Wednesday, February 6, 2013

JANGAN DI BUNGKUS TAPI DI TUTUP

0 comments

Beberapa hari yang lalau saya secara tidak sengaja membaca sebuah status seorang wanita yang mengeluh. Alasan yang dijelaskan disitu karena ada yang menghujatnya karena dibilang sok suci, karena hijab atau jilbabbnya. Dengan menyebut nama Tuhan dia meluapkan emosinya, dalam hati sebenarnya saya ketawa. Kok bisa ya marah-marah dengan mebawa-bawa Tuhan. Tuhan memang terserah hendak kita bawa kemana tapi setidaknya kita lebih melihat situasi dan kondisilah.

Diera seperti sekarang memang tidak dapat dipungkiri bahwasanya tempat mengeluh, tempat berdoa, tempat curhat, tempat cari perhatian telah berpindah ke media-media social. Saya sendiri temasuk orang yang suka berkata-kata di media social modusnya tidak jauh dari pengen dilihat orang lain. Mungkin anda juga termasuk, atau bahkan bisa lebih lebay dan lebih parah? Kita terkadang lupa mandi hanya karena balesin mention atau komentar orang lain, baik di facebook ataupun twitter dan media yang lainya. Terlalau lebay mungkin bahsa saya tapi memang ada orang yang sampai seperti itu. Kalau anda pernah mendengar lagu online nya saykoji mungkin itu gmabaran parahnya online sudah menjadi seperti barang candu.

Namun saya terkadang memang suka kesel melihat orang yang berdoa di media social. Iya memang benar kalau Tuhan bisa merealisasikan apapun keinginan hambanya. Tapi ini konteksnya berdoa yang baik loh. Saya pernah membaca Ihya ulmudin karya Imam Al-Ghazali adab berdoa itu tidak ada di media social? Kalau kita mau flashbeck zaman dahulu orang tidak pernah berdoa di surat bukan? Bisa dikira orang gila nanti melakukan hal semcam itu? Namun sekarang benar-benar terjadi barang kali memang orang di dunia ini memang sudah gila semua, termasuk saya dan anda.

Kembali ke sebuah status wanita tadi, yang marah-marah seraya membawa-bawa nama Tuhan. Saya juga sempat berkomentar dengan nada marah juga membawakan suasana biar rame saja. Tapi makna yang tersirat dalam komentar saya mungkin tidak di pahami orang lain. Sehingga terlihat meluap-luap mendukung emosinya. Tidak bermasalah memang bila kita marah namanya juga manusia bukan? Ini pernyataan yang paling saya tidak suka namun saya juga sering bersembunyidisitu yaitu sifat manusiawi. Bukan karena apa, kalau sudah bilang kan manusiawi itu mentok, berakhir sudah. Iya karena memang sifat manusia tempat salah dan dosa, namun jika kita terus beralibi dan bersembunyi disitu ya parah juga bukan? Nanti korupsi di bilang manusiawi, karena tempatnya salah. Nanti zina, memperkosa di bilang manusiawi juga karena manusia memiliki nafsu. Bubar saja dunia ini, bubar saja peradaban dunia ini kalau pandangan semacam itu sudah segitu parahnya. Semoga saja memang tak pernah terjadi hal semcam itu.

Sebenarnya jika kita mau membuka hati dan oikiran kita untuk menerima dulu hal tersebut kita tiada akan pernah marah. Kebiaasaan kita itu kan suka terburu-buru menolak, terburu-buru untuk memasukan dalam hati bukan pikiran. Ini yang membuat kita, bangsa kita mudah sekali tersulut emosinya. Coba saja kalau wanita yang nulis status itu mau menerima dulu dan mengolahnya di pikiran atau logikanya. Siapa tahu Tuhan sedang emnunjukan jalan untuk kita sadar dengan sifat kita. siapa tahu memang sifat aslinya kita seperti itu. Tampak baik tapi dalamnya busuk, bisa jadi bukan? Diri kita ini kan diri yang paling bisa bersembunyi dibalik tumpukan kebohongan kita benar tidak? Anggap saja kalau ada orang yang menghina kita itu sebagai koreksi. Tidak semua apa yang dikatakan orang yang membenci kita itu salah barang kali ada benarnya juga bukan? Pepatah itulah yang seharusnya kita pegang, sehingga kita tiada mudah sakit hati ataupun tersinggung. Bukan kah yang mengerakan bibir dan hati orang yang menghina kita itu Tuhan? Tentunya itu penyadaran buat kita agar kita sadar, kalaupun kita tidak salah agar kita sabar.

