Thursday, February 7, 2013

Akankah ilmu bergerak menuju titik Nol?

0 comments


Pada saat saya masih SMA guru lulusan filsafat UGM menjelaskan kepada saya, bahwa ketika guru menjelaskan kepada siswanya hanya beberapa persen saja yang bisa dipahami. Kemudian ketika kelak siswanya jadi guru akan menjelaskan kepada siswanya lagi, dan siswanya lagi akan menangkap beberapa persen lagi. Saat itu saya sudah berusaha menyimpulkan akh masa ilmu bergerak ke titik nol? Namun perjalanan hidup mengantarkan saya lebih memahami hal tersebut.
Saya merasa kini ilmu benar-benar sedang berjalan di treck yang menuju ke titik nol. Bayangkan saja minat baca manusia di era sekarang sangat rendah. Terutama di negeri ini tingkatan pelajar dan mahasiswa pun minat bacanya begitu rendah. Kaum muda-mudi negeri ini lebih suka membaca status di facebook atau media sosisal lainya ketimbang membaca buku yang mampu menopang keilmuannya. Saya sendiri merasakan begiti akutnya canduan saya terhadap media social. Hampir setiap hari tak pernah luput untuk membuka media semaam itu. Tetapi untuk membuka buku bisa dihitung jari dalam tiap bulanya.
Tingkat pergerakan ke titik nol ini makin ditunjukanya dengan adanya sebuah website yang dengan menulis sesuatu yang kita inginkan akan muncul disitu. Akhirnya timbul genarasi copy paste. Sayapun parahnya mengikuti hal semacam itu. Generasi cpy paste ini rasanya sudah menjadi habbit bagi sebagian kalangan intelek negeri ini. Hal yang instan sangat mudah digandrungi ketimbang yang memerlukan proses panjang. Rasa-rasanya juga proses tiada lagi dihargai oleh sebagian manusia negeri ini. Semuanya serba ugal-ugalan serta cepet-cepetan, bayangkan saja di jalanan anda bis amerasakan betapa manusia itu begitu tergesa-gesa. Semua menggeber laju kendaranaanya dengan begitu cepat.
Pada era zaman dahulu kwalitas seorang guru ataupun dosen begitu terlihat berkwalitas. Bayangkan sekarang bisa dirasakan sendiri, untuk memberikan materi saja terkadang seorang guru mending menyerahkan ke murid mencatat atau mengcopy. Kalau dosen hanya memberikan presentasi dan itu hanya di baca tanpa mampu menjabarkan point penting yang mestinya di tekankan. Ketika disuruh membeli buku, buku yang ada terkadang justru buku yang memiliki bobot apapun sebagai penunjang keilmuan kita. berbagai kasus bukanya pernah kita jumpai, cerita porno dimasukan pada buku SD, atau gambar artis porno yang dimasukan di buku kerja siswa. Terus kalau guru sudah tak lagi berkwalitas kemudian buku yang ada juga tak berkwalitas, bukankah ilmu ini kian menuju ke nol?
Beruntungnya orang diera zaman sekarang sudah difasilitasi, berasa sudah tidak perlu research jadi kalaupun berkarya tinggal develop. Jadi ide dan kreativitas kita mengendap ditataran ide kosong tak terealisasi. Karena di era sekarang memang mau tidak mau kita di tuntut mengikuti arus zaman yang kian menggila. Kita kita hendak mengembangkan ide kita hanya diolok-olok sudah seperti itu tak dianggap. Jadi mental yang sudah terbangun akan gugur ketika kita tidak membentengi diri kita dengan suatu hal mampu memproteksi kita.
Penemuan-penemuan di zaman sekarang sudah begitu jarang, semuanya hanya bermain ditataran mengembangkan. Padahal secara kemampuan mungkin saja manusia sekarang dan mnusia dahulu secara kemampuan sama. Namun torehan manusia zaman dahulu berbeda jauh dari manusia sekarang. Bisa dihitung jari manusia yang mampu menemukan suatu hal yang berbeda diera sekarang, dan rasa-rasanya juga tidak kedengaran penemuan baru. Entah karena berita sekarang lebih mengekspose kasus-kasus yang tidak menekankan titik kejayaan namun sebaliknya kehancuran. Berita korupsi seakan menjadi tren baru dunia bisnis berita negeri ini. Krimininalitas menduduki peringkat kedua berita, disusul politik yang makin kacau balau tak jelas arahnya. Kemudian disusul berita positif selain sosok, juara lomba, ataupun memperkeanalkan kuliner itupun hanya di akhir berita dengan durasi waktu yang sedikit.
Manusia cerdas, pintar dan berkemampuan kurang diharghai di negeri ini. Jadi jangan heran ketika yang berkualitas pergi meninggalkan negeri ini. Ujung-ujungnya keilmuannya bergerak ke titik nol, pelajaranya sibuk dengan pacaran, narkoba dan tawuran. Kalaupun ada yang berprestasi hanya 1:100 ribu mungkin. Itupun hasil kerja kerasnya sendiri dengan belajar keras dan lain sebagainya. Kalau saya analogikan secara sederhana, ketika ada satu gayung kemudian di berikan apakah akan dapat satu gayung juga? Saya rasa tidak, begitupun dengan kwalitas pendidik, kwalitas pemberi pembelajaran. Jika mereka hanya mempunyai kemampuan begitu sedikit maka yang akan diserap oleh siswanya pun juga sedikit.
Sebagai generasi muda saya ingin megajak diri saya sendiri untuk terus berkarya dengan sebisanya kita. tingkatkan kwalitas kita agar keberadaan kita juga mampu membawakan kebaikan kepada alam ini. Kepada dunia ini, kepada bangsa ini, dan kehidupan masing-masing kita ini. Yang bercita-cita luhur sebagai guru, belajar yang tekun agar kelak dapat memberikan sesuatu yang lebih baik terhadap generasi berikutnya. Karena kalau ilmu ini dibiarkan ke titik nol kita akan kehilangan nilai-nilai moralitas, nilai-nilai luhur. Sebagai contohnya bahasa kromo alus, kromo inggil jadi bahasa asing bagi sebagian anak muda jawa, padahal itu bahasa yang emmiliki nilai moralitas yang begitu agung. Akan kita juga akan membiarkan itu terjadi juga di ilmu pengetahuan, agama ataupun yang lainya? Saya yakin hati nurani kita pasti menolak membiarkan hal semacam itu terjadi.

0 comments:

Post a Comment