Beberapa hari
yang lalau saya secara tidak sengaja membaca sebuah status seorang wanita yang
mengeluh. Alasan yang dijelaskan disitu karena ada yang menghujatnya karena
dibilang sok suci, karena hijab atau jilbabbnya. Dengan menyebut nama Tuhan dia
meluapkan emosinya, dalam hati sebenarnya saya ketawa. Kok bisa ya marah-marah
dengan mebawa-bawa Tuhan. Tuhan memang terserah hendak kita bawa kemana tapi
setidaknya kita lebih melihat situasi dan kondisilah.
Diera seperti
sekarang memang tidak dapat dipungkiri bahwasanya tempat mengeluh, tempat
berdoa, tempat curhat, tempat cari perhatian telah berpindah ke media-media
social. Saya sendiri temasuk orang yang suka berkata-kata di media social
modusnya tidak jauh dari pengen dilihat orang lain. Mungkin anda juga termasuk,
atau bahkan bisa lebih lebay dan lebih parah? Kita terkadang lupa mandi hanya
karena balesin mention atau komentar orang lain, baik di facebook ataupun
twitter dan media yang lainya. Terlalau lebay mungkin bahsa saya tapi memang
ada orang yang sampai seperti itu. Kalau anda pernah mendengar lagu online nya
saykoji mungkin itu gmabaran parahnya online sudah menjadi seperti barang
candu.
Namun saya
terkadang memang suka kesel melihat orang yang berdoa di media social. Iya
memang benar kalau Tuhan bisa merealisasikan apapun keinginan hambanya. Tapi
ini konteksnya berdoa yang baik loh. Saya pernah membaca Ihya ulmudin karya
Imam Al-Ghazali adab berdoa itu tidak ada di media social? Kalau kita mau
flashbeck zaman dahulu orang tidak pernah berdoa di surat bukan? Bisa dikira
orang gila nanti melakukan hal semcam itu? Namun sekarang benar-benar terjadi
barang kali memang orang di dunia ini memang sudah gila semua, termasuk saya
dan anda.
Kembali ke
sebuah status wanita tadi, yang marah-marah seraya membawa-bawa nama Tuhan.
Saya juga sempat berkomentar dengan nada marah juga membawakan suasana biar
rame saja. Tapi makna yang tersirat dalam komentar saya mungkin tidak di pahami
orang lain. Sehingga terlihat meluap-luap mendukung emosinya. Tidak bermasalah
memang bila kita marah namanya juga manusia bukan? Ini pernyataan yang paling
saya tidak suka namun saya juga sering bersembunyidisitu yaitu sifat manusiawi.
Bukan karena apa, kalau sudah bilang kan manusiawi itu mentok, berakhir sudah.
Iya karena memang sifat manusia tempat salah dan dosa, namun jika kita terus
beralibi dan bersembunyi disitu ya parah juga bukan? Nanti korupsi di bilang
manusiawi, karena tempatnya salah. Nanti zina, memperkosa di bilang manusiawi
juga karena manusia memiliki nafsu. Bubar saja dunia ini, bubar saja peradaban
dunia ini kalau pandangan semacam itu sudah segitu parahnya. Semoga saja memang
tak pernah terjadi hal semcam itu.
Sebenarnya jika
kita mau membuka hati dan oikiran kita untuk menerima dulu hal tersebut kita
tiada akan pernah marah. Kebiaasaan kita itu kan suka terburu-buru menolak,
terburu-buru untuk memasukan dalam hati bukan pikiran. Ini yang membuat kita,
bangsa kita mudah sekali tersulut emosinya. Coba saja kalau wanita yang nulis
status itu mau menerima dulu dan mengolahnya di pikiran atau logikanya. Siapa
tahu Tuhan sedang emnunjukan jalan untuk kita sadar dengan sifat kita. siapa
tahu memang sifat aslinya kita seperti itu. Tampak baik tapi dalamnya busuk,
bisa jadi bukan? Diri kita ini kan diri yang paling bisa bersembunyi dibalik
tumpukan kebohongan kita benar tidak? Anggap saja kalau ada orang yang menghina
kita itu sebagai koreksi. Tidak semua apa yang dikatakan orang yang membenci
kita itu salah barang kali ada benarnya juga bukan? Pepatah itulah yang
seharusnya kita pegang, sehingga kita tiada mudah sakit hati ataupun
tersinggung. Bukan kah yang mengerakan bibir dan hati orang yang menghina kita
itu Tuhan? Tentunya itu penyadaran buat kita agar kita sadar, kalaupun kita
tidak salah agar kita sabar.
