Pagi memang selalu memberikan
nuansa indah dengan pancaran sinar mentari di ufuk timur. Sinar yang
memancarkan vitamin D dipagi itu yang di berikan Sang Maha Kasih selalu di
nanti di Nola gadis berumur 18 tahun yang hidup bersama keluarganya di puncak
gunung sumbing. Suatu puncak pegunungan di sebuah kabupaten Brebes. Keluarga
kecil ini hidup dengan bergantung pada alam sekita pegunungan yang subur.
Apapun yang di tanam di sini selalu tumbuh. Jadi persediaan pangan di sekitar
pegunungan ini selalu melimpah. Baik yang berupa umbi-umbian ataupun
buah-buahan seperti pisang dan pepaya yang sangat baik untuk pencernaan
manusia.
Pagi itu tak seperti biasanya
bagi nola gadis yang hampir setiap hari hidupnya bisa di bilang tak pernah
mengetahui dunia luar. Kehidupan yang
dia ketahui hanya sekitar kampung di
puncak gunung tempat dia tinggal. Gadis dengan paras tinggi dan berambut
panjang lurus terurai dengan kulit putih. Iya gadis-gadis di sekitar pegunungan
memang terkenal dengan kulit yang putih mungkin karena cuaca yang dingin. Namun
ketika kena sinar mentari sekita wajahnya nampak kemarah-merahan. Tampak begitu
menawan dan cantik. Nola selalu duduk di depan rumahnya tak kala pagi dan sore
menjelang. Sebuah kursi yang terbuat dari bambu menjadi tempat yang begitu
special bagi si nola. Waktunya di habiskan dengan menunggu mentari pagi dan
senja di kala sore hari.
Nola adalah gadis yang dengan
kondisi badan cacat ganda. Gadis canti ini mengalami gangguan Tuna Netra, Tuna
Rungu dan Tuna Wicara. Gangguan ini secara psikologis sering di sebut dengan
sebutan Tuna Grahita atau cacat ganda. Untuk mengatasi seorang dengan kondisi
fisik seperti ini memang begitu susah. Tokoh yang mampu tambil luar biasa
dengan kondisi Buta, Tuli dan Bisu adalah Hellen Khaler. Iya tokoh yang begitu
fenomenal dengan kondisi badan cacat. Dan mampu memotivasi orang-orang di
berbgai belahan dunia dan mampu membuat buku.
Untuk menjadi tokoh yang
fenbomenal mungkin jelas tidak terbesit di pikiran nola. Bisa makan dan minum
saja suatu kebahagiaan bagi nola. Terapi untuk orang dengan gangguan fisik
seperti nola membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan suatu hal yang berat bagi
keluarga nola. Terlebih nola hidup di keluarga yang nota bene suatu keluarga
besar. Orang tua nola memiliki anak 6. Dan nola merupakan anak ketiga dari ke
enam bersaudara. Kakak nola cewe Mona namanya sudah berkeluarga dan hidup
bersama dalam satu keluarga bersama nola. Kakak cowonya Baharudin dengan kondisi tuli dan gangguan
tempramental dan harus dipasung dikamarnya. Adik nola Widiya yang berumur 12
tahun putus sekolah karena biaya. Dan si kembar Dina dan Dini berumur 5 tahun.
Dari keluarga, nola bisa di
bilang yang paling malang hidupnya secara kasat mata. Nola tak pernah mengenyam
pendidikan. Keseharian nola hanya duduk di teras dan saat makan masuk ke dalam
di antar Widya dan kembali duduk di teras lagi. Dia baru memasuki rumah ketika
mentari di ufuk barat telah menghilang dan langit kemerahan muncul bagai
pijaran api. Nola karakternya begitu penurut dan tak seperti biasanya seorang
dengan kondisi badan seperti itu. Dia selalu mau di suapin tak kala waktu makan
tiba. Dia juga selalu mau mandi tak kala sore menjelang. Tak kala malam
menjelangpun dia selalu bergegas ke kamar tidurnya untuk beristirahat.
“Selamat pagi mba” sapa seorang
yang entah dari kampung mana. Tapi nola hanya diam saja menikmati hangat
mentari yang kebetulan pagi itu begitu cerah semilir angin juga sejuk disertai
dengan nyanyian burung yang berlirik kesedihan melepas kekerinagn embun pagi.
“pagii mba permisi” sapa orang tersebut dengan nada yang agak kesel. “mbaaaaa
selamat pagiiii permisi mbaa” sapa orang tersebut dengan anda marah dan kesel.
