Iklan suatu produk susu yang
menonjolkan dampak ostioporosis (kerusakan pada tulang) karena kekurangan suatu
nutrisi membaut ku kadang tercengang. Bukan masalah susu itu bagus atau gak
saya sendiri juga tidak pernah minum. Ataupun iklan nya mengadung seni tinggi
saya rasa juga sama saja pada iklan pada umumnya. Namun yang saya cengangkan itu pada stetment
yang menyatakan bahwasanya turun ke bawah/ berjalan kebawah itu sama halnya dengan
6x beban berjalan ke atas (menanjak). Kata atau bisa di bilang statement yang
itu yang membuat saya agak sedikit mengerutkan dahi dan bertanya-tanya iya juga
yah? Iya juga yah?
Saya seperti biasanya sok
menganalogikan dengan kehidupan yang kita jalani saat ini. Kehidupan memang tak
pernah jauh dari naik turunya atau bergantinya tentunya dengan waktu yang tiada
bisa kita duga. Ketidak terduganya ini yang kadang-kadang membuat kita merasa
terlalu sakit, terlalu duka, terlalu dan terlalu lainya. Apa yang kita selama
ini mungkin prediksikan tiba-tiba tiada seperti yang kita keinginkan. Apa yang
kita nikmati tiba-tiba hilang, tiba-tiba pergi entah kemana.
Mungkin kata-kata itu atau
penelitian bahwa jalan ke bawah itu lebih berat dari jalan keatas juga
terinspirasi dari hidup. Tapi hipotesis konyol saya ini tak perlu membuat anda
mengkerutkan dahi karena mungkin kebelinger. Tetapi memang kenyataanya orang
yang tadinya hidup senang kemudian susah itu akan terasa sulit untuk
beradaptasi. Beban yang dirasakan jauh lebih berat ketimbang saat-saat dimana
dia mulai menanjak kariernya. Hidup dalam derita bukanlah pilihan orang-orang. Bahkan
sangat dihindari untuk hidup seperti ini. Semua orang akan selalu mendambakan
hidup bahagia dan sejahtera.
Sahabat saya pernah berkata
seperti itu menganalogikan jalan turun dengan hidup seseorang. Tentunya saya
makin bertanya-tanya, kenapa ada juga yang berpikir seperti saya. Dan saya rasa
jika anda pernah mengalami apa yang dimnamakan susah, dinamakan derita anda
akan berkata sama. Turun itu lebih berat dari pada naik. Celakanya saya sering
mempraktekan ketika saya membawa motor turun, saya menghabiskan tenaga ekstra
ketimbang naik. Orang yang jatuh saat menanjak itu lukanya ringan tapi ketika
jatuh saat menurun apalagi terjal jangan tanya seberapa parah luka yang
diderita.
Menikmati kehidupan memang
bukanlah perkara yang mudah. menikmati perjalanan ke bawah memang bukanlah
perkara yang biasa. Akan ada energy lebih yang dikeluarkan, namun semua itu
memang harus kita lalui. Semua itu harus mampu menjadikan diri kita jauh lebih
baik, jauh lebih bijak mesti sulit.
Menurun ataupun menanjak itu
hanyalah sebuah jalan yang harus di lalui seorang manusia agar sampai
dikeabadian dan kedamaian. Kalau kita mau sampai mau tidak mau harus di lalui
dengan atau alat yang membantu kita. Ataupun denagn atau tanpa yang sudi
mengulurkan tangan dan menggengam tangan kita. Hidup ini akan terus berjalan
dan tugas kita mengejar dimensi yang yang tertinggal jauh. Tugas kita memalui
jalan itu. Menikmati langkah kecil kita dengan penuh kehati-hatian.
Semua orang atau setiap orang
memiliki ataupun stidaknya pasti pernah merasakan rasanya berjalan menurun. Apalagi
berjalan dikehidupan ini, derita dan air mata harusnya menjadikan kita tabah,
menjadikan kita kuat bukan malah seakan menampakan bahwa kita lemah. Ada banyak
orang yang menjalani kehidupan ini dengan terlalu di dramatisir. Sebagian orang
menganggap derita itu takdir, sebagian menganggap derita seperti orang yang
berjalan menurun. Sebagian orang berusaha menerima keadaan dengan terus
berusaha dan berterima kasih ke Tuhan nya. Sebagian lagi pura-pura diam tapi
sbenarnya menolak derita yang ujung-ujungnya tiada menjadi manusia yang mampu
menerima keadaan. Manusia yang selalu
ketika ada permasalahan berlari, kemudian menganggungkan masa lalu.
Orang yang berjalan kebawah
seharusnya tak perlu melihat ke atas tapi tetaplah focus pada jalan. Melihat ke
atas adalah melihat masa lalu kita. kita akan terpleset dan ujung-ujungnya kita
akan jauh lebih sakit. Banyak orang yang terjebak masa lalunya, mereka menjadi
pribadi yang apatis, menjadi pribadi yang susah untuk dikendalikan dan kaku.
Setiap orang punya masa lalu, tapi
kenapa diantara mereka hidup dimasa depan karena masa lalu. Dan ada juga yang
mati karena masa lalu. Dan parahnya hidup saat ini tapi seperti hidup di masa
lalu. Orang yang tidak mampu bangkit dari masa lalu hanya akan menjadi
bulan-bulanan derita masa lalu.
Orang yang hanya berjalan di
datar hanya akan hidup sperti anak kecil di pedesaan yang naik turun menapaki
jalan. Kualitas kekuatan atau antibody juga berbeda jauh mereka yang terbiasa
seperti anak tadi jarang terkena pernyakit. Itulah gambaran kecilnya, orang
yang terbiasa dan berusaha menikmati turunan dan tanjakan di hidup ini akan
jauh lebih siap dan tegar menjalani kehidupan ini.
0 comments:
Post a Comment