Thursday, May 9, 2013

Kasih sayang yang kau salah artikan.

0 comments

Bicara masalah salah arti sebenarnya sudah sangat famikier kita itu dengan budaya salah arti. Faktor utamanya jelas karena kita terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan dalam menanggapi setiap jengkal permasalahan. Kemudian kita terburu-buru mengambil langkah penyelesaian. Yang jelas endingnya sudah bisa di tebak bukan? Kita tersiksa dengan persepsi kita yang keliru itu. Bagaimana tidak ternyata yang kita persepsikan 180 derajat berbalik dengan pandangan kita. Nah loh kalau sudah begini mau apa? Menyesali yang sudah terjadi dikira akan mengembalikan semua yang telah berlalu? Jelas tidak.
Berbicara masalah cinta dan kasih sayang saya sendiri sebenarnya juga masih ragu-ragu dan agak canggung menulis tentang topik tersebut. Bukan karena apa, saya sendiri menyadari betapa diri saya ini masih jauh dari rasa peka terhdap rasa kasih sayang yang barang kali di berikan oleh orang lain. Disamping itu juga yang namanya perasaan itu bersifat sangat subjektive. Kita bisa sangat lihai dan pandai dalam bermain-main memakai kedok kita dalam menutupi apa yang kita rasakan. Itu sebabnya membahas perasaan memang tiada habisnya dan akan selalu menjadi pembahasan yang menarik.
Kasih sayang dan cinta yang di berikan oleh orang lain memang kerap kali berbeda-beda. Itu sebabnya kenapa manusia sering kali terjebak dalam miss perception. Orang yang dengan tampang galak bisa jadi dia justru memiliki rasa kasih sayang yang luar biasa terhadap kita. Atau mungkin sebaliknya. Jadi semua memang tidak serta merta kita tarik kesimpulan dengan pengetahuan kita apalagi hanya dari maujud seseorang. Kemudian kita simpulkan baik dan buruk. Hati-hati pandangan semacam ini juga jangan sampai membuat kita juga terjebak untuk menilai kasih sayang Tuhan. Waah bahaya sekali kalau seperti itu.
Pandangan yang keliru dalam menanggapi suatu hal memang terkadang begitu menyesatkan apa lagi kalau telah menjadi habit. Saya mencoba menjabarkan beberapa analogi cerita. Seorang ayah sedang bercanda dengan anaknya di ruang beranda. Tiba-tiba anaknya menjerit nangis. Sontak seisi rumah kaget dan lari ke beranda apa yang terjadi pada anak tersebut.? Ternyata di beranda hanya ada si anak dengan ayahnya yang malah justru sedang tertawa. Dan di tanya kenapa ade nangis kencang seperti itu? Tanya si ibu. Ayah mencubit pantatku bu. Anak laki-laki yang gendut dan gemesi itu menjawab dengan tersendu-sendu. Apakah ayah ini penjahat anak? Apakah ayah ini tidak sayang kepada anaknya? Tentu saja jawabanya ayah ini sayang banget dengan anaknya. Tetapi kenapa dia buat nangis anaknya itu? Anda tidak perlu nanya sebanyak itu, lihat dulu permasalahan dan konteksnya. Ayah ini bisa jadi dia gemes sama anaknya dan ingin bercanda dengan anaknya. Mungkin maksudnya meledek anak agar humor dan komunikasi terbangun dengan erat. Apakah sang anak kemudian tidak mau lagi deket dengan ayahnya setelah di cubit? Iya tidak mungkinlah semuanya kan kembali ke sedia kala. Anak akan main lagi sama ayahnya, dan mau kembali lagi di gendong. Itu lah kasih sayang kalau kita tidak hati-hati menyimpulkan hal semacam ini kita bisa jadi menghakimi ayah tersebut dengan sebutan ayah brutal atau apa? Dan kemudian kita ngopor-opori anak untuk tidak mau lagi bermain dengan ayahnya nanti di cubit lagi. Ini pandangan keliru tadi.
Lalu bagaimana jika kekeliruan itu kita maksudkan untuk Tuhan Sang Maha pencipta kita. Dia yang menggengam hati kita. Jiwa kita serta semesta dan seluruh isinya ini. Barangkali anda dan saya sering salah kaprah mengartikan kasih dan sayang Tuhan. Karena kita tak pernah menyadari betapa dekatnya Tuhan dengan kita ciptaan-Nya. Kita agaknya cenderung menutup rapat kesadaran kita. Setiap Tuhan mencoba bergurau dan gemes dengan kita, kita malah mikirnya Tuhan sedang menguji. Di kira semua yang terjadi di kehidupan kita berupa derita mungkin, duka mungkin, kita sudah menyimpulkan bahwa Tuhan sedang menguji kita. Kenapa kita itu suka mendadak sok alim, sok hebat. Kenapa saya bilang sok? Jelas lah orang yang di uji itu orang yang sudah siap naik tingkatan, orang yang sudah tahu/paham. Sedangakn kalau menilik ke dalam apa kita telah seperti itu belum? Kalau belum ya sudah jangan bilang itu ujian atau cobaan. Pikirkan saja Tuhan memang sedang bergurau dengan kita atau lebih ekstrem nya dosa masa lalu kita sedang kita nikmati sekarang.
Tuhan itu memiliki sifat Maha Cemburu, kalau hamba terus berpaling apa ya Tuhan gak cemburu? Kalau kita mendapatkan sesuatu entah itu menyedihkan atau membahagiakan jangan terburu-buru bilang cobaan, siapa tahu Tuhan sedang meanjakan kita.
Jadi salah persepsi dalam melihat setiap jengkal permasalahan akan juga berdampak bukan hanya ke diri sendiri bahkan bisa ke orang lain lebih parahnya ke Tuhan. Saran saya mari kita mau berbuka-bukan dalam memandang suatu hal. Jangan hanya terfocus dari depan, belakang, atas atau bawah, tapi semuanya harus kita pakai. Semuanya harus kita lehat dengan seksama. Selamat malam bahagia selalu malam ini apapun kondisi kita Tuhan sedang memberi kita waktu di Manja.

0 comments:

Post a Comment