Teriakan orang ini sontak membuat keluarga nola keluar dari rumahnya. “maaf mas
ada apa yah kok teriak-teriak?” sapa bapak Nola. “maaf pak saya tadi nyapa
mbanya mau nanya rumah ketua RT sini pak tapi mbanya cuek saja” sanggah si cowo
yang berbaju compang camping serta bertato ular naga di tanganya. “maaf mas
Nola memang mengalami tuli, buta serta bisu mas jadi bukanya dia cuek tapi
memang tak bisa mendengar apapun yang mas teriakan, kalau rumah pat RT di ujung
kampung ini mas, adalagi mas yang ditanyakan?” sahut bapak nola dengan sabar.
Cowo itu seketika diam dan mulai memperhatikan Nola yang pagi itu memang nampak
anggun dengan gaun ungu dan rambut panjang terurai. “mass..” sahut bapak Nola.
“oooooh iyaa bapak maaf bapak, iya Pak terimaksih bapak untuk alamatnya pak
mohon maaf bapak saya kira tadi anak bapak tidak seperti yang bapak ucapkan
tadi”. “iya mas tidak apa-apa kami sudah terbiasa kok, itulah resiko punya anak
seperti nola mas oiya kalau bingung nanti bisa tanyakan saja ke warga di sana
mas”. “iyaa bapak terimakasih pak” jawab pemuda itu dengan muka yang malu dan
perasaan tidak enak kepada nola dan keluarganya.
Nolapun masih diam dan mungkin
sedikit mendengar teriakan yang kencang dari pemuda tadi dan gaduh di dekatnya
duduk. Dia menoleh kemudian bapaknya memgang tangannya serta memeluk anak
gadisnya itu. Sembari meneteskan air mata dan di kuti sang ibu yang mendekap
dari belakang nola. “yang sabar ya nak, hidup di dunia memang seperti ini”
meski tak mendengar apapun ibu nola menasehati anaknya dengan suara yang pelan.
Namun nola tetap meneteskan air mata, mungkin dia merasakan kesedihan yang
dialami keluarganya. Dari matanya keluar butiran air mata yang mengalir di
pipinya yang nampak kemarahan terkena sinar mentari.
Kemudian nola di tuntun di bawa
masuk oleh ayah dan ibunya diajak untuk sarapan bersama karena hidangan pagi
saat itu telah siap. Teh anget dengan gula batu sudah tersaji di meja makan,
nasi jagung dengan lalapan daun singkong sambal terasi juga telah siap di meja.
Ikan asin yang goreng kering dengan bumbu penyedap rasa khas desa (micn saset)
dengan potongan cabai serta bawang merah menjadi menu yang begitu special bagi
keluarga nola. Ibu nola menyuapi si kembar dina dan dini sedangkan nola di
suapin adiknya Widya. Adik nola ini memang begitu perhatian sama nola dia
sambil makan juga menyuapin nola. Sedangkan kakak nola memang mendapat jatah
terakhir karena dia dikamar di pasung. Ibu nola selalu menyuapi kakak nola
sehabis sarapan itu. Kakak perempuan nola memilih memasak sendiri dan makan
bersama suaminya dengan meja yang berbeda. Mungkin karena merasa sudah
berkeluarga. Padahal orang tuanya tak pernah sedikitpun melarang kakaknya nola
untuk bersama-sama pait asam, hambar asin makan bersama. Menu makanan sederhana
namun begitu spesial itu telah di lahap nola sekeluarga. Seperti biasanya bapak
nola pergi ke hutan untuk menggarap ladang dan saat itu di tanami jagung dan
singkong serta beberapa pohon pisang susu dan pisang ambon.
Widya bisa di bilang gadis yang
begitu tanggap dia selalu membantu ibunya mencuci piring dan perlengkapan
masak. Ibu nola juga pergi keladang untuk mencari sesuatu yang bisa dimasak buat
makan siang nola dan keluarga.
Nola yang masih dengan baju ungu
dan rambut masih terurai kembali duduk di bangku bambunya. Widya memang
mendandani nola dengan segitu cantiknya. Maklum satu sisi widya juga beranjak
ke masa remaja. Masa yang kita tahu serba pingin mencoba hal baru dan suka
berdandan bagi cewe.
Matahari mulai beranjak tinggi
terik panasnya menyengat dirasa nola. Dan dia pun dengan nalurinya mencari-cari
pintu dan memasuki rumahnya. Sebelum dia masuk datanglah lelaki yang saat pagi
itu datang kerumahnya namun nola tak tahu cowo itu. Nola berontak dan tak mau
di tuntun. “Ekhh ekkkh ” hanya penolakan
seperti itu yang dilakukan nola. Dia terus memberontak menolak si cowo yang
hendak membantu menuntunya masuk. Kejadian itu di dengar widya yang berada di
belakang rumah sedang menyapu. “kakak, kakak,” dengan panik widya mendekap
nola. “Ada apa ya mas?” tanya widya dengan nafas yag tak teratur. “gak de, tadi
pas aku jalan melihat nola sedang merambat-rambat mau masuk niatnya mau membatu
nuntun dia de” jawab sang cowo. “gini mas mba nola memang buta, tuli, dan bisu.
