Monday, April 29, 2013

Cinta di Bukit Gunung Sumbing

0 comments

Pagi memang selalu memberikan nuansa indah dengan pancaran sinar mentari di ufuk timur. Sinar yang memancarkan vitamin D dipagi itu yang di berikan Sang Maha Kasih selalu di nanti di Nola gadis berumur 18 tahun yang hidup bersama keluarganya di puncak gunung sumbing. Suatu puncak pegunungan di sebuah kabupaten Brebes. Keluarga kecil ini hidup dengan bergantung pada alam sekita pegunungan yang subur. Apapun yang di tanam di sini selalu tumbuh. Jadi persediaan pangan di sekitar pegunungan ini selalu melimpah. Baik yang berupa umbi-umbian ataupun buah-buahan seperti pisang dan pepaya yang sangat baik untuk pencernaan manusia.
Pagi itu tak seperti biasanya bagi nola gadis yang hampir setiap hari hidupnya bisa di bilang tak pernah mengetahui dunia luar.  Kehidupan yang dia  ketahui hanya sekitar kampung di puncak gunung tempat dia tinggal. Gadis dengan paras tinggi dan berambut panjang lurus terurai dengan kulit putih. Iya gadis-gadis di sekitar pegunungan memang terkenal dengan kulit yang putih mungkin karena cuaca yang dingin. Namun ketika kena sinar mentari sekita wajahnya nampak kemarah-merahan. Tampak begitu menawan dan cantik. Nola selalu duduk di depan rumahnya tak kala pagi dan sore menjelang. Sebuah kursi yang terbuat dari bambu menjadi tempat yang begitu special bagi si nola. Waktunya di habiskan dengan menunggu mentari pagi dan senja di kala sore hari.
Nola adalah gadis yang dengan kondisi badan cacat ganda. Gadis canti ini mengalami gangguan Tuna Netra, Tuna Rungu dan Tuna Wicara. Gangguan ini secara psikologis sering di sebut dengan sebutan Tuna Grahita atau cacat ganda. Untuk mengatasi seorang dengan kondisi fisik seperti ini memang begitu susah. Tokoh yang mampu tambil luar biasa dengan kondisi Buta, Tuli dan Bisu adalah Hellen Khaler. Iya tokoh yang begitu fenomenal dengan kondisi badan cacat. Dan mampu memotivasi orang-orang di berbgai belahan dunia dan mampu membuat buku.
Untuk menjadi tokoh yang fenbomenal mungkin jelas tidak terbesit di pikiran nola. Bisa makan dan minum saja suatu kebahagiaan bagi nola. Terapi untuk orang dengan gangguan fisik seperti nola membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan suatu hal yang berat bagi keluarga nola. Terlebih nola hidup di keluarga yang nota bene suatu keluarga besar. Orang tua nola memiliki anak 6. Dan nola merupakan anak ketiga dari ke enam bersaudara. Kakak nola cewe Mona namanya sudah berkeluarga dan hidup bersama dalam satu keluarga bersama nola. Kakak cowonya  Baharudin dengan kondisi tuli dan gangguan tempramental dan harus dipasung dikamarnya. Adik nola Widiya yang berumur 12 tahun putus sekolah karena biaya. Dan si kembar Dina dan Dini berumur 5 tahun.
Dari keluarga, nola bisa di bilang yang paling malang hidupnya secara kasat mata. Nola tak pernah mengenyam pendidikan. Keseharian nola hanya duduk di teras dan saat makan masuk ke dalam di antar Widya dan kembali duduk di teras lagi. Dia baru memasuki rumah ketika mentari di ufuk barat telah menghilang dan langit kemerahan muncul bagai pijaran api. Nola karakternya begitu penurut dan tak seperti biasanya seorang dengan kondisi badan seperti itu. Dia selalu mau di suapin tak kala waktu makan tiba. Dia juga selalu mau mandi tak kala sore menjelang. Tak kala malam menjelangpun dia selalu bergegas ke kamar tidurnya untuk beristirahat.