Sok suci, sok benar, sok baik, memang kadang menyakitkan kalau kita rasakan kalau kita mbudeg micek (Cuek). Cuek dalam artian kita mengabaikan begitu saja tanpa mau mengambil hikmahnya, namun tetap kita mau mendalami apa yang dikatakan orang kepada kita. namun jangan dirasakan teralalu mendalam apa lagi menimbulkan kebencian dan dendam. Dalam berhijab bagi wanita memang hal yang begitu sensitive apa lagi bagi wanita-wanita yang nota bene belum di tempa dengan kuat. Banyak orang yang berkata jilbabin dulu hatinya baru diluarnya. Ini juga jelas saya tidak setuju sekali, hati masa di jilbabin otaknya kebelinger kemana coba? Hati itu organ dalam yang berfungsi memfilter racun yang masuk ke dalam tubuh kita. kalau secara kejiwaan lebih untuk merasa. Hati kita semua itu akan selalau naik turun dalam menyikapi semua persoalan. Kebaikan seorang manusia juga melalui tahapan. Kalau yang namanya berjilbab itu kewajiban menutup aurat, anda sendiri mungkin tahu konsep kewajiban bukan?

Kewajiban menutup aurat itu yang harus dipahami, bukan kewajiban menutup hati. Stidaknya ketika telah menutup auratnya telah terlepas dari dosa bukan? Kalau ditataran agama. Namun kalau ditatataran social bisa terhindar dari yang namanya pelecehan seksual bukan? Masalah hati mau bener atau tidak itu bisa diselami sendiri-sendiri sudah bener belum. Kalau belum yang diperbaiki,  kalau sudah ya ditingkatkan bukan? Jangan mudah terbakar emosilah untuk menerima hujatan orang lain. Anggap saja dia dikirim sang maha kuasa untuk menggampar dan menyadarkan.

Di zaman yang serba modern saat ini memang saya sendiri suka binggung dengan pola pikir wanita-wanita terutama di negeri kayangan ini. Saya kira mereka sudah lulus dari SD namun mereka melupakan pelajaran SD dengan mudahnya. Dalam pelajaran bahasa Indonesia kita sudah sering di beri tuga membedakan antara sinonim, antonym ataupun idiom. Tapi wanita di negeri ini sebagian kecil atau entah sebagian besar masih kebelinger mengartikan menutup dan membungkus. Dua kata itu bukanlah sinonim. Malah lebih ke antonym atau lawanannya secara makna. Membungkus secara terminologi bahasa berarti memasukan sesuatu kedalam suatu benda yang mampu melindunginya namun bentuk dan isinya bisa terliaht, misalnya saya membungkus kotak biasaya akan terlihat itu bentuk kotaknya.  Saya membungkus bola saya pun harus menyesuaikan bentuk bola. Meskipun ada yang bentuk kota namun jarang. Begitupun dengan tubuh wanita kalau hanya membungkus meskipun berhijab, lekuk tubuhnya itu justru kelihatan jelas. Apa lagi sekarang makin menggila, celana tipisnya kaya plastik dipakai, terus lengannya pendek diatasnya berjilbab. Bukannya saya menghakimi, saya kalau ada orang seperti itu justru saya tertawakan bukan karena saya sok tahu agama. Tapi lebih cenderung ke mode atau gayanya. Itu terlihat aneh dan jadi hiburan tersendiri. Cuma mbati saja semoga disadarkan seperti itu.

Tren pakaian semacam itu kan seakan menjadi tren center mode terbaru, parahnya dilakukan oleh banyak orang. Tidak dapat dipungkiri laki-laki itu mata nya suka melihat hal-hal semcam itu, coba kalau otaknya tertinggal dirumah/gak sadar? Yang terjadi seperti kasus yang marak di india. Saya rasa keduanya diposisi yang salah wanita salah dan lelaki juga salah. Alsan bisa anda pikir sendiri-sendiri.

Kemudian kita berbicara menutup, konteks menutup itu lebih baik dari membungkus. Kalau menutup itu bentuk barang yang kita tutup tidak terlihat bentuknya secara jelas. Setidaknya dalam berbusana tidak jelas-jelas amatlah bentuk-bentuk yang sekiranya sering dipandang sensitive.

Semoga lelaki negeri kayangan ini mampu menempatkan diri dan mau menyadari betapa berartinya wanita. Kalaupun sekarang diposisi yang salah kembali dan rubah apa-apa yang salah. Belum terlambat untuk merubah hal yang sekiranya buruk. Kalau yang pacaran yang model pacaranya kaya ayam di rubahlah. Bagi wanita yang sekiranya masih belum mampu menutup auratnya setidaknya berpakaian yang selayaknya manusia bener. Jangan kalah sama orang gila dijalanan, orang gila dijalanan saja pakainya tertutup dan longgar masa yang normal malah kebalik? Kan aneh juga. Dan lelalaki atau perempuan jangan lah mudah menghakimi satu sama lain di muka bumi ini. Cukup dilihat dan di doakan kalau sekira nya kita mapu mensehati. Jangan malah menghujat dan membuat orang lain semakin down atau putus asa. Janganlah biasakan diri kita menggunkan pengetahuan kita hari ini untuk menilai orang lain hari esok itu sangat berbahaya. Karena setiap hati akan dengan mudah berubah, setiap jiwa memilki kepekaan untuk terus bergerak kea rah ebaikan. Karena manusia esensinya tiada akan pernah berada pada suatu titik saja.


0 comments:

Post a Comment