Sok suci, sok
benar, sok baik, memang kadang menyakitkan kalau kita rasakan kalau kita mbudeg micek (Cuek). Cuek dalam artian
kita mengabaikan begitu saja tanpa mau mengambil hikmahnya, namun tetap kita
mau mendalami apa yang dikatakan orang kepada kita. namun jangan dirasakan
teralalu mendalam apa lagi menimbulkan kebencian dan dendam. Dalam berhijab
bagi wanita memang hal yang begitu sensitive apa lagi bagi wanita-wanita yang
nota bene belum di tempa dengan kuat. Banyak orang yang berkata jilbabin dulu
hatinya baru diluarnya. Ini juga jelas saya tidak setuju sekali, hati masa di
jilbabin otaknya kebelinger kemana coba? Hati itu organ dalam yang berfungsi
memfilter racun yang masuk ke dalam tubuh kita. kalau secara kejiwaan lebih
untuk merasa. Hati kita semua itu akan selalau naik turun dalam menyikapi semua
persoalan. Kebaikan seorang manusia juga melalui tahapan. Kalau yang namanya
berjilbab itu kewajiban menutup aurat, anda sendiri mungkin tahu konsep
kewajiban bukan?
Kewajiban
menutup aurat itu yang harus dipahami, bukan kewajiban menutup hati. Stidaknya
ketika telah menutup auratnya telah terlepas dari dosa bukan? Kalau ditataran
agama. Namun kalau ditatataran social bisa terhindar dari yang namanya
pelecehan seksual bukan? Masalah hati mau bener atau tidak itu bisa diselami
sendiri-sendiri sudah bener belum. Kalau belum yang diperbaiki, kalau sudah ya ditingkatkan bukan? Jangan
mudah terbakar emosilah untuk menerima hujatan orang lain. Anggap saja dia
dikirim sang maha kuasa untuk menggampar dan menyadarkan.
Di zaman yang
serba modern saat ini memang saya sendiri suka binggung dengan pola pikir
wanita-wanita terutama di negeri kayangan ini. Saya kira mereka sudah lulus
dari SD namun mereka melupakan pelajaran SD dengan mudahnya. Dalam pelajaran
bahasa Indonesia kita sudah sering di beri tuga membedakan antara sinonim,
antonym ataupun idiom. Tapi wanita di negeri ini sebagian kecil atau entah
sebagian besar masih kebelinger mengartikan menutup dan membungkus. Dua kata
itu bukanlah sinonim. Malah lebih ke antonym atau lawanannya secara makna.
Membungkus secara terminologi bahasa berarti memasukan sesuatu kedalam suatu
benda yang mampu melindunginya namun bentuk dan isinya bisa terliaht, misalnya
saya membungkus kotak biasaya akan terlihat itu bentuk kotaknya. Saya membungkus bola saya pun harus
menyesuaikan bentuk bola. Meskipun ada yang bentuk kota namun jarang. Begitupun
dengan tubuh wanita kalau hanya membungkus meskipun berhijab, lekuk tubuhnya
itu justru kelihatan jelas. Apa lagi sekarang makin menggila, celana tipisnya
kaya plastik dipakai, terus lengannya pendek diatasnya berjilbab. Bukannya saya
menghakimi, saya kalau ada orang seperti itu justru saya tertawakan bukan
karena saya sok tahu agama. Tapi lebih cenderung ke mode atau gayanya. Itu terlihat
aneh dan jadi hiburan tersendiri. Cuma mbati saja semoga disadarkan seperti
itu.
Tren pakaian
semacam itu kan seakan menjadi tren center mode terbaru, parahnya dilakukan
oleh banyak orang. Tidak dapat dipungkiri laki-laki itu mata nya suka melihat
hal-hal semcam itu, coba kalau otaknya tertinggal dirumah/gak sadar? Yang terjadi
seperti kasus yang marak di india. Saya rasa keduanya diposisi yang salah
wanita salah dan lelaki juga salah. Alsan bisa anda pikir sendiri-sendiri.
Kemudian kita
berbicara menutup, konteks menutup itu lebih baik dari membungkus. Kalau menutup
itu bentuk barang yang kita tutup tidak terlihat bentuknya secara jelas. Setidaknya
dalam berbusana tidak jelas-jelas amatlah bentuk-bentuk yang sekiranya sering
dipandang sensitive.
Semoga lelaki
negeri kayangan ini mampu menempatkan diri dan mau menyadari betapa berartinya
wanita. Kalaupun sekarang diposisi yang salah kembali dan rubah apa-apa yang
salah. Belum terlambat untuk merubah hal yang sekiranya buruk. Kalau yang
pacaran yang model pacaranya kaya ayam di rubahlah. Bagi wanita yang sekiranya
masih belum mampu menutup auratnya setidaknya berpakaian yang selayaknya
manusia bener. Jangan kalah sama orang gila dijalanan, orang gila dijalanan
saja pakainya tertutup dan longgar masa yang normal malah kebalik? Kan aneh
juga. Dan lelalaki atau perempuan jangan lah mudah menghakimi satu sama lain di
muka bumi ini. Cukup dilihat dan di doakan kalau sekira nya kita mapu
mensehati. Jangan malah menghujat dan membuat orang lain semakin down atau
putus asa. Janganlah biasakan diri kita menggunkan pengetahuan kita hari ini
untuk menilai orang lain hari esok itu sangat berbahaya. Karena setiap hati
akan dengan mudah berubah, setiap jiwa memilki kepekaan untuk terus bergerak kea
rah ebaikan. Karena manusia esensinya tiada akan pernah berada pada suatu titik
saja.
0 comments:
Post a Comment