“Selamat pagi mba” sapa seorang yang entah dari kampung mana. Tapi nola hanya diam saja menikmati hangat mentari yang kebetulan pagi itu begitu cerah semilir angin juga sejuk disertai dengan nyanyian burung yang berlirik kesedihan melepas kekerinagn embun pagi. “pagii mba permisi” sapa orang tersebut dengan nada yang agak kesel. “mbaaaaa selamat pagiiii permisi mbaa” sapa orang tersebut dengan anda marah dan kesel. Teriakan orang ini sontak membuat keluarga nola keluar dari rumahnya. “maaf mas ada apa yah kok teriak-teriak?” sapa bapak Nola. “maaf pak saya tadi nyapa mbanya mau nanya rumah ketua RT sini pak tapi mbanya cuek saja” sanggah si cowo yang berbaju compang camping serta bertato ular naga di tanganya. “maaf mas Nola memang mengalami tuli, buta serta bisu mas jadi bukanya dia cuek tapi memang tak bisa mendengar apapun yang mas teriakan, kalau rumah pat RT di ujung kampung ini mas, adalagi mas yang ditanyakan?” sahut bapak nola dengan sabar. Cowo itu seketika diam dan mulai memperhatikan Nola yang pagi itu memang nampak anggun dengan gaun ungu dan rambut panjang terurai. “mass..” sahut bapak Nola. “oooooh iyaa bapak maaf bapak, iya Pak terimaksih bapak untuk alamatnya pak mohon maaf bapak saya kira tadi anak bapak tidak seperti yang bapak ucapkan tadi”. “iya mas tidak apa-apa kami sudah terbiasa kok, itulah resiko punya anak seperti nola mas oiya kalau bingung nanti bisa tanyakan saja ke warga di sana mas”. “iyaa bapak terimakasih pak” jawab pemuda itu dengan muka yang malu dan perasaan tidak enak kepada nola dan keluarganya.
Nolapun masih diam dan mungkin sedikit mendengar teriakan yang kencang dari pemuda tadi dan gaduh di dekatnya duduk. Dia menoleh kemudian bapaknya memgang tangannya serta memeluk anak gadisnya itu. Sembari meneteskan air mata dan di kuti sang ibu yang mendekap dari belakang nola. “yang sabar ya nak, hidup di dunia memang seperti ini” meski tak mendengar apapun ibu nola menasehati anaknya dengan suara yang pelan. Namun nola tetap meneteskan air mata, mungkin dia merasakan kesedihan yang dialami keluarganya. Dari matanya keluar butiran air mata yang mengalir di pipinya yang nampak kemarahan terkena sinar mentari.
Kemudian nola di tuntun di bawa masuk oleh ayah dan ibunya diajak untuk sarapan bersama karena hidangan pagi saat itu telah siap. Teh anget dengan gula batu sudah tersaji di meja makan, nasi jagung dengan lalapan daun singkong sambal terasi juga telah siap di meja. Ikan asin yang goreng kering dengan bumbu penyedap rasa khas desa (micn saset) dengan potongan cabai serta bawang merah menjadi menu yang begitu special bagi keluarga nola. Ibu nola menyuapi si kembar dina dan dini sedangkan nola di suapin adiknya Widya. Adik nola ini memang begitu perhatian sama nola dia sambil makan juga menyuapin nola. Sedangkan kakak nola memang mendapat jatah terakhir karena dia dikamar di pasung. Ibu nola selalu menyuapi kakak nola sehabis sarapan itu. Kakak perempuan nola memilih memasak sendiri dan makan bersama suaminya dengan meja yang berbeda. Mungkin karena merasa sudah berkeluarga. Padahal orang tuanya tak pernah sedikitpun melarang kakaknya nola untuk bersama-sama pait asam, hambar asin makan bersama. Menu makanan sederhana namun begitu spesial itu telah di lahap nola sekeluarga. Seperti biasanya bapak nola pergi ke hutan untuk menggarap ladang dan saat itu di tanami jagung dan singkong serta beberapa pohon pisang susu dan pisang ambon.
