Thursday, May 2, 2013

HARDIKNAS?

0 comments
HARDIKNAS MOMENTUM MEMBAIKAN KULAITAS
Tersadar atau tidak, kualitas pendidikan kita sebagai bangsa yang bisa di bilang sebagai bangsa yang dengan jumlah penduduk terbesar ketiga dunia masih sangat rendah. Gagasan pendidikan gratis yang dijanjikan para calon pemimpin kita di negeri ini hanya menjadi isapan jempol belaka. Bagaimana tidak ketika mereka sudah menempati suatu jabatan yang penting mereka secara otomatis melupakan janjinya. Gagasan pendidikan gratis sampai sekarang hanya mimpi disiang bolong.
Wajib belajar 9 tahun yang di gagas pemerintah sebagai upaya peningkatan mutu SDM bangsa ini juga di kotori oleh berbagai oknum yang mencari untung. Dengan alasan komite sekolah tak segan-segan meminta uang pembangunan kepada siswa baru yang masuk sekolah. Anak pintar dengan kondisi ekonomi kurang hanya akan mendambakan sekolah di sekolah favorit. Karena untuk masuk ke sekolah favorit di butuhkan biaya yang tidak rendah. Alasannya tentu banyak mulai dari peningkatan mutu sekolah, peningkatan fasilitas sekolah dan lain sebagainya. Namun kalau mengkebiri hak anak yang secara kualitas mampu bersaing hanya karena keterbatasan materi tidak bisa masuk ke sekolah favorit itu sungguh di sayangkan.
Hari ini tanggal 2 mei di peringati sebagai hari pendidikan nasional. Iyaa dari namanya saja sudah terlihat jelas nasional pasti produk dalam negeri. Cintai produk dalam negeri istilah kasarnya, anaknya presiden malah sekolahnya di luar negeri. Terus bagaimana rakyatnya bisa percaya dengan kualitas dalam negeri? Miris.  Hari ini mungkin agaknya hanya di peringati sebagai ceremonial belaka. Hari ini bukan menjadi koreksi buat para pejabat yang mengurusi masalah pendidikan. Masalah pendidikan nasional sesungguhnya begitu kompleks dan ada suatu permasalahan yang begitu luar biasa.
Kegagalan pemerintah dalam melaksanakan UN menunjukan persiapan yang sangat minim. Sungguh sangat memalukan untuk mengurusi hal ujian nasional dalam pendistribusian soal saja pemerintah gagal. UN yang dengan niatan di sejajarkan semua kualitas pendidikan semua kota se Indonesia ini merupakan tindakan yang saya bilang keliru. Mohon maaf untuk masalah fasilitas semestinya yang harus di dahulukan di sesajarkan. Kualitas fasilitas sekolah, pendidik dulu yang di setarakan. Pemerintah ini memang hanya lebih suka melihat suatu hal yang sifat di permukaan. Di kira dengan memenuhi target UN kualitas pendidikan meningkat? Tidak. Justru ujian nasional ini menjadi momentum kejahatan terorganisir. Penyebaran dan mafia kunci jawaban bertebaran dimana-mana. Jelas hal ini ada hubunganya dengan para pembuat soal dan orang dalam kementrian pendidikan. Bagaimana mereka bisa tahu jawaban sebelum soal di sebarkan padahal soal dalam keadaan di segel?
Jujur saja kenyataannya memang seperti itu. Saya bukanya under estimate terhadap mereka yang mengaku mengerjakan UN murni saya bilah bohong. Bocoran dalam UN sudah menjadi rahasia umum namun sayang pemerintah kita itu sengaja menutup telinga tak mau mendengar keluhan. Pemerintah itu buta tak mau melihat kenyataan. Bagaimana tidak kalau UN di hapus jelas dana hasil UN itu kan besar tidak mereka dapatkan lagi. Ujung-ujungnya sudah bisa di baca KKN. Kejahatan terorganisir ini menunjukan betapa kapasitas pendidikan kita rendah karena di bentuk peraturan yang tak jelas.
Kita bisa melihat moralitas anak muda zaman sekarang mengalami degradasi moral. Tawuran pemerkosaan yang dilakukan remaja dalam negeri meningkat dari tahun ke tahun. Kasus bully di sekolah marak. Guru mencabuli anak didik juga tidak jarang kita dengar berita tersebut. Pendidikan kita kok makin ke sini makin jauh dari nilai-nilai yang mengajarkan kebaikan? Nilai-nilai yang membuat semau anak didik menjadi sadar mana yang hak dan mana yang bukan hak. Budaya menghargai kita turun drastis. Budaya egois dan iri agaknya sudah menjadi suatu hal yang melekat. Saya tidak terlalu menyalahkan para guru yang mengajar. Guru juga mungkin agaknya bingung dengan segala permainan dia tas sana. Bagaimana tidak kurikulum di bolak-balik di ganti. Ujian sudah mengalami berapa kali perubahan? Cuma ganti nama saja esensinya sama terus buat apa?
Kadang miris juga ketika melihat kondisi sekolahan di pelosok-pelosok negeri ini. Pendidikan bagaikan suatu hal yang begitu suatu yang begitu special. Namun di perkotaan anak sekolah malah demen banget ribut. Anak sekolah kerjaanya pacaran. Anak sekolah kerjaanya main-main yang sedikitpun yang memberikan manfaat. Sementara di pelosok mereka harus menempuh jarak berkilo-kilo untuk sampai di sekolah.
Ketimpangan pendidikan memang sudah sangta lama di rasakan di negeri yang pada sila ke lima menyebutkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nyatanya hal semacam itu hanya menjadi naskah entah kapan akan terealisasikannya keadilan tersebut.
Bangsa ini agaknya tidak belajar pada bangsa-bangsa di luar sana yang sukses dan maju karena pendidikanya yang luar biasa. Kunjungan pemerintah luar negeri hanya menggodok undang-undang yang entah nilai kegunaanya apa buat masyarakat kecil. Semestinya kunjungan mereka ke luar negeri sebagai momentum belajar kemudian di share kan ke masyakat terutama hal pendidikan. Sebagai contoh bangsa jepang adalah bangsa yang bangkit dari pendidikannya. Sehingga sekarang tidak heran kalau jepang menjadi negeara yang maju. Sedangkan kita? Ngurus UN saja gagal total.
Rasa-rasanya kita mesti kembali ke zaman dahulu dimana ilmu di ajarkan dari pendopo-pendopo. Ilmu yang di tekankan adalah ilmu moral ilmu dasar dalam kehidupan. Sekolah agaknya sekarang menjadi momok yang menakutkan yang secara psikis dampaknya begitu luar biasa. Berapa banyak kasus kesurupan sebelum UN? Kasus kriminalitas sehabis UN? Pembunuhan atau bunuh diri sehabis UN? Pesta sex sehabis UN? Moralitas nya diamana? Nilai-nilai pendidikannya dimana?
Sekali lagi saya tegaskan semoga momentum hardiknas ini menjadi momentum perubahan. Menjadi momentum kembalinya negeri ini menjadikan pendidikan sebagai pokok utama yang mesti di perhatikan. Para penjabat tidak lagi hanya memikirkan nasib partainya belaka. Penjabat harus mau buka mata, telingga dan hati nurani untuk menjadikan pendidikan lebih baik lagi. Masyarkat harus bahu-membahu membangun pendidikan yang berkarakter timur yang berpondasikan moralitas dan nilai keluhuran.

0 comments:

Post a Comment