Tapi dia bisa merasakan sentuhan orang yang dia kenal dan bau keringatnya juga
mas”. Sahut widya. Sambil mencium keteknya cowo itu tersenyum, “sial aku baru
sadar kalau sudah 5 hari belum mandi”. “mass, mass malah senyum-senyum sendiri
mas?” tanya widya. “Kenalin saya Bagas, Bagas Wiwoho” sambil njulurin tangan
mengajak salaman. “Widya dan ini..” “Nola” ptong Bagas. Kok sudah tau kakak
saya mas? Tadi pagi bapak sudah bilang ke saya kalau ini namanya nola, saya
yang tadi pagi teriak-teriak”. “ walah mas to orangnya?” tanya widya
menegaskan.
“gini mas mba nola ini memang
sudah dari umur 11 tahun mengalami penyakit ini mas, keseharianya ya duduk di
kursi bambu itu mas, mba nola ini memang paling cantik di keluarga kita
hehehe.. mba ini orang nya baik mas, kalau mau tidur saja saya selalu di peluk
sama mba nola. Kalau subuh juga dia selalu bangun duluan dan membangunkan aku.
Gak tau padahal dia mba tak mendengar suara yang kecil apa lagi adzan dari
masjid yang jawaknya jauh. Mungkin itu karunia dari Tuhan ke mba. Mba di beri
insting yang tinggi kalau bangun buat sholat subuh mas. Saat waktu sholat tiba
kaya dhur atau asharmba juga langsung masuk rumah mas ya dengan gaya seperti
itu yang mas lihat. Tapi tak perlu khawatir mba sudah terbiasa meraba-raba
jalanya gitu tapi nyampai kamar juga kok. Mba selalu sholat karena diajari ibu
waktu kecil. Bacaan dan gerakanya masih mba ingat dan itu begitu luar biasa
mas.” Sambil menghela nafa widya. “terus?” sambung bagas.
“iya kata ibu dulu mba gak
separah ini mas, sedikit-dikit masih bisa dengar dan bisa melihat tapi lambat
laun pertyakitanya mulai menjakiti tubuh mba mas dan akhirnya seperti ini”.
“emang gak berobat ya wid?” tanya bagas penasaran. “wah mas jangankan untuk
berobat mba bisa makan saja kami bersyukr bange mas, saya saja sekolah Cuma
sampai SD mas”. Bagas diam sambil memandang nola. “dulu tu ibu bilang juga
kalau mba sempat kaget karena petir yang menyambar pohon kelapa depan rumah itu
mas, deket tempat mba duduk yang sekarang tinggal pohon tanpa daun itu mas”.
“kasiahan Nola kalau mandi gimana
dia, kalau makan bagaimana?”. “kalau mandi kadang saya yang mandiin mas, kadang
juga ibu mas, mas bagas orang mana sedang apa di desa kami? Saya dari kecil
tidak melihat mas soalnya”. “saya memang bukan orang sini wid, saya disini Cuma
kepengen melihat pemandangan saja wid, indah banget soalnya melihat dari puncak
gunung ini wid.” Tegas sambil menghela nafas. “iya sudah wid saya tak pergi
dulu kayanya nola juga mau sholat duhur kan? Mkasih loh wid, besok-besok bisa
dilanjutkan ya wid?”. “oiya mas hati-hati mas?” sambung widya.
Sambil jalan keluar Bagas pun
memikir kan widya. Agaknya bagas merasa jatuh cinta pada saat melihat Nola.
Cowok dengan tampang serem itu agaknya luluh di hadapan wanita bernama nola.
Bagas pun merasakan getaran perasaan kepada nola sigadis yang meamng begitu
cantik. Sambil memukul-mukul pipinya bagas berjalan meninggalkan rumah nola.
Bagas di desa itu menempati
sebuah rumah warga dekat rumah pak RT. Sesampainya di rumah itu bagas masih tak
percaya perasaanya saat itu mamng bercampur aduk. Paginya bagas memutuskan
untuk mengutrakan perasaanya kepada orang tua nola dan heranya bagas berniat
meminang nola.
Pagi menjelang seperti biasanya
burung selalu bernyanyi namun kini entah kenapa banyak burung mprit bernyanyi
kegembiraan. Matahari yang sayup-sayup dan ta terlalu menyengat namun cerahnya
membuka cakrawala pagi. “tok-tok” suara ketukan pintu. Nola yang sudah cantik
baru keluar dari kamar dan mau berjemur nola memang selalu mengambil vitamin
yang di berika Tuhan di pagi hari itu. Bapak pun membukakan pintu,
“kreeeekett.” Suara pintu yang sudah rusak yang terbuiat dari bambu menyerupai
gerbang orang kota. “eeekh kamu mas, silahkan masuk mas,” dudukalah bagas di
meja kayu memanjang yang terbuat dari kayu pinus dan meja yang penuh dengan
noda hitam. Ini disebabkan oleh getah pinus yang terkena panas teko air minum.