Widya bisa di bilang gadis yang begitu tanggap dia selalu membantu ibunya mencuci piring dan perlengkapan masak. Ibu nola juga pergi keladang untuk mencari sesuatu yang bisa dimasak buat makan siang nola dan keluarga.
Nola yang masih dengan baju ungu dan rambut masih terurai kembali duduk di bangku bambunya. Widya memang mendandani nola dengan segitu cantiknya. Maklum satu sisi widya juga beranjak ke masa remaja. Masa yang kita tahu serba pingin mencoba hal baru dan suka berdandan bagi cewe.
Matahari mulai beranjak tinggi terik panasnya menyengat dirasa nola. Dan dia pun dengan nalurinya mencari-cari pintu dan memasuki rumahnya. Sebelum dia masuk datanglah lelaki yang saat pagi itu datang kerumahnya namun nola tak tahu cowo itu. Nola berontak dan tak mau di tuntun. “Ekhh ekkkh ”  hanya penolakan seperti itu yang dilakukan nola. Dia terus memberontak menolak si cowo yang hendak membantu menuntunya masuk. Kejadian itu di dengar widya yang berada di belakang rumah sedang menyapu. “kakak, kakak,” dengan panik widya mendekap nola. “Ada apa ya mas?” tanya widya dengan nafas yag tak teratur. “gak de, tadi pas aku jalan melihat nola sedang merambat-rambat mau masuk niatnya mau membatu nuntun dia de” jawab sang cowo. “gini mas mba nola memang buta, tuli, dan bisu. Tapi dia bisa merasakan sentuhan orang yang dia kenal dan bau keringatnya juga mas”. Sahut widya. Sambil mencium keteknya cowo itu tersenyum, “sial aku baru sadar kalau sudah 5 hari belum mandi”. “mass, mass malah senyum-senyum sendiri mas?” tanya widya. “Kenalin saya Bagas, Bagas Wiwoho” sambil njulurin tangan mengajak salaman. “Widya dan ini..” “Nola” ptong Bagas. Kok sudah tau kakak saya mas? Tadi pagi bapak sudah bilang ke saya kalau ini namanya nola, saya yang tadi pagi teriak-teriak”. “ walah mas to orangnya?” tanya widya menegaskan.
“gini mas mba nola ini memang sudah dari umur 11 tahun mengalami penyakit ini mas, keseharianya ya duduk di kursi bambu itu mas, mba nola ini memang paling cantik di keluarga kita hehehe.. mba ini orang nya baik mas, kalau mau tidur saja saya selalu di peluk sama mba nola. Kalau subuh juga dia selalu bangun duluan dan membangunkan aku. Gak tau padahal dia mba tak mendengar suara yang kecil apa lagi adzan dari masjid yang jawaknya jauh. Mungkin itu karunia dari Tuhan ke mba. Mba di beri insting yang tinggi kalau bangun buat sholat subuh mas. Saat waktu sholat tiba kaya dhur atau asharmba juga langsung masuk rumah mas ya dengan gaya seperti itu yang mas lihat. Tapi tak perlu khawatir mba sudah terbiasa meraba-raba jalanya gitu tapi nyampai kamar juga kok. Mba selalu sholat karena diajari ibu waktu kecil. Bacaan dan gerakanya masih mba ingat dan itu begitu luar biasa mas.” Sambil menghela nafa widya. “terus?” sambung bagas.
“iya kata ibu dulu mba gak separah ini mas, sedikit-dikit masih bisa dengar dan bisa melihat tapi lambat laun pertyakitanya mulai menjakiti tubuh mba mas dan akhirnya seperti ini”. “emang gak berobat ya wid?” tanya bagas penasaran. “wah mas jangankan untuk berobat mba bisa makan saja kami bersyukr bange mas, saya saja sekolah Cuma sampai SD mas”. Bagas diam sambil memandang nola. “dulu tu ibu bilang juga kalau mba sempat kaget karena petir yang menyambar pohon kelapa depan rumah itu mas, deket tempat mba duduk yang sekarang tinggal pohon tanpa daun itu mas”.
