Hidup dengan berbagai macam tipe
manusia memang membuthkan rasa pengertian yang luar biasa. Rasa itu yang akan
menumbuhkan solidaritas, gotong royong, saling menghargai satu sama lain. Dengan
rasa yang seperti inilah kehidupan di tengah masyarakat akan menjadi lebih
harmonis. Namun sayangnya kehidupan semacam ini mungkin jarang sekali kita
jumpai di masyarakat modern seperti saat ini. Bayangkan saja untuk bekerja sama
(gotong royong) membersihkan lingkungan sekitar setiap bulan pada hari minggu
menjadi momok yang menakutkan. Dengan berbagai alasan mereka akan cenderung
menolak dan enggan untuk datang membersihkan selokan yang macet atau sekedar
nyapu lingkungan bersama. Masyarakat sekarang lebih senang membayar orang untuk
membersihkan selokan atau menyapu jalan ketimbang gotong royong
membersihkannya.
Gotong royong pada hakekatnya
menyimpan nilai-nilai luhur yang tinggi yang diamalkan oleh leluhur kita. Gotong
royong mengeratkan rasa persatuan dan kesatuan warga dalam satu kompleks
ataupun satu desa. Betapa banyak sekarang rumah kemalingan dan tetangganya
melihat di biarkan saja karena tidak ada rasa kekeluargaan yang terbangun. Mereka
cenderung tak acuh dengan apapun yang di lakukan tetangganya dengan bedalih
tidak mau ikut campur urusan orang lain. Nah cara pandang semacam inilah yang
makin memperkeruh kondisi solidaritas masyarakat.
Dengan
alasan takut ikut campur urusan orang lain, orang mebiarkan tetangganya bikin
bom kan bahaya sekali? Dengan alasan tidak mau ikut campur urusan orang lain
mayat sudah membusuk berminggu-minggu baru di ketahui, kan aneh sekali? Barang kali
kita juga mungkin salah satu dari orang yang tidak mau tau kondisi tetangga
kita. Mau mereka kelaperan atau tidak yang penting tidak ikut campur. Mau mereka
gantung diri, mau mereka membuat bom intinya kita tidak ikut campur. Istilah kerenya
loe loe gue gue.
Pada
saat saya masih kecil di desa saya masih ada tradisi kalau jam 9 pagi antara
tetangga dan tetangga yang lainya saling memberikan satu piring penuh nasi
dengn sayuranya. Dan itu dilakukan hampir semua warga di sekitar rumah kanan
kiri depan belakang. Namun sekarang hal itu sudah tinggal kenangan. Virus orang
modern ternyata menjangkit orang pedesaan yang lugu. Mereka mulai sok hidup
seperti orang-orang modern yang cenderung cuek dan individualis. Beranda rumah-rumah
yang dulunya sering buat bermain anak-anak desa kini dip agar rapat. Heranya orang
tua juga memfasilitas alat-alat permainan seperti PS, Tablet dan sejenisnya. Anak
yang tadinya suka bermain lari-lari, kelereng berubah 180 derajat menajadi mentelengi televisi. Rasa tidak
solidaritas pun sekarang mulai di tanamkan di benak anak-anak. Edan bukan?
Jadi
sekarang kalau ada permasalahan sosial yang ada disekitar kita jangan terlalu
cepat menyalahkan pihak lain. Koreksi dulu perilaku kita di sosial sudah baik
apa belum? Jangan-jangan kita juga menyumbang atas permasalahan yang ada.
Marilah kita mengamalkan kembali warisan nenek moyang kita yang mengajarkan
nilai moral yang luar biasa. Boleh menjadi masyarakat modern namun bukan
berarti melupakan ajaran yang telah ada, apalagi itu demi kebaikan.
0 comments:
Post a Comment