Saturday, September 11, 2021

Menanti Hujan Reda

0 comments

Menanti Hujan Reda

Ada berbagai pertanyaan yang entah mengapa males untuk menjawab. Retorika retorika yang mulai sesak menumpuk.

Segelas teh panas dan lagu muara terdengar lirih di earphoneku. Deras hujan terdengar begitu kenjang di atas atap yang terbuat dari seng. Romangisme yang ku nikmati sendiri itu seketika buyar. Berbagai pesan tetiba menumpuk, panjang. Silih berganti menanti di jawabi.

Sehari saja rasanya pingin ada jeda untuk tak memikirkan segala hal yang memang sudah di gariskan. Rasanya mengambil jarak untuk menghela nafas panjang perlu. Tapi hidup bukanya harus di hadapi.? Pasti nya. Dan setiap orang bukanya punya cara menghadapi?

Seperti hujan malam ini. Ada yang bergegas mengambil payung. Menata mantel atau duduk seperti yang ku lalukan?

Bahkan menunggu juga adalah cara. Diam juga adalah cara. Tapi kadang manusia kerap kali lupa, bahwa dalam hidup justru diam adalah cara yang paling ambuh agar kita bisa memandang segala hal secata lapang dan luas.

Saat di jalan macet kau akan mati akal menemukan jalan. Tapi kalau kita mengambil jarak ke atas dari kejauhan kita akan menemukan jalan mana yang tidak macet.

Tapi sudah lah,,,
Kadang stempel yang melekat adalah segala kesimpulan atas segala hal yang di lakukan orang lain kan? Tanpa mau melihat sebab atas segala hal itu.