“kasiahan Nola kalau mandi gimana dia, kalau makan bagaimana?”. “kalau mandi kadang saya yang mandiin mas, kadang juga ibu mas, mas bagas orang mana sedang apa di desa kami? Saya dari kecil tidak melihat mas soalnya”. “saya memang bukan orang sini wid, saya disini Cuma kepengen melihat pemandangan saja wid, indah banget soalnya melihat dari puncak gunung ini wid.” Tegas sambil menghela nafas. “iya sudah wid saya tak pergi dulu kayanya nola juga mau sholat duhur kan? Mkasih loh wid, besok-besok bisa dilanjutkan ya wid?”. “oiya mas hati-hati mas?” sambung widya.
Sambil jalan keluar Bagas pun memikir kan widya. Agaknya bagas merasa jatuh cinta pada saat melihat Nola. Cowok dengan tampang serem itu agaknya luluh di hadapan wanita bernama nola. Bagas pun merasakan getaran perasaan kepada nola sigadis yang meamng begitu cantik. Sambil memukul-mukul pipinya bagas berjalan meninggalkan rumah nola.
Bagas di desa itu menempati sebuah rumah warga dekat rumah pak RT. Sesampainya di rumah itu bagas masih tak percaya perasaanya saat itu mamng bercampur aduk. Paginya bagas memutuskan untuk mengutrakan perasaanya kepada orang tua nola dan heranya bagas berniat meminang nola.
Pagi menjelang seperti biasanya burung selalu bernyanyi namun kini entah kenapa banyak burung mprit bernyanyi kegembiraan. Matahari yang sayup-sayup dan ta terlalu menyengat namun cerahnya membuka cakrawala pagi. “tok-tok” suara ketukan pintu. Nola yang sudah cantik baru keluar dari kamar dan mau berjemur nola memang selalu mengambil vitamin yang di berika Tuhan di pagi hari itu. Bapak pun membukakan pintu, “kreeeekett.” Suara pintu yang sudah rusak yang terbuiat dari bambu menyerupai gerbang orang kota. “eeekh kamu mas, silahkan masuk mas,” dudukalah bagas di meja kayu memanjang yang terbuat dari kayu pinus dan meja yang penuh dengan noda hitam. Ini disebabkan oleh getah pinus yang terkena panas teko air minum. “ada apa ya mas pagi-pagi ini sudah mampir ke rumah?”. Sambil memandang nola sebentar yang hendak keluar bagas menajwab “gini pak saya yang petama mohon maaf atas kejadian kemaren, yang kedua nama saya bagas pak saya sudah banyak cerita dengan widya kemaren pak, asli saya dari kampung seberang pak kampung Karang Gedang Pak. Kedatangan saya mungkin membuat bapak kaget dan apa lagi kalau bapak tahu maksdu dan tujuan saya juga pagi ini pak. Gini pak langsung saja ya pak? Jujur pak sejak kejadian kemaren pagi saya  masih teringat denga wajah nola pak. Apa lagi kemaren sempat ngobrol dengan widya pak. Saya merasa menyukai dan cinta ke putri bapak si Nola pak. Iya mungkin bapak menganggap saya main-main karena saya baru kenal kemaren pagi. Tapi inilah yang saya rasakan pak. Saya berniat meminang putri bapak. Kalau bapak masih ragu besok saya akan membawa keluarga saya sowan ke sini pak. Gimana bapak?”