“ada apa ya mas pagi-pagi ini sudah mampir ke rumah?”. Sambil memandang nola
sebentar yang hendak keluar bagas menajwab “gini pak saya yang petama mohon
maaf atas kejadian kemaren, yang kedua nama saya bagas pak saya sudah banyak
cerita dengan widya kemaren pak, asli saya dari kampung seberang pak kampung
Karang Gedang Pak. Kedatangan saya mungkin membuat bapak kaget dan apa lagi
kalau bapak tahu maksdu dan tujuan saya juga pagi ini pak. Gini pak langsung
saja ya pak? Jujur pak sejak kejadian kemaren pagi saya masih teringat denga wajah nola pak. Apa lagi
kemaren sempat ngobrol dengan widya pak. Saya merasa menyukai dan cinta ke
putri bapak si Nola pak. Iya mungkin bapak menganggap saya main-main karena
saya baru kenal kemaren pagi. Tapi inilah yang saya rasakan pak. Saya berniat
meminang putri bapak. Kalau bapak masih ragu besok saya akan membawa keluarga
saya sowan ke sini pak. Gimana bapak?”
“gini mas bagas [ertama bapak
bahagia sekalai baru pertama kali ini ada seorang yang berniat meminang nola.
Tapi apa gak mas bagas pikirkan ter;lebih dahulu keadaan nola itu bagaimana mas?
Gini saja mas, mas bagas pulang dan mas bagas diskusikan terlebih dahulu dengan
keluarga mas bagas bagaimana baiknya mas. Menikah itu bukan hanya suatu hal
yang dilandasi oleh nafsu memiliki atau dilandasi suka semata. Nikah juga
diharapkan hanya sekali seumur hidup mas. Kalau bapak setuju saja mas. Mas
musyawarahkan dulu mas dengan keluarga mas. Kalau sudah mantap barulah datang
lagi ke sini mas. Begitu ya mas? Sekali lagi bapak tidak melarang mas, tapi mas
pertimbangkan dahulu mas, kalau perlu mohon ke yang Maha kuasa mas.”
Seketika itu juga bagas mohon
pamit ke ayah nola dan bergegas untuk pulang. Dan selang beberapa hari kemudian
datanglah bagas dan keluarga besarnya. Tak di duga ayah dan ibu bagas tenyata
tuna netra. Bagas terlahir dengan keadaan normal. Kemudian bagas menjelaskan
latar belakang keluarganya yang semuany tuna netra yaitu ayah dan ibunya. Bagi
bagas mencintai bukan hanya tentang permaalahan kulit atau maujud mencintai
teteap sejatinya mencintai esensi yang nantinya akan kembali ke Tuhanya. Bagas juga menjelaskan bagaimana
keluarganya hidup dengan rukun dan harmonis. Bisa di bilang ayah dan ibu bagas
bangga punya anak seperti bagas yang selalu bekerja keras dan mau berjuang
menghidupi keluarganya. Bagas juga mampu membelikan rumah orang tuanya serta
mencukupi semua kebutuhan orang tuanya. Bagas adalah anak tunggal.
Dan akhirnya pada hari jumat usai
sholat jumat Bagas Wiwiho dengan Nola Yolanda menikah dan mengucapkan ijab dan
qobul sebagai syarat syah bagas meminang Nola. Yang di ikuti tangisan di dalam
masjid. Keadaannya begitu haru. Nola tak henti-henti meneteskan air matanya.
Prang tuanya nola juga terus menangis bahagia melihat anaknya duduk cantik di
hadapan penghulu menjadi istri syah Bagas Seorang pengusaha seni. Widya yang
begitu sayang dengan nola juga menangis bahagia melihat kakaknya menikah. Semua
warga di pegunungan sumbing itu berkumpul di masjid dan berdoa demi kebahagian
bagas dan nola. Suara meriam bambu silih berganti berbunyi. Burung-burung
berterbangan diatas langit yang siang itu begitu cerah namun tak menyengat
karena angin yang berhembus begitu sejuk. Kemudian pengatin ini diarak hingga
sampai di rumah Bagas. Bagas dan Nola berada di kereta kudanyasedang warga
berjalan kaki yang berjarak 8 km. Sesampai di rumah bagaspun warga sudah
mempersiapkan penyambutan pengantin baru ini. Bagas menggendong nola di ikuti
senyum di bibir nola yang tipis bak wilat (sayatan bambu).