas pendidikan kita sebagai bangsa yang bisa di bilang sebagai
bangsa yang dengan jumlah penduduk terbesar ketiga dunia masih sangat rendah.
Gagasan pendidikan gratis yang dijanjikan para calon pemimpin kita di negeri
ini hanya menjadi isapan jempol belaka. Bagaimana tidak ketika mereka sudah
menempati suatu jabatan yang penting mereka secara otomatis melupakan janjinya.
Gagasan pendidikan gratis sampai sekarang hanya mimpi disiang bolong.
Wajib
belajar 9 tahun yang di gagas pemerintah sebagai upaya peningkatan mutu SDM
bangsa ini juga di kotori oleh berbagai oknum yang mencari untung. Dengan
alasan komite sekolah tak segan-segan meminta uang pembangunan kepada siswa
baru yang masuk sekolah. Anak pintar dengan kondisi ekonomi kurang hanya akan
mendambakan sekolah di sekolah favorit. Karena untuk masuk ke sekolah favorit
di butuhkan biaya yang tidak rendah. Alasannya tentu banyak mulai dari
peningkatan mutu sekolah, peningkatan fasilitas sekolah dan lain sebagainya. Namun
kalau mengkebiri hak anak yang secara kualitas mampu bersaing hanya karena
keterbatasan materi tidak bisa masuk ke sekolah favorit itu sungguh di
sayangkan.
Hari
ini tanggal 2 mei di peringati sebagai hari pendidikan nasional. Iyaa dari
namanya saja sudah terlihat jelas nasional pasti produk dalam negeri. Cintai
produk dalam negeri istilah kasarnya, anaknya presiden malah sekolahnya di luar
negeri. Terus bagaimana rakyatnya bisa percaya dengan kualitas dalam negeri?
Miris. Hari ini mungkin agaknya hanya di
peringati sebagai ceremonial belaka. Hari ini bukan menjadi koreksi buat para
pejabat yang mengurusi masalah pendidikan. Masalah pendidikan nasional
sesungguhnya begitu kompleks dan ada suatu permasalahan yang begitu luar biasa.
Kegagalan
pemerintah dalam melaksanakan UN menunjukan persiapan yang sangat minim.
Sungguh sangat memalukan untuk mengurusi hal ujian nasional dalam
pendistribusian soal saja pemerintah gagal. UN yang dengan niatan di sejajarkan
semua kualitas pendidikan semua kota se Indonesia ini merupakan tindakan yang
saya bilang keliru. Mohon maaf untuk masalah fasilitas semestinya yang harus di
dahulukan di sesajarkan. Kualitas fasilitas sekolah, pendidik dulu yang di
setarakan. Pemerintah ini memang hanya lebih suka melihat suatu hal yang sifat
di permukaan. Di kira dengan memenuhi target UN kualitas pendidikan meningkat?
Tidak. Justru ujian nasional ini menjadi momentum kejahatan terorganisir.
Penyebaran dan mafia kunci jawaban bertebaran dimana-mana. Jelas hal ini ada
hubunganya dengan para pembuat soal dan orang dalam kementrian pendidikan.
Bagaimana mereka bisa tahu jawaban sebelum soal di sebarkan padahal soal dalam
keadaan di segel?
Jujur
saja kenyataannya memang seperti itu. Saya bukanya under estimate terhadap
mereka yang mengaku mengerjakan UN murni saya bilah bohong. Bocoran dalam UN
sudah menjadi rahasia umum namun sayang pemerintah kita itu sengaja menutup
telinga tak mau mendengar keluhan. Pemerintah itu buta tak mau melihat
kenyataan. Bagaimana tidak kalau UN di hapus jelas dana hasil UN itu kan besar
tidak mereka dapatkan lagi. Ujung-ujungnya sudah bisa di baca KKN. Kejahatan
terorganisir ini menunjukan betapa kapasitas pendidikan kita rendah karena di
bentuk peraturan yang tak jelas.
Kita
bisa melihat moralitas anak muda zaman sekarang mengalami degradasi moral.
Tawuran pemerkosaan yang dilakukan remaja dalam negeri meningkat dari tahun ke
tahun. Kasus bully di sekolah marak. Guru mencabuli anak didik juga tidak
jarang kita dengar berita tersebut. Pendidikan kita kok makin ke sini makin
jauh dari nilai-nilai yang mengajarkan kebaikan? Nilai-nilai yang membuat semau
anak didik menjadi sadar mana yang hak dan mana yang bukan hak. Budaya
menghargai kita turun drastis. Budaya egois dan iri agaknya sudah menjadi suatu
hal yang melekat. Saya tidak terlalu menyalahkan para guru yang mengajar. Guru
juga mungkin agaknya bingung dengan segala permainan dia tas sana. Bagaimana
tidak kurikulum di bolak-balik di ganti. Ujian sudah mengalami berapa kali
perubahan? Cuma ganti nama saja esensinya sama terus buat apa?
Kadang
miris juga ketika melihat kondisi sekolahan di pelosok-pelosok negeri ini.
Pendidikan bagaikan suatu hal yang begitu suatu yang begitu special. Namun di
perkotaan anak sekolah malah demen banget ribut. Anak sekolah kerjaanya
pacaran. Anak sekolah kerjaanya main-main yang sedikitpun yang memberikan
manfaat. Sementara di pelosok mereka harus menempuh jarak berkilo-kilo untuk
sampai di sekolah.
Ketimpangan
pendidikan memang sudah sangta lama di rasakan di negeri yang pada sila ke lima
menyebutkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nyatanya hal semacam
itu hanya menjadi naskah entah kapan akan terealisasikannya keadilan tersebut.
Bangsa
ini agaknya tidak belajar pada bangsa-bangsa di luar sana yang sukses dan maju
karena pendidikanya yang luar biasa. Kunjungan pemerintah luar negeri hanya
menggodok undang-undang yang entah nilai kegunaanya apa buat masyarakat kecil.
Semestinya kunjungan mereka ke luar negeri sebagai momentum belajar kemudian di
share kan ke masyakat terutama hal pendidikan. Sebagai contoh bangsa jepang
adalah bangsa yang bangkit dari pendidikannya. Sehingga sekarang tidak heran
kalau jepang menjadi negeara yang maju. Sedangkan kita? Ngurus UN saja gagal
total.
Rasa-rasanya
kita mesti kembali ke zaman dahulu dimana ilmu di ajarkan dari pendopo-pendopo.
Ilmu yang di tekankan adalah ilmu moral ilmu dasar dalam kehidupan. Sekolah
agaknya sekarang menjadi momok yang menakutkan yang secara psikis dampaknya
begitu luar biasa. Berapa banyak kasus kesurupan sebelum UN? Kasus kriminalitas
sehabis UN? Pembunuhan atau bunuh diri sehabis UN? Pesta sex sehabis UN?
Moralitas nya diamana? Nilai-nilai pendidikannya dimana?
Sekali
lagi saya tegaskan semoga momentum hardiknas ini menjadi momentum perubahan.
Menjadi momentum kembalinya negeri ini menjadikan pendidikan sebagai pokok
utama yang mesti di perhatikan. Para penjabat tidak lagi hanya memikirkan nasib
partainya belaka. Penjabat harus mau buka mata, telingga dan hati nurani untuk
menjadikan pendidikan lebih baik lagi. Masyarkat harus bahu-membahu membangun
pendidikan yang berkarakter timur yang berpondasikan moralitas dan nilai
keluhuran.
0 comments:
Post a Comment