“gini mas bagas [ertama bapak bahagia sekalai baru pertama kali ini ada seorang yang berniat meminang nola. Tapi apa gak mas bagas pikirkan ter;lebih dahulu keadaan nola itu bagaimana mas? Gini saja mas, mas bagas pulang dan mas bagas diskusikan terlebih dahulu dengan keluarga mas bagas bagaimana baiknya mas. Menikah itu bukan hanya suatu hal yang dilandasi oleh nafsu memiliki atau dilandasi suka semata. Nikah juga diharapkan hanya sekali seumur hidup mas. Kalau bapak setuju saja mas. Mas musyawarahkan dulu mas dengan keluarga mas. Kalau sudah mantap barulah datang lagi ke sini mas. Begitu ya mas? Sekali lagi bapak tidak melarang mas, tapi mas pertimbangkan dahulu mas, kalau perlu mohon ke yang Maha kuasa mas.”
Seketika itu juga bagas mohon pamit ke ayah nola dan bergegas untuk pulang. Dan selang beberapa hari kemudian datanglah bagas dan keluarga besarnya. Tak di duga ayah dan ibu bagas tenyata tuna netra. Bagas terlahir dengan keadaan normal. Kemudian bagas menjelaskan latar belakang keluarganya yang semuany tuna netra yaitu ayah dan ibunya. Bagi bagas mencintai bukan hanya tentang permaalahan kulit atau maujud mencintai teteap sejatinya mencintai esensi yang nantinya akan kembali ke  Tuhanya. Bagas juga menjelaskan bagaimana keluarganya hidup dengan rukun dan harmonis. Bisa di bilang ayah dan ibu bagas bangga punya anak seperti bagas yang selalu bekerja keras dan mau berjuang menghidupi keluarganya. Bagas juga mampu membelikan rumah orang tuanya serta mencukupi semua kebutuhan orang tuanya. Bagas adalah anak tunggal.
Dan akhirnya pada hari jumat usai sholat jumat Bagas Wiwiho dengan Nola Yolanda menikah dan mengucapkan ijab dan qobul sebagai syarat syah bagas meminang Nola. Yang di ikuti tangisan di dalam masjid. Keadaannya begitu haru. Nola tak henti-henti meneteskan air matanya. Prang tuanya nola juga terus menangis bahagia melihat anaknya duduk cantik di hadapan penghulu menjadi istri syah Bagas Seorang pengusaha seni. Widya yang begitu sayang dengan nola juga menangis bahagia melihat kakaknya menikah. Semua warga di pegunungan sumbing itu berkumpul di masjid dan berdoa demi kebahagian bagas dan nola. Suara meriam bambu silih berganti berbunyi. Burung-burung berterbangan diatas langit yang siang itu begitu cerah namun tak menyengat karena angin yang berhembus begitu sejuk. Kemudian pengatin ini diarak hingga sampai di rumah Bagas. Bagas dan Nola berada di kereta kudanyasedang warga berjalan kaki yang berjarak 8 km. Sesampai di rumah bagaspun warga sudah mempersiapkan penyambutan pengantin baru ini. Bagas menggendong nola di ikuti senyum di bibir nola yang tipis bak wilat (sayatan bambu).



Friday, April 26, 2013

0 comments
Pintu yang masih tertutup
Malam membalikan mentari
Cahaya rembulan yang diharapkan menjadi pengganti
Hangatnya tak terasa
Bintang yang menaburkan keindahan hanya mengkedipkan cahaya
Suara yang berbisik di pojokan itu kian terdengar merdu bak melodi
Seorang menggigil dan menangis dalam kelam malam di kamar kecil
Meratapi penyesalan akan patahnya kunci pintu pagi itu
Kecerobohan membawanya tertunduk lesuh di emperan kamar
Sampai kapan harus menunggu? Ketika mendobrakpun tak lagi mampu
Pintu itu kapan hendak dia buka dengan atau tanpa dobrakan?
Hanya kepada pemilik pintulah semestinya dia adukan
Hanya kepada si pemilik pintu juga lah mestinya dia meminta kunci cadangan
Karena setiap pintu akan memiliki 2-3 kunci
Bangun dan berbicaralah wahai kau si alif kecil

Tuesday, April 23, 2013

Iyaa

0 comments
Hujan di Terik Mentari
Kenyataan kadang membingungkan
Atau impian juga jauh lebih membingukan
Di terik panas mentaripun bagi pemimpi masih akan datang hujan
Namun kenyataanya panas terik menyengat itu tak akan menghasilkan butiran air hujan
Bau tanah ini hanyalah liarnya imajinasi
Harum tanah usai hujan ini hanyalah mimpi bolong
Aku bingung
Kata-kata ku inipun sudah tak lagi dengan rasa hati penuh cinta
Kata-kata ini kata-kata kebimbangan dan kebingungan
Kau tak perlu mengartikannya cukup tersenyum dan tertawa membaca
Seraya hujatlah aku sebagai pecundang
Hujatlah aku sebagai pemimpi tanpa aksi
Hujat lah aku agar akupun dapat mendekapmu 

Wednesday, April 10, 2013

Bagaikan Api dalam Sekam

0 comments
Bagaikan Api di dalam Sekam
Pepetah ini agak nya mencoba menguraikan suatu kejahatan yang terus disimpan akan lama membebesar. Karena saya kurang suka dengan kenegatifan maka saya mempersepsikan hal itu sebagai kekuatan yang terpendam dalam diri seorang. Bagaimana tidak api yang dalam sekam itu tidak tampak adanya api tapi di dalamnya berupa bara yang kalau kita mbuluske (memasukan) tangan kita ke situ hangus tangan kita. Api dalam sekam sering kali kurang di pandang sebagai api yang menyala-nyala, karena memang tak nyala sih. Orang hanya melihat kepula asap putih atau bahkan hitam pekat.
Api, merupakan unsur yang tidak bisa lepas dari  kehidupan manusia. Entah apa yang bakalan terjadi jika hidup ini tidak ada yang namanya api. Makan yang serba mentah lah, minum air mentah lah. Semua serba alami, natural tanpa pembakaran atau sejenisnya. Api yang konon di temukan pada masa lamau karena adanya petir ini sampai sekarang menjadikan kehidupan kita terasa lebih baik. Ada kehangatan yang kita dapati ketika adanya api ini. Adanya kelezatan ketika makan ketika adanya api. Api adalah kekutan, apa adalah unsur yang mengajarkan berbagai hal tentang hidup ini.
Api yang dalam sekam tadi mengilustrasikan suatu kekuatan yang sangat luar biasa dari seorang manusia. Kekuatan inilah yang kurang di pandang oleh kita. potensi-potensi yang terpendam dalam diri kita sering kali terabaikan oleh diri kita sendiri. Sehingga sosial hanya memandang kita sebagai api dalam sekam. Kita hanya terlihat sebagai asap yang mohon maaf hanya sebagai polusi. Atau akalu kita kembalikan ke diri kita, kita hanyalah sebagai sampah masyarakat. Adanya kita tidak dianggap sebgai adanya kita. kita useless, ini sangat miris sekali ketika hidup yang begitu singkat ini kita menjadi manusia yang tidak memiliki peran apa-apa dalam bermasyrakat. Kita tidak memiliki peran apa-apa untuk kehidupan diri kita, keluarga dan sahabat-sahabat kita.
Api yang hanya dalam sekam, kekuatan atau potensi yang hanya tersimpan untuk diri sendiri. Kekuatan apapun kalau hanya untuk diri sendiri tiada akan memberikan dampak apapun dalam kehidupan kita ini. Entah itu kekayaan, jabatan yang tinggi, kepinteran atau kemampuan kita dalam bidang tertentu dan lain sebagainya kalau kita tidak memanfaatkanya itu percuma. Seperti ilmu saja kalau tak bermanfaat seperti pohon yang tak berbuah (sabda nabi Muhammad) pohon yang tak berbuah hanya akan menjadi pohon sebagai tempat berteduh tanpa memberikan esensi pohon itu untuk kebermanfaatan. Itu masih mending pohon nah kalau yang terjadi di kita sebagai manusia yang useless?
Manusia sekarang memang agaknya sudah menjadikan segala sesuatunya serba sendiri. Rasa saling berbagi manusia menurun drastic. Andai saja LSI juga mau mensurvei tingkat berbagi rakyat Indonesia mungkin akan menunjukan grafik dari tahun ke tahun selalu menuru. Tapi lembaga yang konon independent dan semoga memang independent ini terlalu sibuk ngurusi elektabilitas calon pemimpin negeri. Akh biarkan sajalah semua memang sudah menjadi bagian masing-masing. Tapi saya mengajak diri saya dan semuanya saja mari kita menjadi pensurvei setiap apapun penurunan nilai moral kita yang waduh dampaknya tidak sepele loh. Kalau masing-masing kita menjadi pengkontrol setidaknya nilai-nilai yang mulai memudar dari masyarakat dapat kita bangun kembali kita jaga lagi.
Berbagi segala hal merupakan ciri yang telah di wariskan kepada kita sebagai insan yang terlahir di bumi nusantara ini. Dengan konsep berbagi ini semua tataran masyarakat akan berjalan dengan harmonis. Iya orang yang tidak memiliki beras bisa meminjam ke tetangganya. Orang yang lapar tidak terus-terusan lapar. Istilah modernya yang kaya tidak semakin kaya, yang miskin tidak makin miskin. Ini konon dampak dari isme dari luar yah? Akh saya tidak mau tahu isme apa ini. Dan saya juga menganjurkan isme tersebut untuk tidak di cari di google. Kembalilah ke gotong royong, kembalilah ke nilai saling memberi saling berbagi.
Gotong royong meskipun sekarang mungkin hanya di pakai partai politik saat pencalonan presiden saja. Kemudian setelah menjadi pejabat mereka tidak lagi mau bergotong royong membangun negeri malah mementingkan partainya. Akh itu juga biarkan sajalah, kita jagan terlalu jauh untuk berpikir ke sana kembali sudah ada bagian masing-masing. Yang sudah saatnya kita lakukan yaitu menanamkan kembali gotong royong di masyarakat. Dulu saat saya masih kecil kalau tetangga membuat rumah kita berduyun-duyun membantu, misalnya menaikan genteng. Bahagia dengan upah makan dengan telur goreng santan. Namun sekarang sialnya pemikiran materealisme menjalar ke darah mereka yang berkantong tebal. Gotong royong di bayar, jadi ekspektasinya ketika tidak di bayar mereka masyarakat bawah akan enggan untuk melakukanya. Timbulnya semuanya berubah seketika menjadi serba materealisme. Orang menarik sumbangan saja jangan di kira mereka tidak di kasih bayaran? Mereka meminta jatah dari hasil uang sumbangan itu. Padahal sebelumnya masyarakat bergotong royong dengan suka rela ketika melakukan hal semacam sumbangan atau ngelolak (memasang batu) di jalan mereka begitu antusias dan bersemangat. Hal semacam ini terjadi di desa tempat saya tinggal loh, beberapa tahun belakang ini sih saya tidak tahu kalau ditempat anda, semoga saja tidak.
Lapisan masyarakat kita terkesan rapuh, dan memang nyatanya sekarang begitu rapuh. Karena semua beranjak dan memulai segala hal sendiri-sendiri. Memang tujuannya untuk mendidik menjadi manusia mandiri. Tapi perlu digaris bawahi mandiri bukan berarti anti sosial, anti empaty terhadap sesama. Hal inilah yang mungkin menurut saya di salah mengerti oleh kita saat ini. Kita terkesan mandiri dan segala sesuatunya bisa dilakukan sendiri dengan kekuatan kita. dengan tangan kita semua bisa kita lalukan sendiri. Rupanya hal ini yang kemudian manjdikan masyrakat kita mudah hancur, mudah pecah, mudah tersulut emosinya.
Marilah kita hidup saling berbagi dengan apa yang kita miliki. Kuatkan lagi nilai-nilai moral kita untuk menjadikan kehidupan ini lebih baik lagi.